...

KEMENTERIAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN TEREALISASI SOAL BACKLOG TERATASI

Program pengembangan 3 juta rumah yang diusung pasangan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Pra-Gib) sebagai solusi untuk mengatasi masalah kekurangan perumahan (backlog) dan memberikan hunian yang layak bagi masyarakat Indonesia, terutama untuk kalangan menengah ke bawah mendapat respon beragam dari berbagai kalangan. Ada yang menanggapi positif dan terwujud, tak sedikit pula yang sinis – bahwa itu tak mungkin terealisasi.

baca juga, Mengejutkan, AHY Blak-blakan Ungkap Kelanjutan Pembangunan IKN di Era Prabowo

Namun terlepas dari perdebatan itu, Realestat Indonesia (REI) sebagai asosiasi perusahaan yang berdiri berdasarkan kesamaan usaha, kegiatan dan profesi di bidang pembangunan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, melihat program pasangan Pra-Gib itu dengan positif dan antusias. REI yakin kalau program itu akan menjadi solusi mengatasi permasalahan backlog yang kini masih belum terpecahkan dan terus mengkhawatirkan seiring dengan pertumbuhan penduduk, dan di sisi lain diperparah dengan kondisi perekonomian Indonesia dan dunia yang kian tak menentu, juga kebijakan yang belum terfokus.

Untuk itu, Joko Suranto, sebagai Ketua Umum DPP REI meyakini program itu akan terwujud dan persoalan teratasi bila berbagai hal yang mendukungnya terpenuhi. Sebab itu akan menjadi syarat inti dan sangat menentukan perjalanan program tersebut.

“Sejumlah dukungan diperlukan untuk mewujudkan pembangunan 3 juta rumah per tahun, seperti dari sisi pembiayaan, regulasi, termasuk yang tidak kalah penting adalah hadirnya kementerian khusus (Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman) yang fokus terhadap pembangunan perumahan,” ujar Joko dalam jawaban tertulisnya yang diterima redaksi Majalah Property and the City, Jakarta, (30/09/2024).

Menurut Joko, pemimpin asosiasi yang berdiri sejak 11 Februari 1972 di Jakarta itu sangat yakin bila Kementerian Perumahan dan kawasan Permukiman terbentuk, maka persoalan backlog yang bermuara pada persoalan perekonomian itu akan menjadi entitas untuk mengatasi berbagai masalah terkait.

“Kehadiran Kementerian khusus tersebut akan memudahkan koordinasi dan memiliki kewenangan regulasi yang kuat sehingga program 3 juta rumah dapat berhasil. Dengan terwujudnya program 3 juta rumah maka diyakini mampu menyelesaikan backlog perumahan, sekaligus memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Ketua Umum REI periode 2023-2027 itu.

Lebih lanjut, pria kelahiran 20 Januari 1969 di Desa Jetis, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ini mengetengahkan pentingnya menggunakan pendekatan Propertinomic, yakni sebuah cara pandang baru untuk menyelesaikan
permasalahan backlog. Dalam pendekatan Propertinomic ini setidaknya mengusung 4 pilar, yakni:

Pertama, kelembagaan. Yaitu adanya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman yang kuat untuk bertindak sebagai integrator dan memiliki fokus yang jelas.

Kedua, kebijakan. Adanya relaksasi, simplifikasi, dan harmonisasi regulasi sehingga suportif, integratif, dan mendukung ekosistem penyediaan perumahan. Ketiga, anggaran. Adanya dukungan anggaran yang memadai dari APBN minimal sebesar 2,5% dari APBN, dan adanya dana pendampingan untuk sektor perumahan.

Keempat, dijadikan program strategis nasional. Properti secara keseluruhan menjadi proyek strategis nasional, artinya masuk dalam program yang menjadi perhatian utama pemerintah.

Alumni Strata-1 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan magister hukum bisnis di Universitas Katolik Parahyangan Bandung itu tak memungkiri bahwa untuk menyukseskan program itu diperlukan banyak dukungan dari berbagai pihak.
Selain terbentuknya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, juga diperlukan koordinasi dari enam kementerian yang mengatur kebijakan perijinan perumahan. Yang ini kadangkala menjadi hambatan dalam proses dan koordinasi di tataran praksisnya.

Lumrah, jika ditangani oleh 6 kementerian/lembaga yang terpisah, maka kebijakan yang dilakukan juga berbeda-beda. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan properti khususnya perumahan pun menjadi sulit dan tersendat.

Idealnya, kata Joko, kebijakan properti dan perumahan disusun atau dibuat oleh institusi yang memang bertanggung jawab langsung dengan sektor ini, sehingga terkelola dengan baik dan orkestrasi kebijakannya bisa harmonis untuk menghasilkan hasil optimal.

Maka, apapun yang terjadi, saat Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman terbentuk, maka harus fokus pada pembangunan perumahan yang melakukan relaksasi, simplifikasi dan harmonisasi terhadap semua regulasi pembangunan perumahan karena Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman akan memiliki kewenangan untuk merencanakan dan mengeksekusi programprogram pembangunan perumahan nasional.

REI Tawarkan Solusi

Pria yang mengabdikan diri secara penuh dan memperjuangkan kebaikan bagi seluruh anggota REI ini memberikan solusi atau strategi agar program pembangunan 3 juta rumah per tahun itu sukses. Strategi itu antara lain adalah:

Pertama, mendorong pemerintah untuk menyiapkan captive market-nya terlebih dahulu melalui data profiling mengenai kriteria, siapa dan di mana saja masyarakat yang membutuhkan rumah. Dengan adanya profiling yang jelas by name by address, maka saat program 3 juta rumah ini berjalan nantinya akan inline antara pasokan dan permintaan.

Kedua, terjaganya ekosistem perumahan yang dengan regulasi yang jelas dan terukur baik dari sisi prosedur, waktu ataupun biaya. Sehingga memberikan kepastian terhadap investasi dan proses bisnis pada industri properti.

Ketiga, REI bersama Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) sedang melakukan riset untuk menghitung secara lebih akurat seberapa besar sebenarnya dampak industri properti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. REI juga sudah menyiapkan peta jalan (road map) untuk menyelesaikan backlog perumahan melalui pendekatan propertinomic.

“Road map tersebut sudah disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Beliau sangat mengerti dan memahami persoalan yang terjadi di sektor perumahan serta paham pentingnya perumahan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” terang Joko.

Keempat, REI saat ini memitigasi beberapa regulasi yang perlu disinkronisasi dan diharmonisasi. Khusus untuk perizinan, sinkronisasi mendesak dilakukan karena sudah melenceng jauh dari semangat UU Cipta Kerja yang menekankan perizinan yang sederhana dan cepat berbasis OSS (Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik). Tetapi kenyataan di lapangan, saat ini pengendali perizinan kembali seperti sebelumnya yang berpusat di pemerintah daerah.

Kelima, REI sedang memperdalam kajian terkait dana pendampingan untuk mendorong percepatan pencapaian 3 juta rumah terutama untuk pendampingan bagi kelompok masyarakat sedikit di atas MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yang berpenghasilan Rp8 juta – Rp15 juta per bulan. Sumber dananya dapat dihimpun dari dana pensiun, dana badan penjaminan sosial, dana asuransi dan
sebagainya.

“Jika diasumsikan sekitar 5% saja dari sumber dana tersebut dihimpun untuk pendampingan perumahan, maka potensi dananya diperkirakan mencapai Rp163 triliun. Dana sebesar itu cukup besar untuk menjamin tingkat suku bunga KPR yang tetap (flat) minimal hingga 10 tahun, dan selanjutnya bisa bunga floating,” terangnya.

“Dengan adanya dana pendampingan, setidaknya dapat memenuhi pembiayaan untuk berkisar 600 ribu hingga 800 ribu rumah per tahun dengan harga di rentang Rp300 juta sampai Rp500 juta per unit yang bisa menjadi modal bagi capaian program 3 juta rumah,” ujarnya lebih lanjut sambil menegaskan jika merujuk piramida backlog perumahan, kelompok masyarakat yang sedikit di atas MBR itu persentasenya mencapai 35%.

Selain strategi itu, Joko juga memberikan usulan lain terkait program perumahan di masa pemerintahan Prabowo-Gibran. Usulan itu seperti:

Pertama, properti sebagai backbone pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan kontribusi cukup strategis dan didukung pula dengan adanya bonus infrastruktur seperti jalan tol dan moda transportasi massal, maka industri properti sangat-sangat pantas menjadi tulang punggung (backbone) utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Potensi daya ungkit sektor properti terhadap ekonomi negara itulah yang kami sebut sebagai paradigma propertinomic.

Kedua, properti sebagai kekuatan utama Pembangunan bangsa. Paradigma baru ini merujuk kepada posisi strategis sektor properti
sebagai kekuatan utama dalam membangkitkan perekonomian negara. Propertinomic akan mengubah cara melihat sektor properti dari yang sebelumnya hanya indikator dalam pertumbuhan ekonomi, menjadi faktor pengungkit pertumbuhan ekonomi bangsa.

Ketiga, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagai bapak. Joko berharap asosiasi dan semua stakeholder industri terkait menjadikan kementerian ini sebagai bapak bagi seluruh stakeholder industri properti, dan memegang peranan yang strategis dalam pembangunan perumahan.

“Untuk itu kementerian ini harus dipimpin oleh figur yang memiliki kompetensi, pengalaman berkarya dan berprofesi di dunia properti, memiliki rekam jejak yang sudah teruji dalam pembangunan perumahan dan industri properti, serta memiliki visi untuk membangun dan menjadikan industri properti ini sebagai kunci dari pertumbuhan ekonomi nasional,” tegasnya.

#kementerianperumahan #kemenpu #backlogperumahan #realisasibacklog #perumahanrakyat #kawasanpermukiman #programperumahan #pembangunanperumahan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini