HENDRO S.GONDOKUSUMO
PRESIDENT DIRECTOR AND CEO PT INTILAND DEVELOPMENT TBK
Tiap hari saya ke kantor karena saya masih Presdir dan CEO Intiland. Kalau tidak ke kantor nanti dicari sama orang kantor,” ujar Hendro S. Gondokusumo sambil tersenyum, yang mengisyaratkan betapa pendiri PT Intiland Development ini masih punya energi besar untuk beraktivitas setiap hari di kantor. Olah raga jalan pagi setiap hari paling tidak 1 jam, rupanya membuat pria kelahiran Malang, 6 September 1950, mampu menjaga kebugaran tubuhnya.
Apa yang bisa dipetik dari seorang Hendro, yang sudah puluhan tahun mengarungi bisnis properti bak kapal dengan tiang layar tinggi “Regatta”. Perjalanan hidupnya yang panjang tetapi merasa tidak pernah lebih hebat di depan anak-anak muda zaman now. Itu sebabnya, ia mau mendengarkan ide-ide kreatif yang muncul untuk membangun bisnis Intiland. Ia bersyukur mayoritas yang bekerja di Intiland anak-anak muda yang bakal melanjutkan tongkat estafet kepemimpinannya. Berikut petikan wawancaranya dengan Property and the City di Intiland Tower, Jakarta.
Apa yang Anda rasakan di tahun 2017 untuk bisnis properti Intiland?
Pada waktu itu semuanya berharap dengan diberlakukannya tax amnesty harusnya keuangan mereka yang ikut tax amnesty lebih mantap dan lebih terbuka. Mungkin mereka jadi lebih mudah untuk membeli properti setelah ikut tax amnesty. Ternyata tidak semudah itu. Malah yang terjadi karena uangnya sudah bersih setelah ikut tax amnesty, mereka lebih hati-hati untuk membeli sesuatu. Sekarang lebih teliti lagi, melihat siapa pengembangnya, lokasinya dimana, feature dari properti yang akan dibeli seperti apa. Padahal, dulu ada uang dengan mudah beli properti. Bahkan, ada yang asal beli yang penting punya properti. tetapi setelah tax amensty mereka jadi lebih hati-hati. Untuk proyek di Intiland sendiri tetap jalan tapi memang tidak secepat tahun-tahun sebelumnya. Jualan ada tapi tidak cepat, pelan-pelan.
Berarti ada yang meleset dari programt tax amnesty. Di sisi lain pemerintah juga mengeluarkan paket kebijakan tentang properti?
Menurut saya memang agak meleset. Watak orang kalau uangnya istilahnya belum bersih, malah lebih gampang untuk membeli sesuatu. Tetapi kasarnya kalau sudah ikut tax amnesty, sudah diakui oleh pemerintah, akhirnya membeli sesuatu yang nilainya benar-benar ada. Di luar itu, saya mengharapkan ada beberapa perpajakan yang harusnya sudah hilang dengan diberlakukannya tax amnesty. Salah satunya PPh 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah dengan harga Rp5 miliar. PPh 22 dibuat sebelum ada tax amnesty. Buat mereka yang ingin membeli properti ini jadi suatu beban karena menjadi mahal. Mereka yang ingin membeli properti menengah ke atas, dari PPnBM kena 10 persen, kena tarif 20 untuk properti di harga jual sebesar Rp20 miliar. Berarti sudah kena 30 persen. kemudian ditambah lagi ada 5 persen, PPh 2,5 persen, BPHTB 5 persen. total ada 42,5 persen. kita dapat uang Rp100 ribu, yang 42,5 persennya untuk pemerintah. Jadi PPh 22 harusnya sudah dihilangkan. Tidak ada orang yang mau membangun rumah mewah, kalaupun ada hanya beberapa developer saja. Sementara yang beli juga terbatas dan mereka juga tidak rela dikenai tambahan 20 persen. Sedangkan kalau beli rumah seken. Misalnya, di kawasan Menteng dengan harga Rp 100 miliar tidak kena PPnBM, tetapi beli dari pengembang kena PPnBM, ini kan lucu.
Kenapa saya ingin PPnBM dihilangkan. Pertama, kalau PPnBM dihapus, pengembang bisa menjual lebih banyak. Masyarakat pun yang butuh properti hunian bisa beli. Tetapi kalau masyarakat tidak bisa beli karena beban pajak, akhirnya masyarakat membeli tanah. Satu orang bisa membeli satu sampai dua hektar lahan. Sementara lahan kosong makin lama makin terbatas. Lebih baik tanah itu digunakan untuk yang lain. Kita buatkan apartemen mewah. Masyarakat ingin membeli apartemen, dan kita harus terima kasih kepada mereka. Menurut saya harusnya ke arah sana. Sekarang karena ada PPnBM yang 20 persen, klaster dengan rumah Rp10 miliar ke atas jarang pengembang yang mau bangun. Sementara kalau ini dihilangkan, masyarakat bisa membeli properti yang harganya Rp20 miliar ke atas.
Kenapa pemerintah sulit menghapus beban pajak untuk pembeli properti?
Saya tidak tahu, cuma di Indonesia yang ada PPnBM, di seluruh dunia tidak ada. Kita terus minta kepada Dirjen Pajak agar PPnBM dipertimbangkan untuk dihapus. Padahal kalau ini dihapus orang akan tertarik untuk membeli properti seperti apartemen yang unitnya mahal. Pengembang bisa terus menjual. Apalagi pengembang menghidupkan banyak orang, ada karyawan sendiri, karyawan kontraktor.
Padahal Presiden Jokowi sangat memberi perhatian pada masalah properti?
Mungkin belum nyambung antara presiden dengan para pembantunya soal kebijakan.
Apa yang bisa dikritisi?
Saya kira jalannya sudah benar, hanya juklaknya harus segera dibuat. Kalau ada juklak yang salah harus segera diubah. Kalau masalah juklak dan aturan-aturan bisa diinfokan ke kadin, REI, apersi. Ini yang kalau bidang properti.
Mungkin soal juklak di kementerian yang tidak keluar?
Kalau masalah perpajakan di dirjen pajak, Kadang-kadang isu perpajakan tidak diutarakan, ini isu yang very sensitive. Sebetulnya setelah tax amnesty yang saya harapkan tax bukan jadi polisi lagi. Jadi, kalau tadinya tax menganggap pengusaha sebagai maling, dan dia jadi polisi. Sekarang harus dianggap lebih ke arah konsultan pengusaha dan sebagai teman.
Harusnya pegawai pajak menganggap pengusaha sebagai teman?
Harusnya, kalau jadi teman kita bisa tanya atau konsultasi. Misalnya, mereka tanya berapa Intiland akan bayar pajak tahun ini. Tetapi yang terjadi kadang-kadang kita diberi surat yang menurut saya berlebihan. Seperti orang yang ketakutan. Kalau seperti ini, pengusaha malah tambah was-was. Tetapi kalau kita dianggap sebagai teman, datang ke sini tanya, “Pak Hendro kira-kira berapa pajak yang bisa diberikan Intiland?” Karena kita teman kita bisa berikan informasi. Tetapi kalau datang saja sudah mengancam-ancam, nanti dulu.
Mungkin dirjen pajak mendapat tekanan untuk menggenjot pajak?
Saya tidak tahu, tetapi kalau cara seperti ini dipakai untuk pengusaha, rasanya tidak masuk. Dengan pengusaha kalau kita dipercaya, apa saja akan dikasih. Kalau perlu “kepala” dikasih. Misalnya, mereka datang ke kita dan mengatakan, “kalau ada masalah beritahun saya (petugas pajak-red), daripada nanti kena denda, saya siap bantu”. Cara seperti Ini enak. Jadi, seperti konsultan. Tetapi kalau mereka datang langsung bicara denda segala macam, nanti dulu. Kita harus akui pengusaha yang nakal ada, pegawai pajak yang nakal juga ada.
Ada pengaruh soal perpajakan di penjualan Intiland di 2017?
Terlalu besar tidak karena kita masih ada sisa-sisa penjualan tahun sebelumnya. Selain itu, proyek-proyek Intiland jalan terus. Jadi, terlalu besar juga tidak tetapi kita merasakan ada suatu keanehan yang tadinya kita pikir adanya tax amnesty orang jadi berani membeli properti. Sekarang orangnya pada kemana semua. Ternyata mereka lebih teliti dan lebih canggih karena merasa uangnya sudah aman, tidak perlu asal beli properti. Tax amnesty bagus, hanya memang perlu waktu untuk mereka. Para pengembang harus pintar-pintar juga membangun produknya karena pembelinya tambah pintar.
Bagaimana dengan tahun 2018 apakah masih sama dengan 2017?
Kalau saya bicara dengan teman-teman, semua menganggap tahun 2018 akan lebih aktif karena akan ada pilkada. Sebetulnya pilkada ada dua sisi, kadang-kadang orang takut membeli properti. Tetapi karena uang yang dipegangnya banyak, mereka bisa membeli juga. Sekarang uang yang beredar banyak. Siapa pun yang akan menjadi presiden, apa kita akan pindah dari Indonesia. Tidak juga, kita tetap di sini. Jadi. kita melihatnya lebih bagus di 2018, dan market lebih aktif.
Apa yang membuat Anda yakin 2018 akan lebih aktif?
Saya lihat di luar negeri, seperti di Amerika Serikat sudah bagus. China sudah mulai bagus, untuk di Eropa saya belum melihat lebih jelas. Yang jelas ada satu event, seperti Asean Games. Pak Jokowi ini pintar, dia mengambil moment Asean Games. Ingin mendapatkan multi efeknya, ada uang masuk membeli barang dan efeknya berjalan. Di China setiap kali ada event internasional, ekonominya melonjak. Kita memng belum seperti di China. China sudah membuat Asean Games kemudian membuat olympiade. Ekonominya langsung ikut naik.
Apa yang bisa ditiru dari China?
Di China infrastruktur sedang berkembang. Presiden Jokowi menggenjot infrastruktur, itu benar. Walaupun banyak orang memberikan komentar, kenapa infrastruktur tidak di Pulau Jawa yang sudah padat, tetapi malah membangun infrastruktur di daerah-daerah yang orangnya belum banyak. China dulu ketika mulai banyak membangun infrastruktur juga begitu. Saya pernah di tahun 80-an, pergi ke Kota Shantung. Saya minta diantar ke daerah industrial estate. Taksi berjalan di jalan yang bagus dua jalur kira-kira 20 km. Saya lihat kiri-kanan tidak ada apa-apa, masih kosong. Saya tanya, mana industrial estatenya, di jawab oleh mereka nanti di sepanjang jalan ini akan berdiri industrial estate.
Jadi, sesuatu yang belum apa-apa direncanakan dengan baik, itu yang benar. Kalau sudah padat kemudian baru dibangun malah jadi susah. Dengan membangun jalan yang bagus di Papua, Kalimantan mungkin orang dari Jawa bisa ke sana membuka usaha, jadi tidak numpuk di Jawa. Jadi, harus seperti itu. Ini juga pemerataan karena infrastruktur di luar pulau Jawa sudah ada.
Dengan infrastruktur sudah terbangun, properti harusnya akan ikut terdongkrak?
Saya bicara sebagai orang properti, saya lihat negara seperti Indonesia,China yang jumlah penduduknya banyak, propertinya ikut maju. Hanya tiga yang bisa sampai ke daerah-daerah, yaitu infrastruktur yang bisa kebagian kerja. Kedua, properti, karena di desa-desa juga perlu rumah dan pariwisata. Jalan yang dilakukan sudah benar, menuju ke sana. Kalau industri, saya punya pabrik di satu tempat dengan karyawan 200 ribu orang, tetapi hanya di satu wilayah saja. Sementara kalau infrastruktur tenaga kerjanya bisa kita butuhkan dari mana saja.
Apakah Intiland ada masuk ke rumah subsidi?
Kita akan usahakan kerjasama dengan pengembang daerah. Salah satunya sudah jalan di Pacitan. Kita akan terus kerjasama dengan mereka. Kebetulan saya duduk di Kadin bidang properti. Salah satu tugas saya adalah mensukseskan program 1 juta rumah.
Artinya, komitmen pengembang besar membangun rumah subsidi ada?
Ada, kita sedang bicara supaya kita kerjasama saja dengan pengembang lokal. Kalau kita bangun sendiri lebih banyak ruginya, tetapi kalau kita bisa kerjasama dengan pengembang lokal mereka lebih tahu, cost-nya lebih hemat, hasilnya bisa lebih bagus. Saya anjurkan kepada developer-developer besar yang di bawah Kadin untuk melakukan itu, kerjasama dengan pengembang lokal.
Apalagi sekarang mencari tanah makin susah?
Memang buat yang kecil (pengembang-red) tambah lama tambah susah. Yang besar juga karena kebutuhannya banyak. Maka yang diharapkan teman-teman dari Kadin, BUMN jangan mengambil porsi-porsi yang bisa dikerjakan oleh swasta. BUMN bisa masuk, misalnya, membangun 1 juta rumah. Untuk yang menengah ke atas serahkan saja ke swasta. Biar swasta yang lebih aktif. Untuk yang susah-susah seperti rumah subsidi, biarlah diserahkan ke BUMN. Ini bank BUMN juga merasa lebih save kalau memberikan pinjaman ke BUMN juga. Akhirnya swasta tidak kebagian.
Kalau kontraktor BUMN masuk membangun jalan tol tidak masalah. Tetapi nanti setelah jalan tolnya untung dijual kepada swasta. Dijual untung bukan dijual rugi. Nanti BUMN dapat uang dari hasil penjualan jalan tol, yang kemudian bisa digunakan untuk membangun lagi. Karena swasta kadang-kadang tidak mampu untuk membebaskan lahan. Sementara BUMN lebih mampu dan nafasnya lebih panjang. Harusnya larinya ke sana. Kemudian di go public-kan, ini untung. Sekarang yang dibangun dan untung dipegang terus. Ini salah, harusnya yang sudah untung dijual kepada swasta. Kadin sudah mengusulkan kepada pemerintah. Kalau tidak, lama-lama swasta jadi penonton saja.
Seberapa kuat brand Intiland di masyarakat. Artinya, ketika ada proyek baru Intiland masyarakat langsung ingat?
Terakhir-terakhir ini banyak konsumen membeli produk kita karena merasa produk kita ada jaminannya. Ada pembeli yang melihat produk Intiland dan merasa kurang bagus, akan mengatakan ini bukan kualitas Intiland. Otomatis konsumen akan bicara, kita langsung perbaiki. semua ini butuh perjalanan yang panjang. Di setiap meeting saya selalu tekankan kualitas, kualitas, dan kualitas. Walaupun membangun rumah murah, bukan berarti rumah murah boleh bocor. Murah dan mahal itu bedanya hanya di finishing-nya. Justru rumah murah mereka tidak punya uang untuk perbaikan. Kalau rumah mahal mereka bisa memperbaiki. Intiland sangat memperhatikan kualitas. Saya bangga, built up ini dari semua tim, tidak bisa cuma Pak Hendro bicara yang paling bagus. Semuanya harus kerja dengan keras, lantas pembeli yang menilai.
Kalau tahun 1972 dihitung sebagai awal dibangunnya Intiland. Apakah pencapaian Intiland saat ini seperti yang dibayangkan 46 tahun lalu?
Kita kalau memulai sesuatu selalu ingin nantinya berkembang dengan baik. Terakhir-terakhir ini Intiland berkembang sangat baik. Kenapa ? karena saya punya anak-anak muda yang bekerja giat untuk membangun perusahaan. Sekarang yang paling penting bagaimana team work anak-anak bekerja dengan baik.
Bagaimana Anda menularkan semangat kepada seluruh karyawan Intiland untuk tetap semangat bekerja?
Intiland bagi kami lebih banyak kekeluargaan. Ada dua manajemen yaitu by conflict dan by keluarga. Saya paling suka menejemen kekeluargaan. Walaupun masing-masing punya tanggung jawabnya. Ini yang tidak boleh dilanggar. Manajemen keluarga adalah kultur di Intiland. Dari mulai dari atas sampai bawah boleh bicara, boleh bertanya. Saya bisa bicara langsung dengan anak buah dari seorang manager. Sementara di tempat lain mungkin ada pimpinan yang bicara harus lewat jenjangnya.
Manajemen keluarga apakah karena mengikuti budaya timur?
Ada pimpinan yang ingin ada konflik di pegawainya supaya tahu mana yang benar. Kalau saya ingin semuanya menjadi pintar. Saya ingin semuanya bisa membantu, dan kalau berbuat baik, akhirnya untuk perusahaan. Kalau yang by conflict memang sengaja agar ada ketegangan. Saya lihat di bidang usaha lain juga sama, tapi lebih spesial lagi di properti. Team work itu sangat penting. Tanpa team work yang bagus, perusahaan tidak bisa bekerja dengan baik. Di properti tidak ada yang paling menonjol. Dari sana saya melihat, kekeluargaan itu sangat penting.
Mungkin manajemen keluarga itu yang membuat orang-orang betah di Intiland?
mungkin itu, ada beberapa orang yang lapor ke HRD kalau di Intiland berbeda dibandingkan di tempat lain. Dari orang tua saya juga melihat tidak suka dengan konflik. Dalam perjalanan hidup saya, saya melihat ini yang paling cocok di satu perusahaan.
Intiland adalah perusahaan pertama yang melakukan reklamasi pantai, dan sukses. Saat ini reklamasi menimbulkan pro-kontra, apakah ada perbedaan dulu dan sekarang?
Di tahun 80-an waktu itu di Asia tenggara belum ada pengembang yang membangun rumah di atas reklamasi. Reklamasi untuk pembangunan airport dan pelabuhan sudah banyak. Tetapi reklamasi untuk perumahan belum ada. Tetangga kita Singapura saja belum ada reklamasi. Intiland yang pertama membuat reklamasi. Awalnya saya melihat dulu sepanjang pantai Pluit semuanya dipagar oleh pihak developer. Kenapa pantai dipagari, rupanya dulu ada ketakutan bajak laut masuk dari laut. Sekarang kita sudah menjadi negara merdeka. Apa yang ditakutkan, laut menjadi wilayah sendiri. Saya lihat di luar negeri, seperti di Australia justru yang menghadap ke laut yang paling mahal. Semua orang ingin terbuka melihat ke laut. Jadi, kalau kita tutup lagi, sudah tidak benar. Intiland yang menjadi pelopor untuk tidak memakai pagar di pantai.
Waktu saya dapat tanah di Pluit, kita survey dan lihat. Yang saya lihat daerah Pluit itu sudah berkembang. Ada satu kebiasaan dari orang, kalau sudah tinggal di wilayah selatan disuruh pindah ke utara tidak mau. Mereka mengatakan bisa pindah sendiri. Tapi teman yang biasa jalan kaki kalau pagi tidak semuanya bisa pindah. Dari sana saya putuskan bahwa di pantai mutiara kita buat model kanal agar orang bisa jalan kaki. Inilah konsep pantai mutiara dibuat terbuka. Tapi belakangan pemerintah malah menyetujui untuk di tutup di beberapa bagian. Tapi masih banyak yang terbuka.
Reklamasi suatu masalah yang tersendiri. Bangun rumah paling gampang. Tetapi reklamasi paling susah. Masalahnya banyak sekali. Kita kerjasama dengan universitas di Singapura untuk membuat konsep (reklamasi-red) karena tanah di Pantai Mutiara banyak lumpurnya. Selain itu kita juga harus meyakinkan LSM-LSM di sekitar kita. Dulu juga ada LSM tetapi tidak sebanyak sekarang. Dulu LSM belum kritis mungkin karena reklamasi masih baru. Tetapi sekarang banyak LSM yang mendukung kita.
Kenapa sekarang reklamasi menimbulkan polemik ?
Saya juga tidak tahu, Mungkin karena reklamasi mendadak menjadi banyak, sehingga orang jadi khawatir. Bisa juga karena tidak mendapatkan penjelasan yang benar. Intiland memang tidak membuat pulau tetapi menambah pantai. Maka kita namakan pantai bukan nama pulau karena nyambung dengan daratan. Kita masih ada 62 hektar yang nanti menyambung dengan daratan. Memang saat ini sedang ramai, kita tunggu saja. Sebetulnya ada beberapa LSM yang mendukung kita bahwa apa yang dilakukan Intiland bagus.
Apakah reklamasi Pantai Mutiara menjadi tonggak keberhasilan Intiland atau survive ketika melewati masa krisis terburuk ekonomi Indonesia tahun 1998 yang menjadi tonggak keberhasilan Intiland ?
Saya kira tahun 1998, ini betul-betul menjadi tonggak. Kondisi waktu itu sulit, tetapi tim kami tetap solid. Sebetulnya yang paling kasihan ada di level bawah karena waktu itu mencari pekerjaan susah. Kalau di bagian atas, mau mencari pekerjaan lebih mudah. Tetapi tim kita tidak ada yang keluar, tetap di dalam. Walaupun gaji mereka harus dipotong. Akhirnya kita mencari aktivitas lain, seperti Theresia (sekretaris perusahaan – red) membuat Day Care. Ada yang berkebun menanam jagung di lahan kita. Semua melakukan aktivitas.
Saya bicara kepada mereka, Saya tidak bisa memberi kepada kalian, kalau kalian dapat pekejaan yang lebih bagus go head, tetapi kalau tidak kita sama-sama saja. Pilihannya kita cut orang atau salary kita potong. Yang bisa dipotong yang bagian atas. Yang bawah tidak bisa dipotong lagi karena hidupnya saja sudah pas-pasan. Walaupun demikian kalau lebaran kita masih bisa memberikan bingkisan. Dari sana kebersamaan kelihatan.
Bagaimana ketika itu meyakinkan mereka agar mau bertahan di Intiland ?
Tapi buktinya mereka mau bertahan, mereka merasa perusahaan memang sedang susah. Ada salah satu direksi yang kebetulan ayahnya dengan ipar saya teman baik. Ayahnya mengatakan keluar saja dari Intiland, sudah saya carikan tempat di Citibank. Dia malah mengatakan, bos sedang susah kok malah kita keluar. Jadi kembali lagi kebersamaan. Orang-orang yang bersama ketika masa-masa sulit sampai sekarang masih bertahan.
Dalam bayangan Bapak akan dibawa kemana Intiland ?
Kita bukan yang paling besar, tetapi yang saya harapkan Intiland itu harus berbeda dari orang lain, harus berguna untuk masyarakat umum, seperti saya membangun gedung ini. Kalau orang melihat gedung ini, dia akan tahu ada di Jakarta. Sampai sekarang sudah berapa universitas yang studi ke gedung Intiland. Sekali datang mahasiswa bisa sampai 40 orang. Saya senang seperti ini. Arsitek Paul Rudolph, dia seperti dewanya arsitek. Dia waktu datang, saya minta dia keliling universitas untuk memberi kuliah umum. ITB dan Universitas Parahyangan berebut untuk menjadi tempat kuliah umum. Akhirnya kita cari tempat yang netral. Jadi, saya ingin produk-produk Intiland tidak hanya dilihat oleh orang, tapi juga ada gunanya bagi masyarakat. Kita punya tim untuk merancang proyek-proyek Intiland. Kalau saya lihat oke, silakan jalan.
Siapa generasi berikutnya yang akan memegang kendali Intiland ?
Persiapan sudah ada sekarang sudah banyak anak-anak muda, salah satunya anak saya. Proyek-proyek yang baru sekarang mereka yang tangani. Kadang-kadang ingin pensiun, tapi belum boleh pensiun, hahaha . . .
Terhadap mereka apabila ada masalah disuruh memecahkan sendiri atau Anda ikut membantu ?
Saya tidak pernah mendikte mereka atau harus mengikuti saya. Saya lebih ingin mereka berkembang karena saya sendiri tahu kalau di bisnis, satu tambah satu bisa tidak menjadi dua, bisa jadi lima atau malah minus. Mungkin saya tidak bisa, tetapi belum tentu anak-anak muda itu tidak bisa. Pikiran saya very simple begitu saja. Jadi, saya tidak pernah memerintahkan anak buah saya, kamu harus ikutin saya. Saya tidak pernah bicara ke anak saya, harus ikut saya. Papa sudah 40 tahun, apa kata Papa, kamu ikut. Saya tidak pernah bicara seperti itu. Kalau saya bicara seperti itu, mungkin anak saya akan mengatakan, “Papa teruskan saja bisnis ini, saya kerja yang lain”.
Kepada anak muda siapapun kalau berani memberikan suatu usulan yang bagus, kita harus tangani. Saya mungkin tidak bisa, tapi bukan berarti anak-anak muda ini tidak bisa. Mungkin karena saya suka dengan bangunan baru, jadi bisa kumpul dengan anak muda, anak zaman now. Ini jiwa saya. Di Intiland mayoritas anak muda. Mungkin ada 80 persen lebih, dan mereka very happy dengan konsep-konsep yang ditawarkan. ●