Senin, Mei 12, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

P3RSI Sebut Rencana PPN IPL Bakal Mematikan Masyarakat

PropertyandTheCity.com, Jakarta– Badan pengelola apartemen atau rumah susun yang tergabung dalam Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) menolak rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada dana Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) atau PPN IPL rumah susun (rusun) atau apartemen. Sebelumnya, IPL masuk dalam jasa atau kegiatan pelayanan sosial tidak terutang karena diserasikan dengan kegiatan RT/RT yang bergerak di bidang kemasyarakatan.

Adapun ruang memungut pajak IPL tersebut dimasukkan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021, dimana pada Pasal 4A, ayat (3) b, disebut penghapusan jasa bidang pelayanan sosial dari daftar objek yang tidak dikenakan pajak. Aturan turunan dari UU HPP terkait PPN ini diatur lebih lanjut dalam PP No. 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap PPN.

Ihwal UU HPP itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI Adjit Lauhatta tegas meluruskan bahwa IPL tak ubahnya adalah maintenance fee atau biaya perawatan apartemen yang bersumber dari urunan warga rusun atau apartemen, sehingga pengenaan PPN tidak relevan. 

“PPPSRS adalah organisasi nirlaba yang didirikan oleh pemilik dan penghuni untuk mengatur dan mengurus hak dan kewajiban bersama para penghuni guna menciptakan kehidupan di lingkungan rumah susun/apartemen yang aman, tertib dan sehat berdasarkan azas kekeluargaan dan kegiatannya diserasikan dengan RT/RW yang bergerak di bidang kemasyarakatan,” kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI Adjit Lauhatta, saat Press Conference Talk Show P3RSI “IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN?”, Selasa (30/7) di Jakarta.

Talk Show ini dihadiri para pemangku kepentingan rumah susun, diantaranya, pengurus DPP P3RSI, Pengurus DPD P3RSI Jawa Timur, pengurus PPPSRS se-Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya, pelaku pembangunan, pejabat kantor pajak, profesional properti management, serta  konsultan pajak.

Sebelumnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama menyurati sejumlah anggota P3RSI berupa Imbauan Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak. Tercengang, pihaknya mendatangi kantor pajak untuk bertanya dan memastikan keabsahan surat tersebut. 

“Intinya kantor pajak ingin menarik dana IPL sebagai obyek yang dikenai PPN. Jika kebijakan PPN IPL itu terjadi, akan sangat berdampak buruk bagi pemilik dan penghuni rusun,” ucap Adjit.

Alih-alih setor pajak IPL, pada banyak kasus apartemen di Jakarta dan sekitarnya justru sering terjadi defisit berkepanjangan sebagai akibat dari nunggaknya iuran yang dibayarkan penghuni. Sebab itu, penghuni terpaksa melakukan ’saweran’ sebagai salah satu cara untuk menutupi kekurangan tersebut.

“Kami kesulitan nagih. Ada masalah kecil misalnya pompa air rusak, ya terpaksa sawran. Kami hampir tak punya dana cadangan (sink fund) yang mencukupi, sehingga ketika harus dilakukan pengecatan gedung atau perbaikan-perbaikan yang butuh biaya besar, maka biaya harus dibagi rata dengan pemilik dan penghuni apartemen,” keluh Kian Tanto Ketua PPPSRS sebuah apartemen di Jakarta Pusat.

Menaikkan IPL juga sama tidak mudahnya. Harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Tahun Anggota (RUTA), dan tidak jarang mendapatkan perlawanan dari penghuni yang keberatan dengan kenaikan itu, sehingga rapat kerap gaduh dan memicu bentrok fisik. 

Kian menambahkan, biaya pengelolaan dan perawatan gedung apartemen yang sangat tinggi itu tidak mudah. Kenyataannya seringkali biaya pengelola apartemen mengalami defisit anggaran setiap tahunnya. Defisit ini juga diperbesar oleh adanya tunggakan IPL pemilik dan penghuni yang cukup besar.

“Belum tentu berjalan mulus. Boro-boro menaikkan IPL, dengan tarif IPL yang lama saja banyak penghuni yang menunggak. Apalagi jika ditambah PPN 11 persen, pasti penghuni makin terbebani dan keberatan,” ungkapnya.

Kian mengatakan, sejak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global banyak pemilik dan penghuni alami kesulitan ekonomi, sehingga tidak sedikit yang menunggak kewajiban bayar IPL.

“Jika IPL dibebankan PPN, hampir dipastikan pengelolaan dan perawatan gedung terancam, dan akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni,” ungkap Kian.

Berkeadilan

Adjit menyatakan, bila IPL aparteman dikenakan PPN, logikanya IPL perumahan tapak yang ditarik RT/RW juga harus demikian. Selaras dengan prinsip UU Perpajakan yang setara untuk semua. Kenyataannya sejak dulu IPL yang dipungut RT/RW tidak pernah dipajaki.

“Penerapan UU Perpajakan seharusnya tidak ada diskriminasi. Apabila dalam pengelolaan tersebut ingin dikategorikan sebagai jasa yang terutang PPN, artinya aturan ini harus berlaku untuk seluruh hunian, baik rumah susun/apartemen maupun rumah tapak, dalam artian iuran yang ditagih oleh pengurus RT/ RW dalam lingkup perumahan pun seharusnya terutang PPN,” paparnya.

Adjit menilai akan ada gejolak masif bila IPL ditambah PPN 11%. Menurutnya, tidak semua orang yang tinggal di apartemen itu memiliki kemampuan finansial memadai. Banyak juga yang “terpaksa” tinggal di apartemen menegah dengan pertimbangan dekat dari kantornya, sehingga tinggal di apartemen tengah kota dapat menghemat biaya tenaga, dan waktu.

“Jangan sampai mengambil penerimaan pajak dari IPL tapi mematikan (sektor properti) kita. Kalau ini dipaksakan, dan kita nggak survive, nanti ujungnya yang rugi pemerintah juga. Maka itu kami minta kebijaksanaanya dari pemerintah,” pungkas Adjit.

Praktisi pajak Budi Hermawan menyatakan, dalam hal IPL sebagai obyek pajak, kategorinya adalah obyek pajak Jasa Pelayanan Sosial sebagaimana diatur dalam SE Ditjen Pajak Nomor 01/PJ33/1998, yang diserasikan dengan pengelolaan lingkungan yang dilakukan RT/RW, sehingga sewajarnya tidak dikenakan PPN. Karena merupakan layanan sosial, PPPSRS menarik IPL atau service charge bukan untuk mencari laba untuk dibagikan kepada anggotanya. Tidak ada kepemilikan anggota dalam PPPSRS yang dapat diperjualbelikan, sebagaimana kepemilikan saham dalam perseroan terbatas.

“Karena itu pemerintah harusnya tidak mengenakan PPN IPL kepada PPPSRS, sebagai penanggung jawab pengelolaan rumah susun. Tapi sebaliknya, mendukung karena dampak ekonomi pengembangan dan pengelolaan rusun cukup signifikan terhadap perekonomian,” tandas Budi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles