Senin, April 28, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

INDONESIA PROPERTY OUTLOOK 2021

INDONESIA PROPERTY OUTLOOK 2021 Sekalipun langit akan runtuh, penjualan tidak boleh runtuh. Itulah yang dipegang pelaku industri properti di 2020 yang diamuk badai Covid-19. Akankah 2021 properti recovery?

Dunia telah meninggalkan tahun 2020 dengan penuh duka dan luka. Tak ada yang membayangkan virus yang pertama kali muncul dari sebuah pasar di Kota Wuhan, China, pada akhir 2019, berubah menjadi gelombang pandemi yang menyapu seluruh dunia di tahun 2020 dan masih berlanjut di 2021 ini. Secara global tercatat sudah lebih dari 1,5 juta kematian akibat virus Corona. Sementara yang positif tertular di seluruh dunia terus bertambah dan belum ada tanda-tanda reda, walaupun di awal 2021 ini beberapa negara sudah nekad melakukan vaksinasi penduduknya.

Indonesia yang sedang siap-siap running di 2020 setelah mesin ekonomi melambat di 2019 akibat hajatan politik pilpres yang menyedot energi, akhirnya harus menerima kenyataan pahit. Maret 2020 Indonesi resmi menjadi negara berikutnya yang terkena Covid-19. Hasil akhirnya sampai tutup tahun 2020 kita sudah tahu semua, ekonomi kalau boleh dibilang babak belur. Walaupun tidak semua sektor terpukul. Lebih dari itu duka yang tidak bisa diobati adalah jumlah korban meninggal positif Covid-19 yang tidak bisa dilihat sebatas statistik karena jumlahnya terus meningkat dari hari ke hari. Januari ini bahkan Indonesia dikabarkan sudah tembus 1 juta yang positif Covid-19.

Sektor Properti yang digadang-gadang menemukan kembali moment kembangkitan di 2020, bahkan dengan bahasa yang provokatif “Booming Property di 2020”, malah mengalami gelombang kejut luar biasa seiring meluasnya wabah pandemi Covid-19. Memasuki bulan April, Mei, Juni, Juli seiring diberlakukannya PSBB ketat, penjualan properti bak roller coaster yang sedang turun tajam, untuk tidak mengatakan sedang nyungsep.

Para pengembang pontang-panting mempertahakan cash flow di tengah sepinya gallery marketing dari kunjungan calon konsumen. Gulung tikar dan dipailitkan bak sudah di depan pelupuk mata. Sold out adalah kata-kata langka yang keluar dari pengembang, yang di tahun-tahu sebelumnya begitu familiar diucapkan saat jumpa pers.

Tetapi bak pepatah, sekalipun langit akan runtuh, penjualan tidak boleh runtuh selama orang masih butuh rumah. Celah pasar tetap dicari pengembang menyiasati melemahnya daya beli, dan orang-orang berduit yang lebih senang menggenggam uangnya ketimbang membeli properti. Beberapa pengembang yang pernah ditemui Property and The City punya kisah-kisah membalik kesulitan menjadi sedikit peluang di 2020.

INDONESIA PROPERTY OUTLOOK 2021

Celah Pasar di 2020

M. Nawawi, Associate Director Paramount Land, misalnya, bercerita ketika ramai soal New Normal, pihaknya langsung mengkeluarkan new produk yaitu Nara Village yang dikemas dengan ke-new normal-an. “Kita angkat isu kesehatan, hidup sehat. Terbukti Nara Village terjual habis. Bagi saya mau ada pandemi atau tidak pandemi, persiapan adalah nomor satu. Matang dalam konsep, pricing, produk, gimmick, sistem, kesiapan para marketing yang terlatih,” ujar Nawawi kepada Property and The City.

Kalau ada pengembang yang masih berani menyebut produknya sold out di tengah pandemi di 2020, Jopy Rusli adalah orangnya. Menurut Chief Marketing Officer PT Lippo Karawaci Tbk ini, Lippo Karawaci mengeluarkan Cluster Cendana Homes dengan harga sekitar Rp600 juta hingga Rp1 miliar. Responsnya sangat luar biasa, langsung sold out ratusan unit. Sukses ini disusul kemudian dengan meluncurkan Cendana Peak, juga langsung sold out, berikut ritel-ritelnya juga sold out. “Terbukti demand-nya memang masih ada, tidak berhenti,” ujar Jopy.

MAS Group ada dalam deretan pengembang yang berani meluncurkan produk baru di tengah pandemi. Suwandi Tio, Direktur Utama Mas Group mengatakan selama pandemi MAS Group meluncurkan tiga proyek dan klaster baru. Proyek barunya yaitu Seion Residence @Serang, Britania Bekasi dan Bali Resort Serpong (extension) perluasan dari proyek yang sudah ada. Termasuk membuka klaster baru di Perumahan Kota Sutera. “Awal pandemi sempat syok. Sehingga pada saat peluncuran produk-produk tersebut, kami setengah gambling. Tetapi kami juga kaget, kok, penjualan bisa cukup bagus,” ujar Suwandi Tio.

Strategi harga juga menjadi celah pasar yang bisa dimasuki oleh pengembang menghadapi melemahnya daya beli. Menurut Eric Limansantoso, GM Corporate Marketing Jababeka Residence, dengan kondisi ekonomi masyarakat yang terganggu, kita harus menawarkan rumah yang harganya juga new normal. Ini yang mendorong Jababeka Residence meluncurkan Cluster Rotterdam. “Kita membuat rumah contohnya kurang dari dua bulan dan hampir tiga bulan kemudian kita sudah launching. Ini cepat sekali karena sebagai developer harus fleksible, ” ujar Eric.

Keunikan produk sehingga punya daya tarik, itulah yang coba dijual oleh Lippo Cikarang ketika meluncurkan beberapa produknya di masa pandemi, seperti Waterfront di Lippo Cikarang dan Rolling Hills di Karawang, juga SOHO New York Meikarta. “Produk-produk tersebut memiliki keunikan dan keunggulan masing-masing, sehingga menjadi daya tarik bagi pasar. Apalagi dalam kondisi seperti saat ini, pengembang harus berani melakukan terobosan,” ujar Andreas Nawawi,Senior Advisor PT Lippo Cikarang, Tbk.

Mengubah spek bangunan menjadi lebih kecil agar harga menjadi lebih terjangkau menjadi pilihan sebagian pengembang. Kabarnya ini juga menjadi kunci keberhasilan dalam pemasaran properti.

Tetapi tidak sedikit juga pengembang yang cukup percaya diri dengan konsep yang dibangunnya. Itulah yang terjadi dengan The Sanctuary Collection yang peluncuran resminya di pertengahan Juli 2020. “Pada masa-masa sebelumnya orang meyakini bahwa akan sulit jual properti. Mereka kemudian bikin properti dengan ukuran yang lebih kecil. Namun melalui The Sanctuary Collection kami buktikan,menjual properti dengan ukuran yang lebih besar dan harganya lebih mahal pun tetap bisa terserap,” Peter Raswono, Head of Business Development The Sanctuary Cellection.

PT Agung Podomoro Land Tbk tidak ragu-ragu mengatakan capaian penjualannya di 2020. Pengembang ini membukukan pendapatan prapenjualan senilai Rp3,5 triliun pada 2020, melampaui target Rp3 triliun. Angka ini tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).Corporate Secretary PT Agung Podomoro Land Tbk Justini Omas dalam keterangan tertulis mengatakan, pencapaian ini melonjak 56 persen dibanding marketing sales tahun 2019 yang hanya mencapai Rp1,9 triliun.

Bahkan, Agung Podomoro Group (APG) berani menantang pasar dengan meluncurkan proyek baru skala kota seluas 650 hektar di bulan Agustus 2020. Menurut Zaldy Wihardja, Assistant Vice President Kota Podomoro Tenjo, kebetulan timing-nya pas, lahan juga sudah siap. “Kehadiran kota mandiri baru dari APG menjadi bagian dari kontribusi kami sekaligus menjadi katalisator kebangkitan ekonomi Indonesia di tengah pandemi,” ujar Zaldy.

Sementara PT Ciputra Development Tbk (CTRA) membukukan pendapatan prapenjualan senilai Rp5,5 triliun pada akhir 2020,melampaui target yang direvisi, yakni Rp4,5 triliun. “Semula di tahun 2020 kami punya target Rp6,7 triliun. Namun sebagai dampak dari pandemi, maka kami revisi menjadi Rp4,5 triliun,” ungkap Direktur Utama CTRA, Candra Ciputra.

Di Batam, Central Hills Batam yang semula ragu justru berbuah manis produknya dengan produk barunya. “Awalnya terus terang kita merasa khawatir karena dampak dari pandemi. Tetapi ternyata proyek kita mendapat welcome dari masyarakat Batam. Terbukti dari penjualan di unit di klaster terbaru Central Hills Batam. Ini mendorong kita membuka klaster kedua,” ujar Johan Thou, Direktur Marketing Central Batam.

Bank juga berusaha mencari celah pasar di 2020 karena nasib bank penyedia KPR sama babak belurnya dengan pengembang. Seperti kata seorang bankir bank BUMN, turunnya penyaluran KPR karena pihak pengembang juga mengalami kelesuan penjualan di 2020. Pasalnya,penjualan rumah masih dominan lewat KPR. Beruntung di pertengahan tahun 2020 bank-bank mulai menggeliat, seiring mulai bangkitnya penjualan para developer. Ini juga yang dirasakan Bank Mandiri.

“Mulai Juni dan Juli akuisisi bisnis baru Bank Mandiri mulai bergerak lagi. Bahkan di bulan Agustus, September dan Oktober pencairan Mandiri KPR sudah menunjukkan peningkatan, khususnya di produk primary market. Ini juga sejalan dengan teman-teman developer yang mulai Juni ke sini sudah me-launching klaster-klaster baru, bahkan ada juga yang me-launching proyek baru,” kata Ignatius Susatyo Wijoyo, Executive Vice President Consumer Loans Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Bank BUMN lainnya seperti BNI juga mulai mengalami peningkatan setelah melewati semester satu 2020. Menurut Irwan Gurning, Pgs Pemimpin Divisi PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,sampai dengan bulan Oktober 2020, BNI sudah mencapai Rp7 triliun penyaluran KPR. “Di Desember kami berharap dapat melampui dikisaran angka Rp9 triliun. Bahkan, harapannya dapat lebih tinggi lagi,” ujar Irwan.

BCA sebagai bank swasta terbesar juga cepat bangkit di 2020 dalam penyaluran KPR. Ini tidak lepas dari berbagai inovasi dan terobosan yang dilakukan BCA di tengah pandemi. “Kami melihat realisasi KPR saat ini masih cukup bagus, memang tidak bisa dibandingkan dengan kondisi normal. Sejauh ini sudah melebihi ekspektasi kami dalam masa pandemi ini,” ujar Felicia M. Simon, Executive Vice President Consumer Loan BCA.

Berharap Bangkit di 2021

Kini, di tahun 2021 ada optimisme akan bangkitnya sektor properti. Pasalnya, banyak pihak, terutama para pengembang sudah lebih siap dengan sejumlah terobosan dan penyesuaian atau adaptasi dengan situasi kenormalan baru (new normal). Apalagi jika melihat adanya tren membaiknya ekonomi nasional. Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak turun drastis hingga minus 5,32 persen di kuartal II 2020 lalu, perlahan mulai tumbuh meski masih di level minus. Seperti kuartal III 2020 minus 3,49 persen (year-on-year).Sedangkan di kuartal IV 2020, diperkirakan akan tumbuh, meski masih juga minus 2,9 persen hingga minus 0,9 persen.

Nah, bagaimana dengan tahun 2021? Beberapa pengamat memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 3 – 4 persen. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan akan tumbuh di kisaran 4,8 persen. Sedangkan pemerintah menargetkan akan kembali ke level 5 persen. Belum lama ini, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan pernyataan yang memperkirakan bahwa pada tahun 2021 ini, ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh antara 4,8 persen hingga 5,8 persen. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebutkan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipersiapkan agar pemulihan ekonomi bisa dipercepat. Salah satunya adalah dibukanya 15 sektor prioritas kedua, termasuk sektor real estate.

Membaiknya penjualan properti yang dialami banyak pengembang sejak Juli hingga akhir 2020 lalu, menjadi sinyal positif bangkitnya sektor ini. Bahkan, beberapa pengembang dengan sangat yakin mengatakan bahwa pertumbuhan properti akan mencapai puncak atau booming di kuartal III 2021. Benarkah demikian?

Property and The City menghimpun, sedikitnya ada empat indikator yang menjadi alasan, bangkitnya industri properti tersebut. Pertama,money flow. “Saat ini, aliran uang di masyarakat masih cukup besar, namun belum disalurkan,” kata Ishak Chandra, Presiden Direktur sekaligus CEO PT Perintis Triniti Properti Tbk.

Mengutip data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Nilai simpanan masyarakat yang tercatat sebagai dana pihak ketiga (DPK) atau tabungan di perbankan pada akhir November 2020 lalu mencapai Rp6.614 triliun. Dari jumlah itu 338,7 juta rekening bernominal sekitar 100 juta, dengan total nilai Rp928 triliun. Dan ada 611.368 rekening bernominal di atas Rp1 miliar, dengan nilai Rp4.208 triliun. Artinya,selama tahun 2020, masyarakat menahan konsumsi dan investasi.Melihat tren tahun ini, maka kemungkinan besar masyarakat mulai berani menginvestasikan dana mereka.

Indikator kedua, siklus properti. Sebagaimana diperkirakan banyak orang dan beberapa pengamat, bahwa siklus properti harusnya mencapai booming pada tahun 2020 lalu. Sayangnya, gara-gara pandemi Covid-19, booming properti tidak terjadi, sebaliknya, properti ambruk di sepanjang tahun lalu. Oleh karena itu, para pengembang meyakini bahwa siklus naiknya properti tersebut akan bergeser ke semester II atau pada kuartal III di tahun ini. Indikator ketiga adalah dukungan pemerintah dan perbankan. Salah satunya adalah kebijakan suku bunga acuan BI, dimana hingga Desember 2020 lalu masih konsisten berada di level 3,75 persen. 

Indikator keempat adalah penanganan Covid-19. Mulai disebarkannya vaksin di Indonesia semakin meyakinkan masyarakat dan pengusaha. Ini menjadi penting lantaran akan menggairahkan kembali aktivitas masyarakat sekaligus yang tentunya berimbas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menjadi semakin baik.

Walaupun demikian nada-nada yang tidak sepenuhnya yakin properti bisa recovery di 2021 tidak kurang-kurang juga. Okehlah, tumbuh dibandingkan dengan 2020 tetapi belum akan mencapai pertumbuhan terbaiknya (booming). Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International Indonesia, misalnya, tidak yakin properti bakal bangkit mencapai titik tertingginya pada tahun 2021. Setidaknya masih butuh waktu 1-3 tahun mendatang. “Kita harus lebih realistis. Kondisi sekarang masih cukup berat. Paling realistis mungkin kita bisa lihat properti ini bisa kembali mulai bergairah di tahun 2022 ke atas,” ucap Ferry.

Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch juga punya penilaian tidak jauh berbeda. Menurutnya, pasar properti masih sangat tidak stabil. Untuk itu, para pengembang harus dapat membaca dinamika pasar lebih baik lagi karena kondisi pasar masih sangat rentan di 2021.

“Tidak ada yang dapat memperkirakan dengan tepat, kapan properti naik karena ini bukan statistik ekonomi yang dapat diperhitungkan.
Celah pasar di segmen tertentu masih sangat berpeluang meskipun masih dibayangi risiko pasar terkait beberapa faktor yang akan sangat memengaruhi pasar, antara lain penerapan kebijakan PSBB, harapan vaksin, dan skenario pemulihan ekonomi Indonesia ke depan, serta kondisi ekonomi global ke depan,” terang Ali.

Popular Articles