Belum banyak yang melirik Solo untuk pengembangan properti Solo namun melihat dari pertumbuhan ekonomi regional, ternyata Solo menunjukkan potensi pasar yang besar dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah. Potensi basis ekonomi lokal relatif cukup kuat untuk dapat menggenjot bisnis properti.
baca juga, Paramount Land Luncurkan Area Komersial Hampton Avenue @ Manhattan District Gading Serpong
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, laju pertumbuhan ekonomi Solo sebesar 4,01% atau lebih tinggi dari laju pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah sebesar 3,32%. Laju ini juga lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitar seperti Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Solo dan sekitarnya didorong oleh lapangan usaha informasi dan komunikasi. Pertumbuhan ekonomi Solo memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Solo Raya, yakni sebesar 18,37%. Keempat sektor utama penopang perekonomian Solo adalah industri pengolahan (29,04%), perdagangan (17,95%), pertanian (12,07%), dan konstruksi (10,27%). Basis ekonomi lokal cukup kuat di Solo. Memang saat ini belum banyak pengembang besar properti yang melirik Kota Solo. Pengembangan properti di Kota Solo masih didominasi oleh para pemain lokal.
Potensi juga muncul dari kawasan megapolitan pariwisata Joglosemar yang merupakan segitiga emas Daerah Istimewa Yogyakarta (Jogja) – Solo – Semarang. Segitiga ini diperkirakan menjadi salah satu pemicu aliran investasi yang semakin cepat dan besar di Solo.
Solo, Sala, dan Surakarta
Sebutan Solo, Sala, dan Surakarta kadang sering membingungkan. Sebagian masyarakat menyebut dengan nama Solo atau Surakarta. Selain itu, dalam hal penulisan dan pelafalannya pun, masyarakat ada yang suka menggunakan nama Solo dan ada juga yang Sala.
Guru Besar Bidang Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, Warto, memaparkan mengenai sejarah yang mengakibatkan lahirnya nama Solo, Sala, dan Surakarta. Warto terlebih dahulu menerangkan sejarah di balik nama Solo dan Sala. Dia mengatakan, pada awalnya nama yang benar adalah Sala. Alasannya, karena kota yang berada di tepi Sungai Bengawan Solo ini dulunya merupakan sebuah desa perdikan yang bernama Desa Sala.
Dahulu, desa ini dipimpin oleh seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau biasa disebut juga Kiai Sala. “Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu kan awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartasura ke Surakarta (Desa Sala) pada 1745,” terang Warto. Lalu, seiring kedatangan orang-orang Belanda, penyebutan nama Sala yang semula menggunakan huruf ‘a’ berubah menjadi ‘o’ sehingga pelafalannya berubah menjadi Solo.
Desa Sala terpilih sebagai lokasi baru keraton. “Sala itu sebuah desa yang ditempati untuk Keraton Surakarta Hadiningrat dengan penguasanya Pakubuwana. Apa bedanya Sala dengan Surakarta? Kalau Surakarta adalah nama kerajaan sama dengan Keraton Kartosuro setelah pindah ke Desa Sala,” tambahnya.
Seiring perjalanan waktu, Surakarta yang merupakan nama dari sebuah keraton ditetapkan menjadi nama resmi kota administratif. Sehingga untuk nama resmi, penulisan yang benar adalah Kota Surakarta. Sedangkan, nama Solo atau Sala merupakan penyebutan populer atau yang umum di masyarakat. Solo memberikan kesan lebih nonformal serta mudah diucapkan. Adapun istilah ‘Surakarta’ sendiri, digunakan untuk penyebutan yang lebih formal pada instansi-instansi birokrasi pemerintahan.
Kemana Perkembangan Solo
Solo dan kota-kota satelitnya (Kartasura, Solo Baru, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak) adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Kawasan Solo Raya ini unik karena dengan luas kota Surakarta sendiri yang hanya 44 km persegi dan dikelilingi kota-kota penyangganya yang masing-masing luasnya kurang lebih setengah dari luas kota Surakarta dan berbatasan langsung membentuk satu kesatuan kawasan kota besar yang terpusat.
Meskipun kalah pamor dibandingkan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kota pelajar, Solo adalah salah satu kota yang juga dikenal sebagai kota pelajar. Biaya hidup di Solo termasuk yang termurah di Indonesia. Ditambah lagi, di Solo ada salah satu kampus negeri ternama di Indonesia yaitu Universitas Sebelas Maret (UNS).
Selain UNS paling tidak ada 14 kampus lagi di Solo, yaitu Universitas Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Islam Batik, Universitas Bina Sarana Informatika, Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Sahid Surakarta, Universitas Slamet Riyadi, Universitas Kristen Surakarta, Institut Seni Indonesia Surakarta, Universitas Setia Budi Surakarta, Universitas Tunas Pembangunan, Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta, Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta.
Pertumbuhan properti seputaran kampus belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Meskipun demikian perkembangan pembangunan infrastruktur, aksesibilitas, dan fasilitas umum di Solo terbilang sangat pesat untuk wilayah seluas 44,02 km2. Untuk ruas jalan tol saja kota ini menyediakan beberapa pilihan, seperti Tol Solo-Kertosono, Tol Solo-Ngawi, Tol Solo-Jogja-YIA, dan lainnya. Tol Solo-Ngawi sendiri merupakan tol terpanjang di Indonesia dengan total 90,43 km yang membelah Kabupaten Boyolali, Karanganyar, Sragen, hingga Ngawi. Selain itu tersedia juga fasilitas transportasi yang dimiliki Kota Solo, antara lain Bandara Internasional Adi Sumarmo, Terminal Bus Tirtonadi, dan Stasiun Kereta Api Balapan. Lalu didukung juga dengan banyaknya fasilitas kesehatan, pendidikan, pusat perbelanjaan yang merata di berbagai wilayah. Tak terkecuali banyaknya tempat wisata yang bisa dinikmati setiap saat.
Seperti kota-kota lainnya, perkembangan dimulai dari pusat Kota Solo di Jalan Slamet Riyadi. Pusat perbelanjaan, hotel, kuliner, dan komersial lainnya sudah padat berderet. Perkembangan ini terus melebar ke semua wilayah di Solo.
Ke arah selatan, perkembangan Solo cukup pesat dengan tarikan dari Solo Baru. Kawasan Solo Baru ini sebenarnya baru dikembangkan sekitar tahun 1990-an, sebuah perusahaan pengembang perumahan mulai mengembangkan ide untuk membuat kota mandiri di sekitar Solo. Awalnya, idenya hanya sebatas untuk mendirikan permukiman saja dengan luas 200 ha. Sebagian masyarakat ada yang tidak setuju dengan penamaan
Solo Baru karena dianggap sebagai ‘pesaing’ Kota Solo. Namun dengan berjalannya waktu, tarikan Solo Baru semakin kuat dengan fasilitas yang semakin lengkap dan mulai berkembang secara komersial. Kondisi membuat koridor selatan Solo menjadi berkembang pesat. Di pusat Solo Baru harga tanah sudah ada yang mencapai Rp10 jutaan/m2.
Sedangkan di daerah antara Solo dengan Solo Baru masih ada harga tanah matang terendah Rp3 jutaan/m2. Secara umum harga tanah matang di wilayah ini sebesar Rp5,6 jutaan/m2.
Di sisi barat di Kecamatan Laweyan, perkembangan perumahan lebih beragam. Di sisi selatan mulai tumbuh proyek-proyek perumahan menengah bawah yang berbeda dengan pengembangan yang ada di sisi utaranya. Kedekatan dengan bandara membuat sisi utara lebih agresif. Wilayah ini berbatasan dengan Kecamatan Colomadu, Karanganyar yang merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk yang paling tinggi. Proyekproyek perumahan skala kecil sudah marak di sekitarnya dan menyasar segmen menengah-atas.
Harga tanah matang di wilayah ini pun relatif lebih tinggi dibandingkan sisi selatan dengan rata-rata harga tanah matang senilai Rp6,9 jutaan/m2.
Posisi strategis lokasi membuat patokan harga tanah sudah tinggi. Sedangkan di sisi utara harga tanah matang rata-rata lebih rendah
atau senilai Rp4,5 jutaan/m2, bahkan masih ada dijual dengan harga Rp2,8 jutaan/m2.
Bernadetta Haryanti, Branch Manager ERA VENTURA Solo Properti di Solo berkembang dengan sangat pesat. Ada kota mandiri di Solo Baru dengan segmen pasar menengah ke atas. Di wilayah Solo Barat ada Perumahan Fajar Indah, dan Fajar Permata, yang penjualan semuanya laku keras. Jadi, wilayah-wilayah di Solo, seperti Solo Baru dan Solo Barat (Colomadu, Kartasura, dan Gentan) akan berkembang maju dengan potensi sangat baik ke depannya.
Hal ini senada dengan Herlina Widya Novita, Office Manager LJ Hooker Solo yang mengatakan perkembangan pasar properti di Kota Solo cukup bagus. Masing-masing wilayah memiliki potensi dengan target pasar yang berbeda. Misalnya, untuk perumahan daerah selatan meliputi Solo Baru dan Gentan lebih ke segmen perumahan menengah ke atas. Untuk daerah barat meliputi Fajar Indah, Gajahan dan Colomadu lebih ke segmen perumahan menengah ke atas. Sedangkan untuk daerah utara meliputi Mojosongo dan sekitarnya untuk perumahan pada segmen
menengah ke bawah.
Adapun untuk industri di daerah Karanganyar paling berkembang dan juga di daerah Sukoharjo. Namun jika dilihat secara keseluruhan ke depannya, perkembangan kota akan mengarah ke barat dan selatan Solo. Namun bagaimana dengan wilayah Solo utara dan timur?
Perkembangan Kota Solo melebar ke semu arah, barat dan selatan akan terus berkembang, namun ternyata arah utara dan timur masih menunggu momentum. Dengan semakin berkembangnya Kota Solo, arah perkembangan kota selanjutnya terlihat ke arah utara dan timur di Kecamatan Jebres dan sekitarnya. Saat ini wilayah tersebut masih belum banyak diminati untuk pengembangan perumahan ataupun komersial, meskipun wilayah ini terhubung dengan jalan lingkar luar yang menghubungkan barat dan timur Solo. Apakah ini akan menjadi arah perkembangan Kota Solo selanjutnya?
Perkiraan ini bukan tanpa alasan, karena bila dilihat sebagian besar basis ekonomi industri sedang dan besar ada di wilayah ini. Paling tidak
sebesar 37,08% industri beroperasi di wilayah ini. Belum lagi Universitas Sebelas Maret (UNS) ternyata juga berada di Jebres. Bahkan UNS
termasuk dalam daftar 10 besar universitas dengan mahasiswa terbanyak. Bayangkan potensi pasar yang ada disana.
Patokan harga tanah matang di wilayah Jebres pun terbilang masih rendah, berkisar 2,5 – 4,2 jutaan/m2 dibandingkan wilayah lainnya.
Meskipun terdapat beberapa proyek perumahan, namun masih didominasi oleh perumahan menengah bawah. Namun dilihat dari ketersediaan
lahannya dan pertumbuhan wilayah, sisi utara dan timur ini menyimpan potensi yang terbilang besar ke depan.