Sempat hampir terpuruk akibat pandemi Covid-19, ARTOTELGroup mampu bangkit, bahkan tanpa melakukan PHK sama sekali. Perkembangannya pun sangat luar biasa. Tahun 2019, ARTOTELGroup hanya memiliki 14 hotel, namun hingga kini sudah memiliki 102
hotel yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Berikutnya, ARTOTELGroup akan meluncur di beberapa negara di Asia.
Ekspansi ARTOTELGroup luar biasa, Apa yang melatarbelakangi masuk ke bisnis perhotelan?
Kebetulan sejak kecil saya akrab dengan dunia hotel, ayah saya adalah kontraktor yang bangun hotel. Setelah Saya lulus kuliah, Saya memulai karier di bidang perhotelan, pernah bekerja di London kemudian Singapura dan pindah ke Jakarta di travel agent hingga sampai tahun 2009, baru setelah itu saya dirikan ARTOTEL.
Apakah ARTOTELGroup sebuah perusahaan operator atau bagaimana?
Pada awalnya saya bangun perusahaan sebagai property developer. Jadi kami punya tanah keluarga dengan lokasi strategis di Surabaya, kemudian kami bangun hotel dengan brand sendiri, ARTOTEL. Ternyata lumayan berhasil dan setelah itu mendapatkan opportunity di Jakarta, kemudian bangun di Jakarta. Selanjutnya dapat opportunity di Bali dan bangun juga di Bali. Jadi pada saat itu saya bangun dan mengelola
(Operate) sendiri. dan ternyata animo masyarakat cukup bagus.
baca juga, Serpong-Gading Serpong Ramai Tawarkan Hunian Premium, Bagaimana Peminatnya?
Brand hotel kami, ARTOTEL sebagai lifestyle butik pertama di Indonesia. Sekitar tahun 2011/2012, dan ternyata animo masyarakat terhadap brand kami sangat bagus, sehingga banyak investor (pemilik hotel) ingin hotelnya dikelola (operate) menggunakan brand ARTOTEL. Sehingga sejak saat itu kami juga terus berkembang pelan-pelan, dari 2011-2015 kami sebagai Perusahaan Property Developer, setelah 2015 baru business modul kami berubah menjadi Perusahaan operator dengan nama ARTOTELGroup.
Tetapi dalam 2-3 tahun belakangan ini ekspansinya sangat luar biasa, itu kenapa, apakah dapat pendanaan?
Kami mendapatkan pendanaan dari PE/VC. Pada saat pandemic Covid19 perusahaan perhotelan di Indonesia babak belur, termasuk perusahaan kami juga cukup sulit. Oleh karena itu, kami melakukan fundraising. Dan, berhasil mendapatkan kepercayaan dari sebuah Venture Capital dengan mendapatkan dana untuk melakukan ekspansi bisnis.
Kenapa pemodal/investor tersebut sangat yakin untuk memberikan dananya, padahal saat itu juga masih pandemi?
Proses fundraising kami lakukan dengan situasi sulit bertemu langsung, banyak pertemuan dilakukan melalui Zoom Call.
Saat itu, saya bertemu dengan pemodal dari luar negeri, tetapi mereka semua tidak percaya, karena pertama adalah mereka tidak tahu soal Indonesia, kemudian kedua mereka nggak percaya bahwa tourism hospitality Indonesia itu adalah bisnis yang sangat menjanjikan. Hanya perusahaan PE / VC local yang tahu dan percaya industri hospitality Indonesia sangat menjanjikan karena tren traveling masyarakat Indonesia, baik untuk kegiatan bisnis maupun leisure tidak bisa terhentikan.
Sejak ada pendanaan tersebut seberapa cepat ekspansi yang dilakukan?
Lumayan. Sebelum Covid, 2019 kami memiliki 14 hotel. Tetapi per hari ini kami memiliki 102 hotel. Semuanya berada di Indonesia. Itu semua kami sebagai operator, jadi kami tidak memiliki asetnya. Asetnya adalah kepunyaan pemilik aset masing-masing. Kalau yang betul-betul kami miliki hanya ada dua dari tiga yang dulu awal-awal kami bangun. Satu saya flip asetnya.
Apa yang membedakan ARTOTELGroup dengan Perusahaan Operator lainnya?
Cari operator seperti cari jodoh karena perjanjian Kerjasama antara pemilik hotel dengan operator minimum kontrak 10 hingga 15 tahun, itu kan lama.
Jadi perlu adanya komunikasi yang baik antara owner dan operator. Padahal sebenarnya owner dan operator ini adalah satu pintu. Cuma banyak sekali kelemahannya adalah di komunikasi. Penting sekali ada jalur komunikasi yang terbuka sama owner atau customer. Oleh karena
itu, kami yakin sebagai perusahaan Lokal Indonesia dan beroperasi di Indonesia kami dapat memahami latar belakang budaya masing-masing owner agar komunikasi dapat terjalin dengan baik.
Tetapi apakah manajemen hotel bintang 5 dengan bintang 3 atau 4 itu berbeda?
Sebagai contoh, kami bisa bangun hotel bintang 3 dengan service yang bagus namun fasilitas terbatas, atau saya bangun hotel bintang 5 dengan fasilitasnya lengkap namun servicenya tidak bagus. Jadi menurut Saya bintang tidak pernah diidentikkan dengan kualitas sebuah hotel, bintang lebih diidentikkan dengan sebesar apa hotel Anda dan fasilitasnya.
Saat ini industri perhotelan sudah mulai bangkit kembali, tetapi saya lihat mungkin sampai tahun depan agak sedikit yang bangun hotel. Kalau konstruction coast-nya naik gila-gilaan?
Menurut saya teknologi sudah semakin maju, sekarang banyak teknologi yang bisa menggantikan pembiayaan konstruksi menjadi terjangkau. Misalkan, zaman dulu kalau kita mau beli meja harus meja yang kayunya jati, harganya mahal bukan main. Sekarang kita bisa pakai material MDF board (Medium Density Fiberboard). Dulu lantainya harus kayu sekarang bisa dengan vinyl. Wallpaper zaman dulu dan sekarang harganya berbeda sekali. Jadi banyak sekali replacement-replacement cost yang bisa tergantikan. Zaman dulu kalau kita bangun hotel harus bikin yang namanya server room yang mahal sekali. Zaman sekarang sudah cloud. Jadi banyak sekali cost-cost yang tergantikan.
Lokasi di mana yang saat ini sedang berkembang?
Di Jawa Tengah. Faktor pertama karena jalan tol. Jalan tol ini menurut saya membiasakan orang Indonesia travel melalui jalan darat. Jadi Jawa Tengah itu accessible by car ke Jawa Barat dan Jawa Timur, termasuk juga dengan airplane juga bisa. Oleh karena itu, property kami di Jawa Tengah demand-nya sangat tinggi dan saat ini di Jawa Tengah ekonominya menjadi baik dimana tingkat okupansinya baik, rate-nya juga baik, bisnis berkembang sejak awal tahun 2022.
Prediksi ke depan masih oke?
Sangat oke. Karena sekarang di 2022 ini kita ini sudah lebih baik daripada 2019. Situasi saat ini jumlah traveler lokal dan Internasional semakin membaik namun tanpa Cina, karena turis dari Cina belum travel. Pada tahun 2019 dan tahuntahun sebelumnya, China menyumbang market share traveler nomor 1 di Indonesia. Oleh karena itu, kita cukup optimis dengan dunia travel tourism di Indonesia.
Apa sebenarnya suka dukanya menjalankan bisnis ini? Pernah tidak mengalami suatu kondisi yang benarbenar bikin down?
Pandemi Covid. Karena Covid itu adalah suatu situasi sebagai entrepreneur yang kita harus mengalami kondisi yang sangat parah, semrawut dan kacau balau. Tapi kami bersyukur saat itu kami tidak sampai melakukan PHK, tapi kami hanya melakukan cutting cost yang cukup signifikan. Office kami close, travel cost juga turun banyak, salary cut kami lakukan semua significant cost reduction agar kita bisa survive dalam situasi sulit. Pada saat itu, kami berlomba dengan waktu karena dampaknya waktu itu luar biasa dan cepat. Di Februari 2020 okupansi kami rata-rata 92% di semua hotel kami. Kemudian di Maret 2020, down to 5% average.
Batas wajar okupansi hotel di berapa persen?
Min 50% dengan variable tiap hotel berbeda beda.
Ke depan lokasi di wilayah mana saja yang menjadi bidikan ARTOTELGroup?
Kebetulan sekarang kami sedang menjajaki internasional, kami akan masuk ke Southeast Asia. Kami rencana buka di Singapura, Malaysia, termasuk juga ke Jepang. Kami berani keluar karena brand ARTOTEL sendiri sudah cukup mapan di Indonesia, dimana animo market domestik pada brand kita sangat bagus, sehingga kami berani membawa brand lokal brand Indonesia ke internasional. •