PropertyandTheCity.com, Jakarta – Pasar keuangan global masih dihantui dengan ketidakpastian di tengah gejolak geopolitik yang masih memanas, sehingga membuat nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), tak memengaruhi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan bunga acuan. Bank sentral tetap mempertahankan BI rate 6,25%.

BI rate biasa dipakai BI sebagai salah satu alat meredam kejatuhan nilai rupiah. Kejatuhan nilai rupiah biasanya terjadi karena adanya sentimen negatif di dalam negeri, yang membuat asing melarikan dananya ke USD sebagai safe heaven.

Dengan menaikkan BI rate, asing diharapkan tetap mempertahankan dananya di Indonesia karena imbal hasilnya lebih tinggi. Namun di sisi lain kenaikan BI rate memicu kenaikan bunga bank yang berdampak buruk terhadap perekonomian domestik.

Menurut keterangan tertulis Erwin Haryono, Asisten Gubernur/Kepala Departemen Komunikasi BI, Jumat (21/6/2024), Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia 19-20 Juni 2024 memutuskan mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00%.

Keputusan itu konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.

Keputusan RDG  BI itu didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar Rupiah, dan masuknya aliran modal asing.

Sementara kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.

Kebijakan  sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri  sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.

“Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global,” tulis Erwin.