PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland menggarap hampir semua lini bisnis properti, mulai dari residensial, terutama landed, office, pusat perbelanjaan, hingga perhotelan. Khusus untuk hotel, Metland melalui brand Horison dan Metland Hotel telah memiliki beberapa hotel di
beberapa kota, termasuk hotel bintang 5 di Bali. Lantas, bagaimana pengelolaannya bersama MGM sebagai sister company dari Metland?
Selain hotel bisnis apa saja yang digeluti oleh Metland?
Core bisnis Metland sendiri masih residential, khususnya landed. Income terbesar kami dari landed residential. Kami juga punya office dan apartemen, juga ada 3 mal dan 1 plaza, serta tentunya di bidang perhotelan. Kami selalu berusaha untuk maintaining portfolio kami, sehingga jika satu lagi kurang bagus, maka yang lain support. Pengalaman dari krisis ekonomi 1998, kemudian di 2008 dan saat pandemi Covid-19. Jadi
selalu ada yang menopang jika ada yang kurang bagus.
Berapa besar kontribusi dari perhotelan?
Sebetulnya hotel sendiri tidak terlalu besar, kontribusi terbesar berasal dari landed house residential yang merupakan source utama kami. Untuk hotel mungkin sekitar 8-10% dari total revenue Metland.
Apa latar belakang sampai masuk ke bisnis perhotelan?
Dulu sekali, kami merupakan bagian daripada Metropolitan Group, terkenal dengan yang namanya Hotel Horison Ancol yang kemudian berubah dengan Mercure. Tahun 1994 Metland dibentuk, kemudian mulai dengan proyek di Bekasi. Maka mulailah kami bangun mal dan hotel, dikarenakan sudah ada pengalaman sebelumnya. Jadi Metropolitan Mall Bekasi dan Horison Hotel Bekasi adalah core recurring pertama dari
Metland.
Apakah Horison adalah brand asli dari Metland sendiri atau joint dengan yang lain?
Brand kami sendiri. Jadi pertama kali disematkan untuk hotel di Ancol, itu juga punya kami sendiri. Pada awalnya kami tidak mengelola milik orang lain. Pada saat kami memulai di sekitar tahun 2003, kami mulai spin off, dimana kami bentuk manajemen sendiri yang namanya adalah MGM (PT Metropolitan Global Management), keluar dari Metland tetapi menjadi sister company kami. Sehingga MGM juga mulai me-manage punya orang lain, jadi tidak cuma hotel kami sendiri.
Selain Horison, brand apalagi yang dikelola oleh MGM?
Mereka ada Horison Ultima, @Hom Hotel, Aziza Hotel, dan ada beberapa brand lain.
Apakah bermain di semua segmen?
Untuk Horison sendiri bermain di bintang 2, 3, dan 4, kebanyakan bintang 3 dan 4. Tetapi di luar MGM, Metland juga mengoperasikan hotel sendiri, dengan brand Metland Hotel untuk hotel-hotel bintang 3 yang Metland miliki dan operate sendiri.
Artinya Horison itu, tetap Metland yang operate?
Kalau portfolio kami yes! Hanya kalau yang portfolio orang lain, di-manage oleh sister company kami yang adalah pemegang merek dari Horison tersebut. Jadi khusus yang Metland kami manage sendiri, memang brand kami masih memakai brand sister company untuk yang bintang 4, sementara untuk bintang 3 pakai brand kami sendiri, Metland Hotel. Jadi kalau untuk Horison Ultima untuk bintang 4, sementara Horison sendiri ada yang bintang 3, kemudian 3+, dan mereka juga ada yang @Hom untuk yang bintang 2, kemudian Aziza Hotel dan beberapa brand lain.
Artinya hampir semua segmen mereka masuk ya?
Kecuali yang bintang 5, mereka tidak masuk. Tetapi kami yang akan bikin sendiri pertama kalinya, yakni di Ubud, Bali, yang rencananya tahun depan akan mulai beroperasi. Memang kecil, Suite & Villa, kami memang specialty. Jadi itu yang pertama memakai brand Horison untuk hotel bintang 5. Namanya Horison Ume Suites & Villas Ubud. Ini juga untuk membedakan dengan Horison lain yang bintang 3 atau bintang 4.
baca juga, Serpong-Gading Serpong Ramai Tawarkan Hunian Premium, Bagaimana Peminatnya?
Banyak pengembang yang masuk ke perhotelan, apakah ini menguntungkan?
Kalau bintang 3 dan bintang 4 selama lokasinya masih bagus menurut saya masih bisa menguntungkan. Tetapi kalau untuk kebanyakan bintang 5, jarang yang menguntungkan banget. Sehingga bintang 5 itu buat portfolio bagus, keren, tetapi memang kalau in terms of profitability pasti kalah dibandingkan bintang 3 atau bintang 4. Tetapi kalau ditanya apakah masih menguntungkan, kami harus hitung dengan construction cost sekarang, memang kalau baru bangun sekarang, baru mulai dari nol, construction cost saat ini sangat tinggi, jadi mungkin kalau lokasinya tidak benar-benar premium, maka harus benar-benar dihitung ulang. Tetapi saya pikir kalau sudah mulai bangun hotel, konstruksinya sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu, maka tidak begitu masalah.
Jadi sampai saat ini sudah berapa banyak hotel yang dikelola?
Kalau milik kami sendiri dan juga kami operate sebetulnya yang sudah operasional ada lima, dimana tiga dengan brand Horison Ultima berbintang 4 dan dua lainnya dengan brand Metland, bintang 3. Sebetulnya untuk Horison Ultima Kertajati juga baru starting last year. Kemudian yang ke-6 ya di Ubud, Bali. Di sana baru selesai untuk cafenya yang dibuka minggu lalu jadi di kami sendiri pakai 2 brand yaitu Horison dan Metland. Dimana Metland hotel untuk bintang 3, kemudian Horison Ultima untuk bintang 4. Nanti untuk Horison Ume Suite & Villa yang akan menjadi hotel bintang 5 kami.
Sewaktu pandemi, seberapa parah dampaknya terhadap perhotelan? Dan bagaimana strateginya?
Yang pastinya kami harus melakukan banyak efisiensi, terutama di Bali, bahkan sempat kami tutup selama 2 bulan. Kalau kita lihat dari total portofolio Hotel kami pada saat pandemi, revenue kami di tahun 2020 kira-kira 40% dari tahun sebelumnya di 2019. Jadi di 2020 tinggal 40% dibandingkan 2019, padahal 40% itu kami masih kebantu tiga bulan, dimana masih operate normal. Jadi selama 9 bulan itu benar-benar
okupansinya di bawa 20%, tetapi secara keseluruhan year to date-nya mungkin sekitar 30%. Hampir semua rata-rata di bawah 20% selama awal pandemi. Mungkin di akhir tahun bisalah di atas 30%. Kemudian di 2021 kami secara overall improve. Kemudian kondisi pelanpelan membaik. Kalau 2021 dibandingkan dengan 2020 kami naik sekitar 25%. Tetapi ini pun masih jauh kalau dibandingkan dengan 2019. Okupansi kami di 2019 di masing-masing hotel range-nya antara 60- 80%, tergantung lokasi hotel.
Dengan 20% tersebut maka memang agak sulit mengoperasi sebuah hotel?
Benar. Jadi memang kami lakukan subsidi silang. Beberapa hotel yang masih untung ya saling subsidi.Dan kami juga punya mall, sehingga bisa saling subsidi silang. Saya tidak bisa bayangkan kalau misalnya cuma satu segmen hotel saja. Apalagi kalau cuma punya satu hotel. Cuma hotel ini surprisingly, karena mungkin sifatnya itu cukup roller coaster. Jadi dia yang drop paling cepat tetapi naiknya juga paling cepat. Jadi recovery kami dibandingkan sebelum pandemi dibandingkan dengan unit lain juga paling cepat recovery secara divisi. Sejak 2021 sampai sekarang memang belum benar-benar bagus, karena sempat ada varian Delta, sehingga bisnis hotel kami juga turun. Jadi di enam bulan pertama 2021 kami cukup baik, kemudian ada varian Delta, jadi seperti yang saya bilang, ini seperti naik roller coaster. Tetapi saya pikir
bahwa ini cukup menarik, challenge-nya ada. Jadi hotel ini, menurut saya, operasionalnya yang bersifat daily.
Strategi apa yang dilakukan oleh Metland?
Pada saat pandemi kami harus survival mode. Jadi selain efisiensi yang kami lakukan tetapi kami juga mulai create sesuatu yang berbeda. Seperti memulai dari F&B. Kami menjual roti kasur, croffle, kopi bakar dan lain-lain. Atau kami create menu lain yang misalnya lagi trend atau yang unik untuk mendatangkan income. Sepertinya di tahun 2022 ini bisnis hotel sudah mulai
bangkit kembali, apakah demikian?
Sangat setuju. Kalau di 2021 seperti yang saya bilang tadi, naik 25% dibanding tahun 2020. Basically di Bali pada tahun 2020-2021 itu kan tidur, bahkan tidur nyenyak. 2022 ini sekarang sudah oke, tetapi 2020- 2021 setiap bulan saya harus nombok. Bahwa kami harus nombok untuk Bali, saya ngerti tetapi saya bilang ke pimpinan unit di Bali jangan banyak-banyak harus banyak efficient-kan cost. Tapi karena yang lain masih untung sehingga masih bisa subsidi silang termasuk 2021 di luar yang Bali menurut saya semuanya sudah mulai ada perbaikan.
Di luar Bali kota-kota seperti di mana saja?
Seperti di Cirebon, Tambun kemudian Bekasi ini dan terakhir di Kertajati yang baru mulai akhir tahun 2021.
Berarti ketika mulai rebound, di Bali lebih dahulu?
Tidak, justru di Bali yang terakhir. Market yang naik justru mulai dari Horison di Bekasi kemudian di Cirebon. Di Cirebon ini cukup surprising. Jadi sebetulnya kalau Cirebon itu, city occupancy-nya tiba-tiba tinggi. Jadi city occupancy mulai dari akhir 2021 naik. Pada saat itu kami juga cukup kaget karena kami juga berpikir dengan adanya tol sehingga orang mungkin lebih memilih ke Kertajati, sehingga Cirebon dilewati. Namun kenyataannya banyak yang ke Cirebon, bahkan tahun ini hotel kami di Cirebon melewati pendapatan 2019 & all time-high sejak awal dibuka. Kemudian di 2022 hampir semua market ini improve. Sebetulnya kalau kondisinya tidak kena Omicron, dimana 2 bulan drop, saya pikir tahun ini kami sudah di atas 2019.
Namun ketika dengan kondisi 2 bulan Omicron sampai sekarang rata-rata project kami itu kira-kira lebih dari 90% dari revenue kami di 2019. Untuk di Seminyak, Bali, selama 4 bulan itu masih doremi, tiba-tiba setelah Lebaran, kondisi semakin baik. Ini juga karena sudah tidak adanya aturan karantina dan lain-lain, sehingga itu sangat membantu. Jadi Bali ini boleh dibilang yang terakhir recover-nya tetapi cepat sekali.
Namun memang yang satu sekarang yang masih belum adalah di Kertajati. Kami buka akhir tahun lalu dengan ekspektasi umroh sudah mulai jalan, Tol Cisumdawu mulai jalan. Tetapi karena itu masih agak mundur sehingga menjadi lebih mundur. Tetapi masih ter-cover dengan MICE seperti meeting-meeting. Namun secara kamar okupansinya belum seperti harapan kami. Untuk umroh sebenarnya sudah dimulai tanggal 20 November lalu. Jadi secara bisnisnya saya pikir cukup baik karena Garuda dan Lion juga mulai beroperasi Desember.
Karena kami satu-satunya hotel bintang 4 di sana, saya pikir kami set to get the all benefit-lah. Untuk Cisumdawu juga diperkirakan akan dibuka mulai Februari tahun depan. Jadi itu banyak akan membantu sekali. Jadi memang yang ini agak sedikit behind dibandingkan dengan yang lain, karena perkembangan daripada transport dan infrastruktur tetapi begitu ke depannya sudah dibuka menurut saya langsung bisa melesat. Menurut saya ini paling bagus.
Apa suka dukanya di bisnis perhotelan?
Karena saya suka makan, jadi buat saya menyenangkan kalau pegang hotel, saya suka coba dan saya suka create new menu bareng sama chef. Jadi itu sukanya buat saya. Termasuk challenge-nya seperti tadi naik turun (roller coaster).
Sementara kalau dukanya seperti yang itu tadi, incomenya kalau hilang sehari ya hilang. Seperti gini, ada yang misalnya karena waktu micron, di real estate kunjungan sempat turun, mereka menunda pembelian, tetapi mereka tetap beli nantinya, 2, 3 atau 4 bulan kemudian mereka tetap beli. Tetapi kalau di hotel, pada waktu Omicron, banyak room kami, yang akhirnya mereka geser dua bulan kemudian. Jadi pada waktu
mereka geser otomatis kami juga tidak bisa menjual. Jadi dukanya seperti itu. Jadi kalau hilang maka hilang tidak bisa kembali lagi.
Ke depan segmen apa yang akan lebih baik, apakah Metland masih di bintang 2, 3, atau 4?
Kalau segmen kami masih akan main di 3, 4 yang paling banyak. Kalau 5 itu memang karena lokasinya sangat bagus. Horison Ume Suite & Villa berada di pinggir tebing. Tetapi kalau secara general, kalau buat saya selalu bilang bintang 3 dan 4 itu bread and butter. Kalau bintang 5, buat kami icing on the cake saja lah. Kami fokus di bintang 3 dan 4 itu yang menghasilkan keuntungan.
Tahun 2023 kemudian 2024 masuk pemilu, bagaimana prospek bisnis hotel?
Bagi saya untuk 2023 dan 2024 justru kalau dibanding dengan sektor bisnis lain, kalau saya pribadi menganggap hotel yang harusnya oke. Terutama kalau yang mempunyai meeting rooms. Biasanya pada saat pemilu banyak parpol yang buat acara. Jadi di situ MICE-nya jalan. Jadi kami cukup optimis untuk 2023 atau 2024 terutama hotel yang mempunyai MICE.•