...

SUTOTO MENDEDAH SURABAYA

Seperempat abad menjalankan bisnis properti Ciputra Group di Surabaya,
Sutoto menyebutnya sebagai kota yang paling lama ditinggali. Apa pendapatnya tentang properti di Surabaya?

Baca juga : THE BIGGER YOUR QUESTION, THE BIGGER YOUR SUCCESS

25 tahun dipercaya memegang bisnis properti di satu wilayah tentu bukan waktu yang pendek, dan mungkin tidak banyak juga yang melewati waktu sepanjang itu. Di rentang waktu sepanjang seperempat abad itu pasang surut dan dinamika bisnis pasti akan dialami. Itulah Sutoto Yakobus, Senior Director PT Ciputra Development Tbk yang sudah 25 tahun dipercaya memegang bisnis properti Ciputra Group di Surabaya. Tidak berlebihan kalau Sutoto tahu banyak perkembangan properti di empat penjuru mata angin di Surabaya. Dia akan menjelaskan dengan fasih.

Alkisah, cerita dimulai ketika Toto, panggilan akrab Sutoto, ditarik ke Semarang dari proyek Citra Garden di Cingkareng. Posisinya ketika itu sebagai Marketing Manager Citra Garden. Citra Garden adalah proyek pertama yang ia tangani sejak bergabung ke Ciputra Group. “Tahun 1990 saya ditarik kantor pusat untuk pegang proyek di Semarang yaitu mall dan Hotel Ciputra. Saya harus mondar mandir Jakarta-Semarang,” ujar Toto yang bergabung ke Ciputra Group sejak tahun 1989.

Selepas dari Semarang yang hanya tiga tahun dijalani, Toto kembali menjalani tour of duty menuju Surabaya pada akhir tahun 1993. Kota Pahlawan ini rupanya mematri kaki kaki Toto untuk tidak beranjak keluar dari Surabaya. Inilah perjalanan panjang Toto di Ciputra Group di satu daerah yang kalau dihitung hingga sekarang sudah menghabiskan waktu 25 tahun. Tak salah kalau ia menyebut dirinya termasuk paling senior di Surabaya. “Sudah 25 tahun di Surabaya, kota yang paling lama ditempati dibandingkan kota kelahiran saya di Semarang,” ujar pria kelahiran Semarang, 24 Juli 1961.

“Akan semakin banyak orang membeli rumah di Surabaya,
dan supply semakin banyak sehingga harga menjadi lebih
terjangkau,”

Dengan rentang waktu panjang itu, banyak hal yang bisa diceritakan Toto terkait kondisi properti di Surabaya. Pemaparannya cukup komprehesif mulai dari Surabaya Barat, timur, utara dan selatan. Terkait kondisi pasar properti terkini di Surabaya, misalnya, Toto punya beberapa analisa. Menurutnya, walaupun ada beberapa jenis properti yang pasarnya kurang bagus di Surabaya, tetapi selalu ada ceruk-ceruk pasar yang masih bisa ditemukan. Tinggal bagaimana kemampuan pengembang di Surabaya
untuk menemukan cerup pasar yang masih bisa dimasuki. Siapa yang jeli ia tetap bisa jualan produknya.

Di sisi lain kondisi saat ini justru menjadi seleksi pasar bagi produk-produk
properti. Konsumen lebih selektif dalam memilih properti. Produk properti yang unggul akan lebih laku daripada properti yang biasa-biasa saja. “Kalau pasar properti sedang booming, properti yang aneh-aneh pun pasti laku. Tetapi dengan kondisi seperti sekarang ini penjualan berat, hanya properti yang bagus yang dicari konsumen karena konsumen lebih selektif memilih properti,” ujar Toto

Ceruk pasar seperti apa yang masih bisa dimasuki. Toto menyebut landed house terutama yang di bawah harga Rp1 miliar di Surabaya dinilai masih banyak peminatnya. Padahal pengembang yang menggarap landed di harga ini terbilang masih sedikit jumlahnya di Surabaya. Kondisi ini ditambah lagi tidak banyak pengembang yang bermain di harga di bawah Rp1 miliar memiliki lokasi yang menarik.

Baca Juga : GOLDEN PROPERTY AWARDS 2019 THE WINNERS

“Kita harus bisa melihat ceruk-ceruk pasar yang bisa kita jualan. Konsumen juga melihat lokasinya oke tidak. Lokasi oke berarti punya prospek bagus untuk bisa berkembang ke depannya,” ujar lulusan teknik sipil, Universitas Gajah Mada Jogyakarta, angkatan 1980.

Bagaimana dengan pasar apartemen di Surabaya. Toto tak membantah saat ini pasokan apartemen di Surabaya agak kelebihan. Kondisi ini terjadi karena semua orang melihat apartemen adalah produk yang gampang dibangun. Ada lahan sedikit, jadi pengembang bangun apartemen. “Punya tanah cuma 2 ribu meter saja sudah jadi apartemen,” ujarnya. Padahal, dengan lahan kecil paling hanya mampu membangun satu atau dua tower. Inilah yang disebut apartemen berdiri sendiri dan sangat berat jualannya karena sudah kebanyakan pasokan. Kondisi berbeda terjadi terhadap apartemenapartemen yang dibangun oleh grup besar dan berlokasi
di kawasan strategis seperti berada di dalam CBD atau superblok. Apartemen yang dibangun oleh Ciputra Group, Pakuwon atau PP Properti, misalnya, bisa dibilang masih bagus penjualannya. Selain ditopang
nama besar pengembangnya juga berada di lokasi yang diminati investor. “Apartemen kami di dalam CBD dekat dengan UC (Universitas Ciputra-red) masih oke jualannya,” ujar ayah tiga anak ini.

Toto melihat pembeli apartemen di Surabaya antara end user dan investor dinilai masih seimbang. Walaupun segmen apartemen juga ikut menentukan pembeli terbanyak datang dari investor atau sebaliknya.
Ia memberi contoh apartemen di Ciputra World pembelinya bisa dibilang seimbang antara end user dan investor. Ini berbeda dengan apartemen yang lokasinya dalam jangkauan perguruan tinggi, misalnya, apartemen
dekat kampus UC sekitar 70 persen pembelinya datang dari investor. Bisa ditebak mereka akan sewakan kepada mahasiswa yang kuliah di UC.

Tidak jauh berbeda dengan di Jakarta, para ekspatriat di Surabaya juga menjadi andalan penyewa apartemen. Di Ciputra World, misalnya, banyak penyewa datang dari para ekspatriat yang bekerja di kawasan industri di
Surabaya. Hanya saja kemampuan kantong ekspatriat di Surabaya tidak bisa dibandingkan dengan para ekspatriat di Jakarta. “Di Surabaya budget para ekspatriat lebih kecil, setahun paling budget mereka sekitar Rp100 juta sampai Rp250 juta,” ujar Sutoto.

Tanah adalah unsur pokok dalam bisnis properti. Harga properti kerap ditentukan oleh lokasi tanah. Sebagai kota kedua terbesar setelah Jakarta, harga tanah di Surabaya terus mengalami pergerakan. Dalam pengamatan Toto dulu masyarakat Surabaya belum banyak yang paham soal harga tanah. Tetapi sekarang dengan makin terbukanya informasi, masyarakat
tahu persis potensi ke depan tanah yang dimilikinya. Misalnya, masyarakat yang tanahnya berada di sekitar kawasan pengembangan, apabila tanahnya akan dilepas memasang harga sebisa mungkin tidak jauh berbeda dari tanah yang dimiliki para pengembang di sekitarnya.

Ia memberi ilustrasi kalau CitraLand menjual tanah Rp10 juta per meter, masyarakat di sekitar pengembangan CitraLand akan memasang harga Rp5 juta per meter. Pemilik lahan sepertinya punya bayangan kawasan yang
ditempati pengembang besar punya prospek bagus ke depannya. Bisa dimaklumi kalau kemudian dia menjual dengan disparitas harga tidak terlalu jauh.

Sutoto mengaku pernah mendengar harga tanah komersial di Surabaya sudah mencapai angka Rp55 juta per meter persegi. Ini harga tertinggi yang pernah ia dengar. Kalaupun ada harga tanah komersial sampai Rp100 juta per meter persegi dinilai sudah tidak wajar. Bisa jadi karena ada pengembang yang terdesak butuh lahan sehingga berani membeli dengan harga di luar kewajaran. “Kalau harga Rp55 juta seperti di Jalan Mayjen Sungkono yang saya dengar, angka itu termasuk wajarlah,” ujarnya.

Ibarat pepatah “ada gula ada semut”. Begitulah menggambarkan infrastruktur dengan properti. Pembangunan infrastruktur di satu kawasan dipastikan akan diikuti dengan pertumbuhan properti baru. Ini juga yang dilihat oleh Toto terhadap potensi properti terkait dengan pembangunan infrastruktur di Surabaya. Toto mengakui pembangunan infrastruktur jalan di Surabaya tidak terlalu banyak atau massif. Saat ini yang ada pembangunan jalan lingkar luar barat (JLLB), jalan lingkar luar timur (JLLT) dan middle east ring road (MERR) atau jalan lingkar dalam timur Surabaya.

JLLB saat ini sedang dikebut oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan
ditargetkan selesai tahun 2020. Toto meyakini keberadaan infrastruktur akan memberi nilai positif untuk bisnis properti dan membuat Kota Surabaya lebih nyaman. “Akan semakin banyak banyak orang membeli rumah di Surabaya, dan supply semakin banyak sehingga harga menjadi lebih terjangkau,” ujar Sutoto, yang juga dosen tidak tetap pada Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Toto yang sepertinya bakal menghabiskan sebagian besar karirnya bersama Ciputra Group di Surabaya, tahu betul kemana arah pengembangan Surabaya ke depannya. Jejak karirnya 25 tahun di Surabaya sudah cukup baginya membaca peta perkembangan Surabaya di empat penjuru angin. Menurutnya, Surabaya arah timur lahannya sudah habis. Arah selatan sebetulnya lahanya juga semakin habis untuk pengembangan. Hanya saja karena selatan tersambung dengan Sidoarjo, masih ada lahan tersedia di Sidoarjo. Di utara Surabaya masih ditemukan lahan. Apalagi bila “ditambaltambal” sampai tersambung ke kawasan Gelora Bung Tomo, masih banyak lahan untuk pengembangan. Sedikit catatan lahan di utara
ternyata peruntukannya lebih banyak untuk industri. Bagaimana dengan
barat Surabaya?

Dalam pengamatan Sutoto lahan di barat juga tidak akan lama lagi bakal habis karena banyak diserbu pengembang. Lebih ke barat lagi sudah masuk wilayah Gresik. Untuk Gresik diakui masih banyak lahan yang tersedia. Toto mengakui pihaknya banyak mendapat tawaran lahan di Gresik. Tetapi untuk saat ini belum berminat untuk menambah lahan lagi di Gresik. Ciputra Group sudah punya seribu hektar di Gresik dan seribu hektar di barat.

Sutoto tak membantah kalau Gresik awalnya wilayah tandus, dan sulit mendapatkan air. Tidak heran ketika itu orang tidak berminat tinggal di Gresik. “Itu sebabnya dulu kami beli di sini pun gampang. Tetapi sekarang kawasan CitraLand sudah dikembangkan menjadi kawasan hijau yang nyaman untuk orang tinggal dan bekerja,” ujar pria yang pernah menjadi Ketua Umum DPD REI Jawa Timur periode 2005-2008.

Terhitung sudah 30 tahun Toto bekerja di lingkungan Ciputra Group sejak masuk tahun 1989. Apa yang bisa dinikmati dari menggeluti bisnis properti. Sekadar catatan, sebelum bergabung ke Ciputra Group, pria yang pernah menjadi Ketua Bidang Umum Persatuan Golf Indonesia ini pernah menjadi manajer pemasaran di PT Tensindo yang bergerak di bidang elektronik.

“Bekerja di properti hasil kerjanya kelihatan yang kelak bisa diceritakan kepada anak cucu kita. Bidang ini juga langsung menyentuh kepada hajat hidup orang banyak. Kita merasa sangat puas dan tenang ketika hasil kerja kita diapersiasi, banyak orang merasa puas tinggal properti yang kita bangun,” papar Sutoto. ● (Hendaru, Pius Klobor)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini