PropertyandtheCity.com, Bogor – Upaya pemerintah mendongkrak bisnis properti melalui relaksasi pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi nol persen (0%) bagi pembelian aset properti yang bernilai di bawah Rp2 miliar hingga pertengahan tahun depan, mendapat respon positif dari sejumlah pengembang properti tanah air.
Bukan hanya bantuan PPN, masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR, juga mendapatkan insentif untuk pengurusan administrasi rumah baru mulai dari BPHTB dan lain-lain senilai Rp4 juta. Ini berlaku hingga tahun 2024.Ketua Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Harry Endang Kawidjaja menyambut baik kebijakan dua bulan menjelang tutup tahun 2023 ini. Adanya stimulus fiskal itu menjadi katalis positif bagi industri properti yang memang sudah tertekan dalam empat tahun belakangan.
“Ini adalah stimulus positif yang akan meningkatkan perputaran uang atau money velocity menjelang pemilu. Kebijakan ini memberi angin segar,” kata Endang kepada PropertyandtheCity.com, melalui sambungan seluler di Bogor, Jawa Barat, Rabu (25/10/2023).
Diungkapkan Endang, perpanjangan insentif ini akan berdampak mengingat sektor properti memiliki multiplier effect yang besar kepada industri lainnya seperti semen, baja, kayu, pasir dan lain-lain, kendati bagi produk rumah bersubsidi dinilai tidak akan berdampak besar sebab pembebasan PPN sudah diterapkan untuk rumah murah melalui KPR subsidi dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
“Bagi sektor rumah subsidi yang memang sudah bebas PPN tidak berdampak banyak, tetapi bagi segmen rumah sederhana seharga Rp250 juta hingga Rp500 jutaan kebijakan membebaskan pajak properti ini sangat membantu,” ungkapnya.
Terkait insentif untuk pengurusan administrasi rumah baru mulai dari BPHTB dan lain-lain senilai Rp4 juta yang diberikan oleh pemerintah, Dia berharap Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) tersebut dapat mengurangi biaya pengeluaran yang diperlukan untuk penyelesaian legalitas proses Kredit Pemilikan Rumah (KPR). “Tambahan bantuan itu diharapkan KPR bisa 99% LTV untuk rumah bersubsidi,” tukas Endang.
Kejar Waktu
Pengusaha properti sekaligus Direktur Utama PT Kreasi Prima Nusantara (Kreasi Prima Land) Hadiana, turut merespons positif upaya pemerintah memahami permasalahan yang dialami pelaku industri properti.
“Ini berita menggembirakan menjelang akhir tahun. Sebelumnya semacam ada rasa pesimis mengingat terjadi kontraksi ekonomi, pasar tertekan akibat gejolak ekonomi dunia yang terjadi belakangan ini. Oleh karena itu, diharapkan terdapat peluang yang baik dari sisi industri properti melalui kebijakan fiskal ini,” ujarnya saat dihubungi PropertyandtheCity.com, Selasa (24/10).
Hadiana tak menampik bahwa beberapa waktu lalu penjualan rumah di sejumlah proyeknya mengalami penurunan. Bahkan proyek rumah tapak dengan lokasi strategis bisa turun 15-20% year on year. “Kalau lokasi perumahannya agak masuk ke dalam, (penjualan) turun 30% sampai 40% (yoy),” lanjutnya.
Maka itu, Hadiana dan sekawanan pengusaha properti lainnya tidak sabar menunggu aturan-aturan dan skema yang diputuskan dalam relaksasi pajak dan insentif lainnya tersebut. “Tinggal tunggu mekanismenya satu-dua hari ke depan,” jelasnya.
Rasa senang juga disampaikan Ketua Kompartemen Bidang Pembiayaan dan Perbankan DPD REI 2023-2027, Tuti Mugiastuti. Pengembang aktif sejumlah perumahan subsidi di Jawa Barat ini mengaku semakin bersemangat membangun rumah usai pemerintah memberikan stimulus pajak dan bantuan tambahan biaya KPR.
“Tentu kita sangat antusias, senang dan makin semangat untuk menyelesaikan pembangunan rumah karena ada batas waktu sampai Juni 2024. Sebagian developer yang punya rumah subsidi ready stock, berarti tinggal akad saja. Kalau rumah komersial. seperti proyek perumahan saya di Bandung Barat, yaitu Pesona Alam Jatinangor, harga rumahnya Rp420 juta, itu ada akad kredit inden, kita bisa menyesuaikan. Harus pandai-pandai membuat strateginya agar peluang memanfaatkan kebijakan itu bisa maksimal,” terang Tuti.
Regulasi Khusus?
Perlu diketahui, setelah beberapa waktu kalangan pengembang harap-harap cemas menunggu keputusan pemerintah pusat soal insentif pajak sektor properti, pekan ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengabarkan, PPN rumah baru di bawah Rp 2 miliar ditanggung 100% dan bantuan administratif senilai Rp4 juta oleh pemerintah hingga Juni 2024. Setelah itu, pemerintah hanya menanggung 50 persen PPN.
Kendati baru diputuskan, Tuti berharap kebijakan pro masyarakat ini bisa diperpanjang hingga akhir tahun. “Berharap selamanya. Tapi kita manfaatkan dulu yang ada, pasti nanti ada pengajuan diperpanjang. Mudah-mudahan bantuan biaya administratif Rp4 juta itu masuk ke biaya proses. Jadi mantab sekali, ada pembebasan BPHTB, ditambah SBUM Rp4 juta tadi,” tandas Tuti yang juga Ketua Komisariat REI Bekasi ini.
Namun, krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 memerlukan ‘double generator’ untuk mengatasinya. Selain dua kebijakan fiskal tersebut, kalangan pengembang rumah bersubsidi juga memerlukan kebijakan dan insentif tambahan untuk mempercepat pengurangan backlog rumah 12,1 juta unit.
Terkait dengan itu kalangan developer minta agar diberlakukannya regulasi khusus untuk rumah subsidi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken peraturan pemerintah (PP) No. 64 Tahun 2016 tentang pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). PP tersebut merupakan aturan teknis untuk program pembangunan rumah murah sebagaimana amanat UU No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman (PKP). PP ini diteken Jokowi persis di penghujung tahun 2016 dan sudah dijalankan sampai hari ini.
Ada banyak aturan teknis yang diamanatkan dalam PP ini seperti pembangunan perumahan MBR dilakukan untuk luas lahan tidak lebih dari 5 ha dan paling sedikit seluas 0,5 ha, lalu developer diwajibkan menyediakan 2 persen dari luas lahan perumahan di lokasi terpisah untuk lokasi pemakaman yang bisa diganti dengan dana, aturan pelaksanaan konstruksi, pengawasan, pemanfaatan PSU, pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung, pemecahan sertifikat, dan sebagainya.
“Kami berharap ada perbedaan kebijakan antara rumah subsidi dengan komersial, baik dari sisi pertanahan, proses sertifikasi, tata ruang dan percepatan koordinasi pelaksanaan surat bukti kepemilikan bangunan gedung (SIMBG) sebagai pengganti perizinan bangunan (IMB). Ini karena setiap daerah keluhannya berbeda-beda. Harusnya ada regulasi khusus untuk rumah subsidi supaya angka backlog perumahan bisa zero di 2045,” pinta Hadiana.
Sementara itu, Direktur Senior Grup Ciputra, Meiko Handoyo Lukmantara, meyakini ke depan pasar properti akan bergerak positif menuju keseimbangan. Kebijakan insentif pajak terhadap PPN yang diberikan pemerintah sejak tahun 2021 tersebut dinilai sangat membantu bagi para pelaku properti dan juga developer membuat program untuk rumah siap huni.
“Ditambah kebijakan pemerintah yang masih berjalan saat ini seperti depe KPR mulai dari 0%. Pasar properti 2023 untuk rumah tinggal perkotaan relatif stabil, dengan masih banyaknya dukungan financial dari bank – bank pemberi KPR dengan bunga bersaing dan depe 0%. Banyaknya penawaran perumahan oleh para pengembang memberikan lebih banyak kesempatan bagi calon pembeli untuk memilih. Ini jelas menjadi angin segar untuk pembeli,” ujar Meiko.
Untuk tahun 2024, jika kondisi makro ekonomi Indonesia dan global tidak lebih buruk akibat banyaknya isu negatif seperti peperangan, dia menilai tidak akan ada banyak perubahan regulasi internal tanah air yang memberi dampak negatif ke industri real estate.
“Jika kondisi pasca presidential election berjalan lancar dan sesuai ekspektasi pasar, seharusnya wajah pasar properti 2024, khususnya landed housing tidak jauh berbeda dengan 2023. Sedangkan pasar apartemen dan perkantoran akan didominasi oleh penyerapan yang existing,” tutup Meiko.