Di antara sektor properti lainnya, hotel merupakan sektor yang akan mengalami pemulihan yang lebih cepat. Walaupun indikator utama yaitu tingkat hunian sempat terkapar selama pandemi, namun berangsurangsur sampai dengan kuartal ke 3 tahun ini, kinerjanya sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Pemulihan ini terutama ditunjang juga oleh pasokan yang bertambah cukup moderat bahkan cenderung rendah sehingga tidak terlalu mengganggu kinerja secara keseluruhan.
baca juga, Program Sejuta Rumah Tembus 1 Juta Unit di Akhir November 2022
Sepanjang kuartal 1 sampai 3 tahun 2022, pasokan hotel baru hanya bertambah sebanyak 220 kamar sehingga total jumlah kamar hotel di Jakarta adalah 44,696 dari total 223 hotel yang beroperasi. Pasok hotel di Jakarta masih didominasi oleh hotel bintang-3, namun justru dalam 3 tahun belakangan ini pasok hotel baru kebanyakan dari bintang 5. Sebaran hotel berbintang di Jakarta terkonsentrasi di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Jakarta Pusat identik dengan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, pun demikian Jakarta Selatan. Sehingga sangat lumrah apabila terdapat banyak hotel di daerah tersebut karena karakteristik hotel di Jakarta adalah hotel bisnis. Sampai tahun 2025, tidak ada masalah dengan tambahan pasok hotel karena pengembang cukup paham bahwa pasar tidak membutuhkan tambahan proyek baru. Sampai dengan tahun 2025 pasok hotel baru di Jakarta cukup terbatas, hanya 3 hotel (1 hotel bintang-4 dan 2 hotel bintang-5).
Selama pandemi, hotelier melakukan segala cara untuk tetap bisa bertahan. Salah satunya adalah dengan memberikan potongan harga. Target pelaku industri hotel saat itu adalah meningkatkan keterisian kamar. Seiring dengan kondisi yang mulai terkendali, industri hotel sudah mulai menaikkan kembali harga kamarnya. Ini terlihat dari semakin meningkatnya ADR hotel di Jakarta.
FAKTOR YANG MENJADI KATALIS
Hotel di Jakarta sudah mulai mengalami peningkatan jumlah tamu sejak akhir 2021. Sebelum peraturan terkait karantina pelaku perjalanan luar negeri diangkat, banyak hotel di Jakarta yang memanfaatkan momentum tersebut untuk menambal kekosongan kamar. Beberapa hal yang memengaruhi peningkatan tersebut antara lain adalah dibukanya pintu kedatangan internasional yang memudahkan pelaku usaha untuk melakukan perjalanan bisnis. Kemudian mulai banyaknya acara “offline” seperti acara konser musik, acara olahraga yang menarik banyak minat penonton. Selain itu kegiatan seperti rapat, seminar, kumpulkumpul sudah mulai banyak diadakan di hotel.
TANTANGAN KE DEPAN
Banyak negara mengalami tekanan inflasi tinggi tidak terkecuali Indonesia dan ini tentunya akan mempengaruhi daya beli konsumen, terutama di pasar menengah dan bawah. Selain itu kenaikan harga hotel dan tiket pesawat pun tidak dapat dihindari. Jadi apakah resesi global akan melemahkan kinerja perhotelan? Mungkin tidak sebesar dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Tidak semua kelas konsumen masyarakat akan terpengaruh, kelas menengah-atas masih mempunyai daya beli yang akan menopang industri hotel. Memasuki tahun
politik 2023-2024 aktivitas MICE terutama untuk kegiatan pertemuan akan semakin tinggi terutama oleh kegiatan konsolidasi parpol. Ini akan menjadi kontribusi pendapatan bagi hotel. Karena pasar yang menjadi lebih “price-sensitive”, operator industri perhotelan perlu memastikan bahwa indikator dan kualitas yang ditawarkan sebanding dengan harga yang dibayar oleh konsumen.•
Ferry Salanto
SENIOR ASSOCIATE DIRECTOR COLLIERS