Bogor, PropertyandtheCity.com – Berdasarkan hasil riset Rumah.com Indonesia Property Market Index, landed house atau rumah tapak seharga di atas Rp1 miliar belakangan menjadi produk properti yang kian digemari. Sekitar 62 persen dari total pencarian rumah tapak di Rumah.com diklaim menunjukkan ketertarikan pada rumah dengan harga di atas Rp1 miliar. Angka tersebut naik dibanding tahun sebelumnya yang hanya 54 persen.
Country Manager Rumah.com Marine Novita mengatakan, hal tersebut menjadi indikasi positif terhadap daya beli masyarakat sekaligus merespon kenaikan indeks harga dan ketersediaan hunian. Minimal, dengan rumah mulai Rp750 juta hingga Rp1 miliar lebih, konsumen lebih leluasa mendapat pilihan hunian berikut lokasi yang lebih strategis.
Ambil contoh hitungan kasar, untuk KPR dengan plafon Rp750 juta dan asumsi suku bunga 8% dengan tenor angsuran selama 15 tahun, maka besar cicilannya kisaran Rp7,2 juta per bulan. “Penghasilannya minimal harus Rp21 jutaan. Saya kira cukup banyak pasangan muda kelas menengah dengan dual income suami istri di ibu kota dapat memenuhi kriteria ini,” kata Marine dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (4/8/2023).

Secara umum, Marine menyebut pasar properti di Indonesia menunjukkan sentimen positif pada kuartal pertama (Q1) 2023, terlihat pada indeks harga dan permintaan. Indeks harga tercatat naik 1,7 persen secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ) pada Q1 2023.
Secara tahunan kenaikan harga pada Q1/2023 turut tumbuh, yaitu sebesar 7,1 persen. Meski begitu, indeks suplai Q1/2023 masih stagnan pada angka yang sama dengan kuartal sebelumnya (Q4/2022), kendati secara tahunan menunjukkan kenaikan sebesar 6,6 persen.
Pihaknya mecatat harga hunian di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mengalami kenaikan rata-rata 2,6% (QoQ) dan 11,8% (Year on Year/Yoy). “Pertumbuhan tertinggi dialami Kabupaten Bekasi yaitu naik 3.7 persen, disusul Kabupaten Bogor 3.0 persen dan Kota Depok 2.7 persen secara kuartalan. Laporan Property Market Report Q3 2023 dengan data H1 2023 sedang kami susun,” ujarnya.
Sementara dari sisi demand, naik 14,5 persen pada Q1/2023, tumbuh jauh dibanding kuartal sebelumnya yang turun 20 persen. Catatan Rumah.com tersebut boleh jadi menjadi sinyal bagus pasar properti nasional kendati permintaan pada Q1-2023 masih lebih rendah ketimbang kuartal yang sama tahun sebelumnya, selisihnya mencapai minus 19,7 persen.
Apa Kabar Apartemen?
Pada laporan Rumah.com Consumer Sentiment Survey H1 2023, menyebut sebanyak 67 persen pencari rumah tidak mempertimbangkan hunian vertikal sebagai pilihan utama. “Penyebabnya, selain karena dianggap kurang luas, atau tidak suka tinggal di bangunan tinggi, ada juga kekuatiran terhadap status hukum kepemilikan hunian vertikal tersebut. Alasan ini dikemukakan oleh 35% pencari rumah,” ungkap Marine.
Yang menarik, di saat permintaan terhadap hunian di Jabodetabek menurun secara tahunan, permintaan terhadap apartemen di wilayah Jakarta justru meningkat. Permintaan terhadap apartemen naik sebesar 15 persen (QoQ) dan 3 persen(YoY) pada Q1/2023.
“Kenaikan permintaan terhadap apartemen di Ibu Kota justru lebih tinggi dibandingkan permintaan terhadap rumah tapak, yakni 13 persen (QoQ) dan -14 persen (YoY). Sementara itu, fokus permintaan terhadap apartemen di wilayah Jakarta pada kuartal pertama tahun ini tertuju pada Jakarta Selatan dan Jakarta Utara,” jelasnya.
Dari segi usia, pencari apartemen didominasi usia 25-34, sementara rentang usia selanjutnya cenderung menurun. Faktornya rupa-rupa, namun persepsi tentang apartemen yang dianggap kurang akomodatif secara dimensi, khususnya bagi keluarga yang punya anak dianggap turut memengaruhi minat konsumen.
“Alasan utama tidak memilih apartemen umumnya adalah ukuran yang dianggap tidak sebesar rumah tapak. Kemudian disusul dengan tidak suka tanggal di gedung tinggi, lalu khawatir dengan status kepemilikannya. Tinggal di apartemen juga terlalu banyak batasan bagi keluarga yang masih tumbuh,” terang Marine.
Marine menjelaskan baik rumah tapak pun apartemen sama-sama memiliki tantangan tersendiri di bisnis properti. Meski suku bunga di Indonesia yang cenderung tinggi, bahkan Net Interest margin termasuk yang tertinggi di dunia di kisaran 500 basis poin, namun inflasi dan suku bunga dalam tiga tahun terakhir relatif terjaga.
“Tahun-tahun pemilu biasanya terjadi penurunan penyaluran kredit, tapi tahun yang sedang berjalan ini masih bisa dimaksimalkan. Bahkan secara historis biasanya penyaluran dana khususnya di bidang properti (KPR) memuncak tepat sebelum memasuki tahun politik,” pungkasnya.