GEDONG SONGO CANDI AGUNG DI PUNCAK UNGARAN
Gedong adalah bahasa Jawa dari kata rumah atau bangunan, sedangkan songo berarti sembilan. Gedong Songo kurang lebih memiliki arti sembilan bangunan. Gedong Songo merupakan nama kompleks candi Hindu yang terletak di kecamatan Bandungan, wilayah kabupaten Semarang. Kompleks candi yang dibangun pada abad delapan masehi ini tersebar di lereng Gunung Ungaran. Konon memiliki total sembilan kompleks candi, namun saat Sir Thomas Stamford Raffles melakukan pemugaran pada tahun 1804 hanya menemukan tujuh kelompok bangunan. Pemugaran masih terus dilakukan dan sampai saat ini pengunjung hanya bisa menikmati lima kompleks candi saja.
Kompleks candi satu dengan lainnya terletak berderet dari bawah sampai puncak bukit, pengunjung bisa berjalan kaki menikmati pemandangan indah sambil merasakan udara segar nan dingin Gunung Ungaran.
Komplek Candi Gedong Songo sendiri ditemukan oleh Loten, pada tahun 1740. Pada masa setelahnya, Raffles mulai mencatatnya dengan memberi nama gedong pitoe (tujuh) karena hanya menemukan 7 kelompok bangunan sekitar tahun 1804. Namun baru pada tahun 1925, Van Braam membuat publikasi adanya candi di sekitar perbukitan Ungaran. Lalu Friederich dan Hopermans menulis tentang Gedong Songo, dan Van Stein Calefells melakukan penelitian di sekitar Komplek Candi Gedong Songo pada tahun 1908. Sekitar tahun 1911-1912 Knebel melakukan inventarisasi semua komplek Candi Gedong Songo.
Pada tahun 1916, Pemerintah Belanda secara resmi mulai melakukan penelitian di komplek candi yang diserahkan tugas pada saat itu adalah oleh Dinas Purbakala Belanda. Pada tahun 1928-1929, dilakukan pemugaran candi Gedong 1. Pada tahun 1930-1932 dilakukan pemugaran pada Candi Gedong 2. Pemerintah Indonesia memulai pemugaran pada tahun 1977-1983, yang dipugar pada pada komplek Candi gedong 3, 4 dan 5. Pada saat itu yang melakukan tugas pemugaran adalah SPSP, pada saat ini namanya berubah menjadi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. Pada tahun 2009 Pemerintah Indonesia mulai melakukan pemetaan ulang semua komplek candi Gedong Songo.
Perjalanan menuju Kompleks Candi Gedong Songo merupakan tantangan tersendiri karena harus melewati tanjakan curam dan tikungan tajam. Namun perjuangan menembus medan yang berat sebanding dengan keindahan yang didapatkan. Dari pintu gerbang sudah terlihat kompleks candi yang berdiri dengan anggun dan megah di lereng gunung, berderet-deret dari bawah hingga atas. Aroma tanah basah, rumput yang habis dipotong, getah pinus, semerbak wangi bunga liar, dan udara sejuk pegunungan memberikan sensasi tersendiri. Cahaya matahari yang menerobos turun melewati celah pucuk-pucuk pinus dan menyinari bangunan candi menjadi lukisan pagi yang sempurna.
Candi Gedong pertama terletak di ketinggian 1.208 mdpl dan hanya terdapat sebuah candi yang menghadap ke Barat. Berjalan sekitar seratus meter akan bertemu dengan Candi Gedong kedua yang memiliki dua bangunan candi induk (menghadap Barat) berhadapan dengan sebuah reruntuhan candi perwara (candi pendamping). Naik ke atas lagi udara dingin pegunungan semakin terasa, bau pohon pinus di sepanjang perjalanan membuat pikiran segar dan lupa akan capek mendaki bukit. Candi Gedong ketiga terdiri dari tiga bangunan (candi induk yang menghadap ke Barat, candi apit di sebelah Utara dan candi perwara di depan candi induk). Berjalan menuju candi berikutnya, bau pohon pinus tergantikan dengan bau belerang yang muncul dari kawah tak jauh dari candi Gedong ketiga.
Di antara ketiga dan keempat terdapat sebuah kawah belerang yang masih aktif, mata air panas yang dihasilkan oleh kawah dialirkan ke ruang khusus yang terletak tidak jauh dari lokasi kawah untuk dipakai berendam para pengunjung.
Candi Gedong keempat diperkirakan memiliki 12 bangunan yang terbagi menjadi tiga kelompok, namun sampai sekarang hanya berdiri satu candi saja, sisanya masih berserakan tidak bisa disusun ulang.
Terakhir, Candi Gedong kelima yang terletak di ketinggian 1.308 mdpl memiliki nasib yang sama dengan candi sebelumnya, hanya berdiri sebuah candi di tengah serakan batu yang tidak bisa disusun ulang lagi. Ada beberapa arca yang sudah dipindah di Museum Nasional Jakarta, ada juga beberapa arca sampai batu candi yang sudah hilang karena dicuri dan diperjual belikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebelum dinamakan Gedong Sembilan, kompleks percandian ini bernama Gedong Pitoe, karena saat pertama kali ditemukan hanya ada tujuh kelompok bangunan. Setelah ada penemuan dua kompleks baru, candi pun dinamai Candi Gedong Songo yang berarti sembilan kompleks bangunan. Namun saat ini yang bisa dilihat oleh wisatawan hanyalah lima kompleks, sebab empat kompleks lainnya tinggal puing-puing dan sudah diamankan oleh Dinas Purbakala. Untuk menikmati keseluruhan bangunan candi ada dua cara yang bisa ditempuh, yang pertama adalah berjalan kaki sepanjang 4 km menyusuri jalan berbatu mulai dari Candi Gedong I hingga Candi Gedong V, atau menunggang kuda dengan rute sebaliknya. banyak pengunjung yang memilih untuk menunggang kuda dan memulai petualangan dari Candi Gedong V yang terletak di puncak tertinggi dengan sebutan Puncak Nirwana.
Awalnya sempat gamang ketika harus berkuda membelah hutan dengan jalan yang terjal dan berkelok. Tapi kegamangan itu segera sirna saat kuda mulai melangkah menyusuri jalan. Ketipak tapal kuda yang beradu dengan bebatuan menjadi melodi pengiring perjalanan, berpadu dengan ringkikan maupun kicau burung yang samar terdengar. Jalanan kemudian menukik turun, sehingga YogYES harus menegakkan badan dengan kaki menempel erat di badan kuda. Dari ketinggian Candi Gedong V, saya melayangkan pandangan ke seluruh penjuru dan terlihat gugusan pegunungan Sindoro, Sumbing, Merbabu, dan Telomoyo. Saat menuju ke Candi Gedong IV, mendadak matahari tertutup awan dan kabut mulai merayap turun. Bau belerang yang berasal dari sumber air panas yang terletak di antara Candi Gedong IV dan Gedong III pun mulai tercium. Sejenak YogYES merasa terlempar ke sebuah negeri antah berantah di mana semuanya serba misterius dan sunyi, namun memberikan kedamaian yang abadi.
Jakarta, 25/3/2015
{jcomments on}