Propertyandthecity.com, Jakarta – Salah satu yang dapat dijadikan indikator melihat daya beli masyarakat tentunya dengan melihat besaran dana pihak ketiga (DPK) di perbankan. Di tengah pandemi Covid-19, Bank Indonesia mencatat, DPK perbankan pada Agustus 2020 tumbuh 10,9 persen menjadi Rp6.228,1 triliun, melanjutkan kenaikan bulan sebelumnya sebesar 7,7 persen.
Secara umum, simpanan berjangka mencatat peningkatan dari 5,5 persen (yoy) Juli 2020 menjadi 5,9% (yoy), khususnya di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Giro mengalami peningkatan pertumbuhan dari 11,2 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 22,2 persen (yoy) pada Agustus 2020 baik dalam valuta rupiah maupun valas, khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Baca: Waspada! Pertumbuhan Masih Ditopang Konsumsi Pemerintah
Sementara itu, tabungan tercatat meningkat dari 8,2 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 10,2 persen (yoy) terutama disebabkan tabungan rupiah dan valas di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Yang menarik lagi, ternyata jumlah tabungan senilai di atas Rp5 miliar tumbuh mencapai Rp373 triliun sepanjang Januari hingga Agustus 2020. Angka tersebut meningkat tiga kali lipat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni hanya Rp115 triliun.
Bahkan, bila dibandingkan 2018 dan 2019 masing-masing sebesar Rp130 triliun dan Rp162 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa golongan masyarakat menengah atas cenderung untuk tinggal di rumah dan tidak bepergian. Kecenderungan berbelanja pun menurun drastis.
Peningkatan dana di atas Rp5 miliar lebih banyak didorong oleh penempatan dana oleh pemerintah kepada kementerian, dan pemerintah daerah. Ini juga didorong oleh penempatan dana oleh korporasi dan sebagian perorangan.
Baca: Lie Min: Saat Tepat Beli Properti di Banten
Sementara itu, penabung segmen dibawah Rp5 miliar mengalami penurunan 3 persen sampai 5 persen dan diperkirakan akan semakin menurun. Semakin bawah golongan masyarakat saat ini lebih banyak yang mengambil simpanan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek mereka, terkait juga dengan berkurangnya pendapatan dan kehilangan pekerjaan.
Berbeda dengan penghimpunan DPK, penyaluran kredit perbankan hingga Agustus 2020 tercatat sebesar Rp5.520,9 triliun atau tumbuh tipis 0,6 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 1 persen (yoy).
Ketidakseimbangan ini dapat membuat tidak bergeraknya ekonomi karena lebih banyak masyarakat yang menyimpan uang di tabungan dibandingkan untuk membelanjakan uangnya.
Dalam kondisi ini Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch melihat bahwa sebenarnya golongan yang masih mampu untuk membeli properti pastinya golongan menengah atas. Meskipun demikian dengan kehati-hatian yang ada, membuat pasar properti harus ekstra kerja keras untuk dapat mengambil hati golongan ini.
Berdasarkan riset terakhir dari Indonesia Property Watch ternyata minat masyarakat untuk membeli properti sebenarnya masih cukup tinggi yaitu sebesar 68,09 persen. Bahkan terjadi kecenderungan peningkatan pembelian properti dengan tunai keras atau bertahap dibandingkan dengan KPR. Meskipun dominasi tetap dengan cara pembelian melalui KPR.
Baca: MESKI MENGALAMI KENAIKAN, PASAR PERUMAHAN BELUM STABIL
Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan pasar membeli properti saat ini, yaitu harga yang menarik, brand pengembang, desain bangunan, lingkungan yang sehat, fasilitas, dan akses lokasi.