PropertyandTheCity.com, Jakarta – Di masa depan, teknologi informasi akan menjadi semakin canggih dan revolusioner, sehingga menjanjikan kemajuan yang luar biasa bagi kehidupan kita. Segalanya dituntut lebih efisien dan praktis di berbagai bidang. Termasuk bidang penjualan produk properti. Dalam 10 tahun terakhir, sejumlah perusahaan pengembang properti tidak memiliki divisi marketing in house lagi karena menyerahkan kepada perusahaan agen properti untuk menjual produk atau proyeknya.
“Akan lebih mudah kalau perusahaan pengembang menyerahkan kepada perusahaan broker properti pemasaran proyeknya, sehingga divisi marketing perusahaan menjadi variable cost karena baru dibayar kalau ada penjualan. Makanya ke depan pengembang dan broker properti akan seiring dan menjadi mitra strategis. Jadi, broker juga dituntut harus makin profesional,” kata Lukas Bong, Ketua Umum DPP Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (AREBI) saat Media Briefing di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Menurut Lukas, broker properti anggota AREBI harus terus meningkatkan profesionalitasnya agar mampu bersaing dan sukses dalam kondisi apapun termasuk di tengah resesi, konflik politik dan lain sebagainya.
“Broker properti harus terus pro-aktif, terus bergerak. Banyak yang bisa dilakukan agar sukses menjalani profesi sebagai broker properti, salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan seputar industri properti yang akan berguna bagi agen karena mereka adalah ujung tombak penjualan properti. Maka itu, sertifikasi broker itu penting karena menyangkut kredibilitas broker itu sendiri,” jelasnya.
Ia memberikan gambaran, saat ini ada 1.400 perusahaan agen properti yang tersebar di 15 DPD AREBI di Indonesia dan membawahi ratusan ribu broker properti yang siap mendongkrak industri properti. Bila satu kantor sedikitnya memiliki 10 orang broker, maka ada 10.000 ribu broker properti profesional yang bisa menjadi makelar pengembang untuk memasarkan proyeknya sehingga biaya dan waktunya lebih efisien.
“Dari seluruh total agen properti yang ada di Indonesia, yang telah bersertifikat sekitar 5.000 orang dan ada sekitar 60 persen belum jadi anggota AREBI. Maka itu, kami terus melakukan sosialisasi kepada agen pemasar properti tentang perlunya sertifikasi broker,” terang Lukas.
Aktivitas broker properti diklaim makin dibutuhkan oleh perusahaan developer lantaran dinilai sangat membantu penjualan perusahaan. Bahkan penjualan yang diraih dari agen properti bisa jauh lebih besar dibandingkan yang dibukukan oleh tim in-house marketing dan hal ini karena broker properti memiliki jaringan yang luas.
“Saya ambil contoh, proyek Summarecon Bogor dari Summarecon Agung pertama kali launching di tahun 2020, saat pandemi Covid-19. Waktu itu 1.000 broker hadir melalui online, cost pemasarannya rendah karena ngga perlu tatap muka. Produknya sold out. Omset mereka Rp1,2 triliun yang 85 persen penjualannya disumbang oleh agen properti,” buka Lukas.
AREBI sendiri sebagai asosiasi juga terus berbenah untuk menghasilkan tenaga-tenaga broker properti yang profesional, salah satunya menggelar pelatihan rutin untuk setiap broker anggotanya.
“Sekarang bisa dilihat, ibu-ibu sudah confident menjadi broker dan konsultan properti. Banyak juga ibu-ibu setelah antar sekolah anaknya, ketemu ibu-ibu yang lain ngobrol sembari menawarkan produk properti, dia bisa cari tambahan di situ karena punya circle,” tutur Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AREBI, Margo Khusiono.