Selasa, Juni 24, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Properti Diprediksi Tambah ‘Cuti’ Lagi

Propertyandthecity.com – Melihat beberapa perkembangan terakhir terutama terkait wabah Covid-19 memang sedikit mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dirilis Indonesia Property Watch di akhir tahun 2019, sebenarnya pasar perumahan telah menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 sebesar 10,5 persen (yoy). Namun masuknya wabah Covid-19 sebagai faktor yang tidak diperhitungkan membuat banyak pihak meragukan tren naik pasar properti di tahun 2020.

Beberapa pihak membandingkan dengan wabah SARS tahun 2003 yang diperkirakan mirip dengan Covid-19. Namun perlu diketahui saat itu perekonomian China masih menduduki urutan 6 dunia, sehingga kontribusinya terhadap ekonomi global relatif tidak sebesar saat ini yang berada di urutan kedua dunia.

Baca: YANG PENTING CLOSING BUKAN DEALING

Artinya perlambatan ekonomi yang terjadi di China dapat berdampak besar bagi perlambatan ekonomi di negara-negara lain. Hal ini juga diikuti dengan pasar ekspor dan impor yang besar di China sehingga banyak bahan baku industri semua bergantung pada China.

Dari sisi pariwisata, jumlah wisatawan dari China saat ini boleh dibilang yang terbesar. Karenanya dengan adanya wabah Covid-19, sektor pariwisata terpukul, akan terus berimbas pada bisnis perhotelan, maskapai perjalanan, dan biro perjalanan. Dampaknya terus menyebar dengan ditangguhkannya umrah selama 1 tahun oleh Arab Saudi. Semua ini memperburuk kondisi ekonomi global yang sedikit banyak terpengaruh perang dagang antara China dan Amerika.

Bisnis Properti di Tanah Air

Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch menjelaskan bahwa kondisi properti saat ini sebenarnya sangat dipengaruhi faktor-faktor diluar siklus pasar properti itu sendiri. “Pasar properti di tanah air secara fundamental harusnya sudah siap naik, namun beberapa faktor yang berada diluar siklus pasar properti itu sendiri membuat bisnis properti harus menghitung ulang kesiapannya untuk naik pada tahun 2020,” jelas Ali.

Ali melanjutkan, sebelum ada wabah Covid-19, para investor masih menahan untuk investasi properti. Dengan kondisi saat ini pastinya akan sangat memengaruhi psikologis pasar investor untuk semakin lama menahan diri berinvestasi di sektor properti. Meskipun secara daya beli para investor ini masih mempunyai potensi yang sangat besar. Paling tidak terdapat Rp5.999 triliun dana pihak ketiga yang masih ‘parkir’ di perbankan yang belum digunakan sebagai dana investasi.

Baca: PASAR PROPERTI SUDAH TERLALU LAMA ‘TIDUR’

Bagaimana dengan pasar end-user? Saat ini pasar gemuk yang masih berpeluang di sektor properti adalah pasar dengan harga properti di bawah Rp 1 miliar yang sebagian besar merupakan pasar end-user. Namun demikian, berdasarkan survei singkat yang dilakukan Indonesia Property Watch, pasar end-user yang seharusnya sedikit banyak dapat membantu peningkatan pasar properti, ternyata sebanyak 35 persen menyatakan ikut menahan realisasi pembeliannya dalam waktu yang belum dapat ditentukan dikarenakan adanya kekhawatiran mereka akan adanya PHK perusahaan yang menyebabkan bertambahnya tingkat pengangguran. Kondisi ini memaksa pasar properti akan sedikit ‘kehilangan’ pasarnya untuk sementara waktu.

Alihkan Sebagian Subsidi Sektor Lain

Menanggapi kondisi bisnis properti saat ini yang sudah dianggap luar biasa, peran aktif dan cepat dari pemerintah sangat diharapkan. Sebagai lokomotif ekonomi nasional, bisnis properti yang memengaruhi ratusan industri harus dapat diselamatkan.

Stimulus penambahan subsidi sebesar Rp1,5 triliun sudah disetujui pemerintah untuk membantu agar golongan MBR dapat memiliki rumah sekaligus untuk menambah kuota subsidi yang diperkirakan habis bulan April 2020. Dengan tambahan tersebut paling tidak sebanyak 330.000 unit rumah subsidi program FLPP dapat terserap. Jumlah ini relatif sudah mencukupi meskipun kemungkinan terjadi penambahan permintaan.

Yang menjadi perhatian Ali Tranghanda ternyata selain golongan masyarakat MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) dengan penghasilan sampai Rp 4,5 juta per bulan, ternyata golongan masyarakat menengah ‘tanggung’ dengan penghasilan Rp 4,5 – 7,5 juta per bulan juga sangat besar namun belum mampu memiliki rumah. Golongan ini yang harusnya juga menjadi perhatian pemerintah untuk diberikan subsidi meskipun mungkin tidak sebesar yang diberikan untuk golongan MBR.

Apakah mungkin pemerintah menggelontorkan subsidi lagi? Melihat anggaran subsidi pemerintah tahun 2020 diperlihatkan subsidi terbesar diberikan ke sektor migas sebanyak 75,3 triliun sedangkan di sektor perumahan hanya Rp 4,6 triliun (diluar program FLPP). Hal ini mengingat masih sangat kecil dan sangat mungkin untuk dialihkan ke sektor perumahan yang akan menggerakkan sektor riil terhadap ratusan industri terkait.

Baca: Kuota FLPP Habis (Lagi), Anggaran Swadaya Terlalu Tinggi

“Anggaran subsidi harus segera diberikan untuk golongan menengah ini, karena mereka bukan tidak mempunyai daya beli melainkan dengan harga properti yang semakin tinggi sehingga perlu adanya insentif agar mereka dapat merealisasikan pembeliannya pada tahun ini. Subsidi ini hanya bersifat sementara untuk memberikan dorongan realisasi pembelian properti pada tahun ini. Bisa dengan subsidi bunga dari pemerintah, pengurangan pajak, atau instrumen lainnya,” kata Ali.

Alihkan Dana Infrastruktur

Sementara itu Asmat Amit, tokoh perumahan sederhana menilai harusnya pemerintah dapat sementara waktu mengalihkan sebagian dana untuk infrastruktur yang telah dianggarkan tahun 2020. Berdasarkan APBN 2020 diperkirakan dana sebesar Rp419,2 triliun digunakan untuk infrastruktur.

Melihat urgensinya, saat ini sebaiknya sebagian anggaran dialihkan untuk menstimulus ekonomi termasuk stimulus di bidang perumahan dan properti. Hal ini juga mengingat dampak pembangunan infrastruktur paling tidak baru dapat dinikmati 5 – 10 tahun mendatang sedangkan saat ini masyarakat membutuhkan stimulus di sektor riil agar roda ekonomi dapat terus bergerak.

Pilkada Serentak 2020

Sementara itu peluang naiknya pasar perumahan dan properti diperkirakan akan sedikit terbantu dengan adanya Pilkada serentak di akhir 2020. Umumnya dalam proses Pilkada jumlah uang beredar akan naik dan juga dampak terhadap daya beli masyarakat relatif tumbuh. Meskipun tidak sepenuhnya diharapkan dapat masuk ke sektor perumahan dan properti, namun sedikit banyak dampaknya pasti akan membantu pergerakan sektor perumahan dan properti.

Baca: MUSIM PACEKLIK FLPP 2019-2020?

Dengan melihat semua tantangan dan peluang yang mungkin muncul sepanjang tahun 2020, Indonesia Property Watch memerkirakan pasar perumahan dan properti masih harus sabar menunggu tren normal dalam sementara waktu. Paling tidak bisnis properti masih harus menambah cuti panjangnya selama 1 semester ke depan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles