PropertyandTheCity.com, Jakarta – Membeli rumah bukan sekadar memilih lokasi dan desain yang menarik. Ada berbagai dokumen penting yang perlu Kamu ketahui sebelum resmi menjadi pemilik rumah. Apa saja berkas-berkas tersebut? Simak ulasannya berikut ini!
- Sertifikat Hak Milik (SHM)
SHM merupakan jenis sertifikat yang memiliki legalitas yang paling kuat. Pemilik dengan SHM memiliki hak mutlak atas tanah dan bangunan, sehingga statusnya lebih kuat dibandingkan jenis sertifikat lainnya. SHM tidak memiliki batas waktu dan hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Jika Kamu membeli sebuah rumah dengan Sertifikat Rumah Hak Milik, maka kamu telah memilih rumah dengan nilai atau value tertinggi. Jadi, jangan heran jika harga rumah dengan SHM relatif dijual lebih mahal.
SHM akan hilang jika tanah tersebut kembali menjadi milik negara karena alasan tertentu atau mengalami kehancuran, seperti akibat bencana alam berupa longsor atau ambles. Kelemahan SHM terletak pada proses pembuatannya yang cukup panjang.
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Berbeda dengan SHM, SHGB hanya memberikan hak bagi pemilik untuk mendirikan bangunan di atas tanah milik negara dalam jangka waktu tertentu. Biasanya, SHGB berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang.
SHGB hanya membuktikan Kamu memiliki bangunan tersebut, namun, tidak atas tanah yang mana rumah tersebut berdiri.Hal ini membuat SHGB memiliki masa kadaluarsa dan perlu kamu perpanjang mengikuti UU yang berlaku.
SHGB dapat terhapus karena berbagai alasan. Salah satunya adalah ketika jangka waktu kepemilikan telah berakhir. Selain itu, HGB juga bisa dihentikan lebih awal jika pemegang hak tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam beberapa kasus, pemegang hak dapat secara sukarela melepaskan kepemilikannya.
SHGB juga dapat dicabut oleh pemerintah jika tanah tersebut diperlukan untuk kepentingan umum. Jika tanah yang memiliki SHGB dibiarkan tanpa perawatan atau tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya, hak tersebut juga bisa dianggap hapus. Selain itu, jika tanah mengalami kerusakan atau musnah akibat bencana alam atau faktor lainnya, maka SHGB pun otomatis tidak berlaku lagi.
3. Akta Jual Beli (AJB)
AJB merupakan dokumen yang disusun oleh notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai bukti sah dari transaksi jual beli rumah. Namun, AJB bukanlah bukti kepemilikan resmi, sehingga perlu ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
AJB diterbitkan setelah proses jual beli rumah selesai dan memuat rincian transaksi yang tercatat dalam SHM. Jika membeli rumah bekas, pembeli wajib meminta AJB dari penjual untuk memastikan kesesuaiannya dengan informasi yang tertera pada SHM.
Selain itu, penting untuk memeriksa nama PPAT yang tertera di AJB dan mencocokkannya dengan yang ada di SHM. Keberadaan PPAT atau notaris dalam pembuatan AJB sangat diperlukan untuk menjamin keabsahan transaksi jual beli rumah.
4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
IMB adalah izin yang diberikan oleh pemerintah untuk mendirikan bangunan. Namun, berdasarkan regulasi terbaru, IMB kini telah digantikan oleh Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Sertifikat IMB menjadi bukti bahwa pemiliknya telah memperoleh izin resmi untuk mendirikan bangunan di atas tanah tertentu.
Dokumen ini diterbitkan oleh pemerintah daerah dan mencantumkan informasi mengenai luas bangunan, luas tanah, serta status kepemilikan lahan. Saat membeli rumah, penting untuk memastikan bahwa properti tersebut memiliki sertifikat IMB. Jika tidak, pemilik rumah berisiko dikenakan denda sekitar 10 persen atau bahkan menghadapi pembongkaran bangunan secara paksa.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB merupakan kewajiban pajak tahunan yang harus dibayarkan oleh pemilik rumah. Besarnya pajak ini dihitung berdasarkan luas tanah dan bangunan serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Bukti pembayaran PBB tahunan menunjukkan bahwa pemilik sebelumnya telah memenuhi kewajiban pajaknya.
Kamu bisa meminta penjual atau pemilik rumah sebelumnya untuk menunjukkan bukti pembayaran PBB selama beberapa tahun terakhir. Selain memastikan kepatuhan dalam pembayaran pajak, dokumen ini juga diperlukan dalam proses balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM).
6. Girik
Girik adalah surat tanah yang digunakan untuk keperluan perpajakan. Namun, banyak masyarakat yang keliru menganggapnya sebagai bukti kepemilikan tanah. Tanah yang memiliki girik sering disebut sebagai tanah yang belum memiliki sertifikat resmi.
Umumnya, tanah girik diperoleh melalui warisan atau secara turun-temurun, tetapi ada juga yang didapatkan melalui transaksi jual-beli. Sebagai dokumen yang berkaitan dengan pajak, pemilik tanah girik tetap memiliki kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Karena belum diakui sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah sepenuhnya, statusnya dapat ditingkatkan menjadi SHM. Dengan demikian, tanah tersebut akan memiliki legalitas yang lebih kuat dan diakui secara hukum.
7. Letter C
Letter C, atau dokumen C, merupakan buku registrasi pertanahan yang mencatat kepemilikan tanah secara turun-temurun di suatu daerah. Biasanya, buku register Letter C ini disimpan oleh Kepala Desa atau Lurah setempat, sementara warga hanya memiliki kutipan Letter C beserta dokumen pendukung lainnya.
Meskipun dapat dijadikan bukti kepemilikan tanah, Letter C tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat. Oleh karena itu, disarankan untuk mengubah Letter C menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
8. Petuk D
Petok D merupakan surat keterangan kepemilikan tanah yang diterbitkan oleh kepala desa dan camat sebelum Undang-Undang Pokok Agraria mulai berlaku pada 24 Desember 1960. Sebelum adanya regulasi tersebut, petok D berfungsi sebagai bukti pembayaran atau pelunasan pajak hasil bumi dalam sistem administrasi perpajakan. Namun, pada masa itu, masyarakat sering menganggap petok D sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah.
Jika memiliki surat rumah petok D sebagai warisan dari leluhur, maka tanah tersebut perlu diubah statusnya menjadi SHM. Hal ini dikarenakan, sesuai dengan Undang-Undang Agraria, setiap tanah yang belum memiliki akta harus didaftarkan haknya ke negara melalui lembaga pertanahan.
Memahami jenis dokumen rumah sangat penting untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari. Sebelum membeli rumah, pastikan semua dokumen sudah lengkap dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.