Presiden Jokowi meninjau rumah murah bagi MBR di Villa Kencana Cikarang Bekasi, Kamis 4/5/2017. (Foto: Pius)
Belum lama ini Indonesia Property Watch (IPW) merilis hasil investigasi terhadap para pengembang rumah murah. Faktor beban biaya tak resmi atau uang siluman menjadi salah satu kendala yang menghabat niat mereka membangun rumah murah tersebut. Belum lagi beban harga tanah yang terus membengkak setiap saat. Asmat Amin, salah satu pelaku, pengembang rumah murah mengakui hal ini.
Menurutnya, niat mulia pemerintah dalam mendorong penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) patut didukung oleh pengembang. Meski demikian, beberapa catatan serius mesti diperhatikan agar pengembang pun terus bergairah membangun.
“Pemerintah melalui Program Sejuta Rumah juga giat mendorong untuk memangkas selisih pasokan dan permintaan rumah (backlog) yang kini mencapai 10 hingga 12 juta unit. Namun di satu sisi, berbagai beban tambahan di lapangan membuat pengembang pun sulit membangun rumah subsidi,” ujar Asmat, Managing Director SPS Group – salah satu pengembang yang hingga saat ini tetap fokus membangun rumah murah bagi MBR – kepada media di Hotel Dafam Teraskita, Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Beberapa faktor yang kasatmata terjadi, sebutnya adalah semakin terbatasnya ketersediaan lahan sehingga berdampak langsung pada tinggihnya harga tanah tersebut. “Dan ini pun akan menjadikan biaya produksi semakin tinggi, sehingga sering tak imbang dengan harga jual. Bagaimana pengembang swasta mau membangun kalau terus seperti ini,” tegasnya.
Selain itu, Asmat menambahkan, pemerintah juga sudah seharusnya mengubah Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Khusus untuk perumahan bagi MBR ditambah peruntukannya. Selanjutnya, persoalan BI Checking yang juga sering membuat konsumen gagal proses di perbankan, karena sering kali mereka juga tidak lulus dari kewajiban BI Checking tersebut.
“Bahkan di beberapa proyek kami, separuh dari konsumen kami ditolak gara-gara BI Checking ini. Jadi kami mohon agar pemerintah bisa memberi kelonggaran masalah BI Checking ini, khusus kepada perumahan MBR,” tambah Asmat.
Tidak hanya itu, harga rumah MBR yang telah dipatok pemerintah juga menjadi kendala tersendiri. Menurut Asmat, pemerintah juga harus merevisi aturan ini. “Kita tidak bisa samakan masyarakat yang tinggal di wilayah Botabek (Bogor, Tangerang, Bekasi) dengan masyarakat di Subang atau wilayah lainnya, dimana UMR-nya pun berbeda. Sehingga semestinya plafon harga rumah ini dibuatkan sesuai dengan UMR masing-masing wilayah,” katanya.
Bukan Sekadar Bangun
Meski penyediaan rumah sekelas rumah murah, namun pengembang juga tetap mengutamakan kualitas dan kenyamanan bagi penghuni. Banyak hal harus diperhatikan, seperti lokasi, akses, juga fasilitas lainnya.
“Penentuan lokasi perumahan sangatlah penting, kita harus lihat aksesnya, apakah transportasi tersedia. Jangan sampai nanti ketika kita menempati unit, mau kemana-mana sulit. Dan jangan lupa mengenai kandungan air bawah tanah, ada atau tidak. Jika ada, apakah bisa dikonsumsi untuk kepentingan rumah tangga,” tambah Asmat.
Ini juga menjadi persoalan tersendiri, sehingga menambah deretan pengembang yang kian jauh dari keinginan membangun rumah subsidi bagi MBR tersebut. Memang tak mudah membuat semua orang senang. Tapi, untuk urusan membangun rumah subsidi, menurut Asmat, setidaknya masyarakat yang masuk dalam kategori MBR bisa memiliki rumah sendiri dan hunian yang dibangun pun merupakan ‘rumah tumbuh’. Jadi masih memungkinkan membangun satu atau dua kamar lagi sesuai kebutuhan dan anggaran yang dimiliki.
“Idealnya rumah subsidi atau rumah murah itu dekat dengan tengah kota, tapi apa daya, memang tak mungkin. Saya paham kemauan banyak orang, tapi harga tanahnya di tengah kota, bahkan yang dekat tengah kota saja sudah melambung tinggi. Mau dijual berapa,” ujar Asmat.
Hingga saat ini, SPS Group sendiri masih fokus membangun rumah murah bagi MBR. Bahkan baru di Mei lalu, Presiden Joko Widodo hadir langsung meresmikan Perumahan Village Kencana Cikarang, seluas 105 hektar di Cikarang Utara. Adapun perumahan di wilayah Sukatani ini tersedia sebanyak 8.749 unit dan sudah sold out. Sementara di selatan Cikarang Asmat juga membangun Grandvista Cikarang di atas lahan seluas 160 hektar dengan total mencapai 14.000 unit. Belum lagi di Grand Cikarang City yang rencananya akan dibangun sebanyak 9.500 unit.
[Baca: Kolaborasi BTN dan SPS Group Hadirkan Rumah Rp112 Juta]
“Tahun ini kami sedang mempersiapkan membuka proyek baru di tiga lokasi di Timur Jakarta, di sekitar Bekasi, Karawang, dan Subang,” papar Asmat.
Bahkan sepanjang tahun ini, Asmat menargetkan pembangunan rumah MBR sebanyak 15.000 unit, atau naik 5.000 unit dari 2016 lalu. “Ini juga bagian dari ibadah kami,” tutup Asmat. [Pius Klobor]