Top 5 This Week

Related Posts

Kebijakan Insentif Diskon Bayar PBB-P2 dan BPHTB Sudah Cukup?

Propertyandthecity.com, Bogor – Memasuki pertengahan Agustus 2021, pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberi sejumlah insentif fiskal sebagai upaya pemulihan ekonomi bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Adalah diskon 10-50 persen untuk pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan diskon bayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan, serta Perkotaan (PBB-P2) sebesar 10-20 persen. Besar kecil diskon tergantung kapan wajib pajak membayarnya. Semakin cepat membayar maka semakin besar potongannya.

Baca: Pemprov DKI Jakarta Beri Diskon Pajak Hingga 50 Persen, Ayo Manfaatkan!

Pengamat properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai kompensasi yang diberikan Pemprov DKI Jakarta tersebut adalah bukti kepedulian pemerintah terhadap situasi keuangan wajib pajak saat ini.

Khusus pelonggaran BPHTB, ia melihat beleid tersebut akan berdampak pada permintaan sektor properti di segmen sekunder. “Keringanan bea PBB-P2 tidak akan berpengaruh signifikan bagi penjualan rumah seken. Keringanan BPHTB akan menjadi kebijakan yang sangat dinantikan untuk dapat memberikan peningkatan khususnya di pasar perumahan sekunder,” ujar Ali kepada propertyandthecity.com di Jakarta, Kamis (19/8/2021).

Ia berharap, Pemprov DKI Jakarta dapat melakukan sosialisasi intens kepada seluruh stake holder properti agar kebijakan ini berjalan efektif. “Pelaku realestat harus mengetahui secara persis kelonggaran-kelonggaran apa saja yang diberikan Pemprov DKI Jakarta saat ini. Harapannya, sisa waktu di paruh dua tahun 2021 ini menjadi time to buy property karena sejumlah keringanan itu,” jelas Ali yang memproyeksikan penjualan rumah seken bisa naik 15 persen di akhir tahun karena insentif tersebut.

Sementara itu Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Ajib Hamdani mengatakan BPHTB diatur sesuai dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dimana kewenangan penetapan tarif ada di pemerintah daerah.

Baca: Kembali Digelar Online, IPAF 2021 Hadirkan Keenan Pearce sebagai Inspirational Speaker

“Kebijakan penurunan tarif BPHTB ini sangat positif untuk lebih menggairahkan transaksi dan putaran ekonomi. Ini adalah salah satu bentuk insentif fiskal dari daerah, yang dibutuhkan masyarakat dan dunia usaha,” ungkap Ajib kepada propertyandthecity.com melalui sambungan seluler di Bogor, Rabu (18/8/2021).

Seperti diketahui, bea BPHTB ini dikenakan terhadap semua transaksi properti baik baru maupun lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Besarnya 5 persen dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pakak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Di Jakarta NJOPTKP ditetapkan pemerintah provinsi sebesar Rp60 juta. Jadi, misal untuk hunian seharga Rp2 miliar, BPHTB yang harus dibayar adalah 5% x (Rp2 miliar – Rp60 juta) = Rp99,7 juta, hampir menyentuh Rp100 juta. Tentu biaya akan menjadi sangat efisien jika ada keringanan biaya BPHTB karena setoran dipangkas 10-50 persen.

Ajib menilai insentif BPHTB tersebut akan mendorong orang-orang untuk membelanjakan uangnya di sektor properti lantaran pembayaran pajak BPHTB yang harus dibayarkan cukup efisien.

“Ketika sektor properti bergairah kembali, maka ini akan memberikan multuplier effect untuk bisnis-bisnis lain penyerta bisnis properti. Untuk melihat seberapa besar dampaknya, harus dikaji lebih dulu juga, kekuatan likuiditas yang ada di masyarakat,” terangnya.

Baca: Tahun 2022, Triniti Land Garap Proyek Baru 95 Hektar di Sentul

Sedangkan pajak PBB yang sebagian bebannya ditanggung pemerintah juga dinilai bagus. “Jadi beban pajak bisa lebih berkurang lagi. Ini kebijakan yang menjadi ranah Kementerian Keuangan,” pungkas Ajib.

Popular Articles