Propertyandthecity.com, Bogor – Menarik mundur data hasil survei Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan harga properti residensial (rumah tinggal) di pasar primer, naik pada kuartal IV 2023, yang disebabkan oleh tekanan inflasi, maka pertanyaannya, bagaimana kemampuan karyawan gaji UMR khususnya di Jakarta dalam membeli rumah?
Perencana Keuangan Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan bekerja dengan gaji UMR masih bisa memiliki rumah. Ia memberikan contoh cara mengatur keuangan untuk pekerja UMR dengan gaji Rp5 juta. Dengan harga rumah KPR senilai Rp300 juta.
“Kita pakai asumsi UMR di Jakarta yang kalau dibulatkan jadi Rp5 juta. Semisal harga rumahnya yang berada di area Jabodetabek adalah Rp300 juta, maka untuk bisa membelinya dengan cara KPR dibutuhkan dana 20 persen yaitu sekitar Rp60 juta sebagai pembayaran pertamanya,” kata Andy.
Dengan gaji Rp5 juta per bulan, karyawan tersebut bisa menyisihkan Rp1 juta per bulan sebagai tabungan untuk membayar DP rumah. Dengan asumsi, pekerja itu dapat mengumpulkan uang untuk DP selama 60 bulan atau 5 tahun.
Andy melanjutkan untuk mempersingkat waktu menabung DP rumah, pekerja tersebut dapat menyisihkan uang dengan persentase yang lebih besar. Misalnya ketika mendapatkan bonus tahunan, pekerja itu dapat menyisihkan sebagian besar bonus itu untuk keperluan DP rumah.
“Hunian 0 persen yang beberapa waktu lalu ditawarkan oleh pemerintah daerah seperti Jakarta menjadi salah satu alternatif yang menarik. Sekali lagi kompromi harus dilakukan, demi punya rumah sendiri maka sebagai rumah pertamanya yang berupa rumah susun dulu bukan rumah tapak,” ungkapnya.
“Jadi semisal ditanya bisa atau tidaknya orang yang bergaji UMR untuk bisa memiliki rumah sendiri, jawabannya bisa-bisa saja. Namun tentunya waktunya menabungnya memang lebih lama dan usaha yang lebih keras serta lebih banyak kompromi yang harus dilakukan karena kondisi keuangan yang terbatas,” tambahnya.
Adapun, BI mencatat, secara spasial dari 18 kota yang diamati, sepuluh kota mengalami peningkatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR), sementara delapan lainnya mengalami perlambatan. Kenaikan harga rumah pada triwulan IV 2023, terutama terjadi di Kota Pontianak 3,57 persen (yoy), Banjarmasin 0,70 persen (yoy), dan Manado 0,32 persen (yoy). Sementara perlambatan terutama terjadi di Kota Balikpapan 0,78 persen (yoy), Yogyakarta 0,77 persen (yoy), dan Bandung 0,73 persen (yoy).
Saran Pengamat
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Data survei biaya hidup (SBH) 2022, dimana khusus untuk daerah Jakarta biaya hidupnya mencapai Rp15 juta per bulan. Jumlah ini merupakan yang tertinggi di Indonesia. Harga Properti Residensial Sejumlah kota besar lain seperti Bekasi, Surabaya, dan Depok juga memiliki biaya hidup yang tidak kalah tinggi. Ketiganya punya rata-rata biaya hidup mencapai Rp13 juta. Biaya hidup paling besar biasanya untuk tempat tinggal dan bahan bakar. Misalnya di Jakarta, berdasarkan hasil SBH 2022, sejumlah komoditas utama yang memiliki bobot konsumsi terbesar di Jakarta ialah tarif listrik sebesar 6,58%, kontrak rumah 5,56%, dan bensin 4,86%.
Tingginya biaya hidup menuntut seseorang untuk bisa mengelola keuangannya. Jika tidak hati-hati, alih-alih bisa membeli rumah justru pengeluaran membengkak hingga lebih tinggi dari pendapatan. Dengan gap setinggi itu, apakah para pekerja dengan gaji pas UMP masih bisa memiliki rumah?
Pengamat Properti dan CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, sebenarnya dengan gaji UMP Jakarta Rp5 juta seseorang bisa mendapatkan rumah seharga Rp500-600 jutaan, apabila join income dengan pasangannya (sudah menikah).
“Fenomena ini disebut Middle Class Trap, dengan profil pembeli usia berkisar 25-45 tahun. Asuminya, jika pengeluaran sebulan Rp15 juta, seharusnya dengan perencanaan keuangan yang bagus, dia bisa anggarkan Rp5 juta per bulan agar bisa beli rumah seharga Rp500-600 jutaan. Yang menjadi kendala di Jakarta adalah sangat terbatas hunian seharga itu, kalau pun mereka mau beli rumah FLPP, mereka ngga mau karena gengsi. Sedangkan kalau beli di atas itu mereka ngga mampu. Ini segmen menengah tanggung,” jelas Ali dihubungi Property and The City, Selasa (19/3/2024).
Maka itu, Ali menyarankan pemerintah seharusnya semakin getol menyediakan hunian segmen menengah perkotaan yang secara lokasi dan harga mampu dijangkau segmen menengah. “Rumah Rp500 jutaan banyak tapi jarak ke tempat kerja di pusat Jakarta sangat jauh, karenanya konsep-konsep TOD sangat diminati ke depan,” imbuhnya.
IPW sendiri sebagai lembaga riset properti di Indonesia sempat mengusulkan gagasan tersebut kendati tantangan masih berkutat pada penyediaan lahan. Menurutnya, pemerintah harus menydari bahwa penyediaan hunian vertikal di perkotaan serentang harga Rp300 juta sampai Rp600 jutaan semestinya berlimpah, dengan insentif pasti.
“Bisa dengan pola hunian berimbang 1:2:3 maupun didorong oleh kontribusi developer. Transformasi kota memang pada saatnya tidak selalu fokus kepemilikan. Jika sudah terlalu tinggi maka sudah tidak mungkin juga dibangun, namun saat ini menurut saya masih cukup memungkinkan pemerintah dan swasta berkolaborasi untuk menyediaaan hunian di segmen ini,” ungkap Ali.
Sebagian besar masyarakat khususnya generasi milenial berusaha mewujudkan impian memiliki rumah dengan menambah penghasilan, menabung uang muka, mengubah gaya hidup, hingga menambah penghasilan. terlebih bagi kaum milenial yang telah berkeluarga, memiliki rumah adalah salah satu impian dan perwujudan kemandirian lepas dari orangtua. Apakah membeli rumah bisa dengan modal nekat?
Kata Ali, selama masih bisa beli rumah harusnya itu bisa menjadi aset masa depan, namun tentunya jangan asal beli. Mesti ada perhitungannya. “Rumah pertama harusnya tidak berpikir investasi tapi aset. Modal nekad tapi terukur, kalau memang tidak mampu jangan terlalu dipaksakan juga nanti malah stres,” pungkasnya.