“Seorang sales harus merasakan menjadi konsumen untuk benar-benar tahu apa yang diinginkan konsumen.”
Dalam sebuah perjalanan dengan teman saya dengan mengendarai mobil, kami melintasi sebuah jalanan yang cukup sempit. Dua mobil pas-pasan, kurang lebih begitu istilahnya. Baru saja kami memasuki jalan tersebut, kesan semrawut mulai terasa. Pejalan kaki dan motor yang parkir sembarangan tumpah ruah di jalanan. Belum lagi beberapa mobil berjalan lambat menghindari kesemrawutan tersebut. Kami pun turut serta di dalamnya.
Sampai pada suatu titik… terdapat orang yang berkendaraan motor dari arah berlawanan dengan entengnya memarkirkan motornya sedikit agak menghalangi jalan kami. Sepertinya dia sedang membeli makanan dari jajanan yang juga berada di pinggir jalan. Di depan kanan kami sudah ada mobil dari arah berlawanan yang juga memperlambat jalannya. Sehingga agak sulit untuk kami menghindar ke arah kanan.
Tin…tin… teman saya membunyikan klakson mobilnya dengan hati-hati agar tidak mengeluarkan suara keras. Pemotor itu pun tanggap bersiap untuk menggeser motornya. Namun alih-alih membuka jalan, ia hanya menarik motornya, sedikit menegakkannya. Dan kami masih sulit untuk melewatinya, apalagi pandangan dari dalam mobil tentunya berbeda dengan mereka yang melihatnya langsung dari luar mobil. Kami mencoba untuk memberi tanda dengan tangan sebisanya agar motornya digeser saja, namun lagi-lagi dia hanya menegakkan motornya. Cukup kesal berada dalam kondisi seperti itu. Dalam pikiran saya, “Susah bener yah menggeser motor saja ke arah tepian tanpa harus mengganggu lalu lintas.”
“Mungkin dia belum pernah nyupir mobil,” kata teman saya. Nah…. Cerita ini bukan untuk menceritakan pengendara motor dan pengendara mobil. Bukan juga mengenai si kaya yang berada di mobil atau si miskin yang memakai motor. Bukan itu. Yang terjadi ada beberapa kemungkinan. Pertama, dia sengaja tidak mau menggeser motornya karena kesal. Kedua, dia merasa sudah menggeser motornya tapi ternyata tidak cukup ruang untuk mobil melewatinya. Sepertinya bukan kemungkinan pertama, karena ia dengan sigap langsung menggeser motornya dan juga tidak menampakkan muka kesal. Jadi kemungkinan yang kedua lebih masuk akal. Mengapa? Tentu kita tahu bila sedang berkendaraan di dalam mobil, apalagi dalam kondisi yang sempit kita harus berhati-hati. Jangan sampai kita menyenggol kendaraan orang lain.
Mengendalikan mobil berukuran besar pun tidak semudah bila bermanuver dengan motor. Begitulah kira-kira. Apa yang dapat diambil dari cerita di atas?
Cerita di atas menggambarkan bahwa bila kita ingin mengetahui perasaan orang lain, maka kita harus berada di posisinya masing-masing. Si pemotor mungkin merasa sudah menggeser motornya, namun di pengendara mobil belum tentu mendapatkan ruang melewatinya.
Sama halnya dengan tenaga penjual di sebuah proyek pengembang. Mereka akan menguasai ilmu sejati sebagai tenaga penjual (sales), bila mereka pernah merasakan sebagai calon pembeli. Karenanya pada suatu kesempatan saya mencoba untuk sedikit bereksperimen dalam melatih tim sales. Semua tim sales berlatih untuk menjadi seorang calon konsumen. Seakan-akan benar dia ingin membeli rumah. Datangi sebuah marketing gallery dan berlagak selayaknya ingin membeli rumah. Rasakan apa yang diinginkannya. Apa yang tidak diinginkannya. Apa yang membuatnya risih ketika sales menanyakannya. Apa yang membuatnya tertarik ketika sales menjelaskan produknya. Rasakan semuanya agar ketika dia menjadi sales, dia tahu apa yang diinginkan calon konsumennya karena telah menemukan jurus sejati dari seorang sales.•
[…] JURUS SEJATI SEORANG SALESKAVLING KOSONG DAN MOBIL MERCYKAMU TIDAK SEDANG JUALAN PROPERTIThe Black DotBOOEMERANG PROPERTI […]