Propertyandthecity.com, Jakarta – Pengembangan properti dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) kini terus menjamur di Indonesia, terutama kota-kota besar seperti Jakarta dan kota-kota penyangga. Hadirnya hunian TOD tersebut diyakini akan menjadi solusi ‘hunian masa depan’ di tengah padatnya aktivitas perkotaan.
Haris Muhammadun, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DKTJ) mengatakan, akhir-akhir ini banyak dibangun TOD di Jabodetabek dengan berbagai variasinya. Menurut dia, kunci sebuah kawasan dikatakan TOD adalah pada simpul transportasi massal, dimana radiusnya dalam jarak antara 400 sampai 800 meter.
Baca: TOD Jadi Pertaruhan Kota Bangkok
“Akses menuju simpul transportasi menjadi kunci sebuah kawasan TOD,” ujarnya dalam diskusi online dengan tajuk Transit Oriented Development: Kebutuhan atau Sekadar Lifestyle, yang diselenggarakan oleh DPP AREBI dan DPD AREBI DKI Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, keuntungan TOD antara lain mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, menopang gaya hidup sehat dengan pembangunan ramah pejalan kaki, juga meningkatkan akses terhadap kesempatan kerja dan ekonomi. Keempat, kata dia, meningkatkan jumlah penumpang transit dan pendapatan dari tarif layanannya, selanjutnya, berpotensi menciptakan nilai tambah melalui pendekatan properti.
“Terakhir, menambah pilihan moda pergerakan di kawasan perkotaan. Artinya kita mudah memilih apakah menggunakan moda berbasis rel atau angkutan umum lainnya. Atau yang dipopulerkan melalui konsep TOD ini adalah jalan kaki atau bersepeda,” terang Haris.
Adapun pengembangan kawasan berkonsep TOD harus memenuhi 8 prinsip dasar, yakni walk (berjalan kaki), cycle (bersepeda), connect (menghubungkan), transit (angkutan umum), mix (pembauran), densify (memadatkan), compact (merapatkan), dan shift (beralih).
“Ini jangan dilupakan. Karena terkadang yang ada saat ini, mereka bangun apartemen di atas stasiun kemudian dinamakan TOD. Padahal tidak hanya itu, tapi prinsip-prinsip dasar TOD ini harus bisa dipenuhi,” tegas Haris.
Untuk diketahui saat ini sudah ada beberapa aturan mengenai pengembangan kawasan berorientasi TOD di Indonesia. Antara lain melalui Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No 16 Tahun 2017, dan di DKI juga diaokomodir melalui Pergub DKI Jakarta No 44 Tahun 2017, serta peraturan Kepala BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) No 377 Tahun 2017.
Selain itu, dalam rencana pengembangan kawasan TOD di Jabodetabek juga sudah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No 55 Tahun 2018 Tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. Dalam peraturan ini juga telah ditetapkan beberapa indikator utama, seperti waktu perjalanan dari asal tujuan maksimum 1,5 jam dengan kecepatan rata-rata 30 km/jam pada saat jam puncak, akses pejalan kaki maksimum 500 meter.
“Saya pribadi, untuk Indonesia harusnya maksimum 200 meter,” imbuh Haris.
Sementara dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN, lanjut Haris, juga telah ditetapkan beberapa TOD, baik TOD Kota, TOD Sub Kota maupun TOD Lingkungan. Sebagai contoh di Jakarta ada 10 TOD Kota dari mulai Kampung Rambutan hingga Tanah Abang. Kemudian untuk TOD Sub Kota dari Tanjung Barat hingga Pancoran.
Baca: TOD ATAWA TAD
Untuk di Depok telah ditetapkan dua TOD Kota dan 3 TOD Sub Kota, seperti di Pondok Cina, Jatijajar dan Citayam. Kemudian di kawasan Tangerang, baik kabupaten, kota dan Tangsel ada 5 TOD Kota dan 9 TOD Sub Kota dan TOD Lingkungan, seperti di Cisauk dan Rawa Buntu. Sementara di Kabupaten dan Kota Bekasi ada 3 TOD Kota dan 5 TOD Sub Kota. dan di Kabupaten dan Kota Bogor ada 3 TOD Kota dan 7 TOD Sub Kota.
“Secara keseluruhan TOD yang ada di Jabodetabek yang akan dibangun sebanyak 23 TOD skala kota kemudian ada 31 TOD Sub Kota dan lingkungan,” papar Haris.
Adanya aturan-aturan tersebut, menurut Haris agar sedari awal TOD yang sebenarnya tidak salah arah, menjadi hanya Transit-Adjacent Development (TAD) saja yang sekadar menempel dengan simpul transportasi.
New Normal
Pasca pandemi Covid-19 diyakini Haris akan membawa dampak baru, termasuk dalam pola hidup masyarakat. Ini disebabkan antara lain karena pendapatan masyarakat yang menurun, kemudian ada degradasi golongan masyarakat dari golongan atas menjadi menengah, menengah ke rendah dan rendah menjadi lebih sulit. Bahkan Haris menyebutnya, akan ada orang ‘miskin baru’ pasca pandemi ini.
“Oleh karena itu, banyak orang akan melakukan efisiensi dalam pengeluaran yang termasuk dalam hal ini adalah transportasi. Sehingga pilihan angkutan akan jatuh pada yang murah, seperti commuter line, KRL, BRT juga MRT,” ungkap Haris.
Masih terkait efisiensi, Haris melanjutkan, maka hunian yang compact yang dekat dengan daerah TOD akan semakin diminati. Ini dilakukan karena efisiensi mobilitas akan menjadi kebutuhan bagi seluruh masyarakat.
“Sehingga di sini, TOD akan menjadi lifestyle atau gaya hidup. Tinggal di TOD akan jauh lebih efisiensi menekan pengeluaran dibandingkan dengan bukan TOD,” ujarnya.
Lebih lanjut, Haris menegaskan, TOD bukan sekadar kebutuhan atau lifestyle, tetapi ini merupakan smart lifestyle yang bisa menjadi solusi bagi siapapun, terutama usia produktif untuk bisa bangkit lagi pasca pandemi ini.
Edukasi
Pingki Elka Pangestu, Komisaris PT Hutama Anugrah Propertindo menambahkan, masyarakat Indonesia sebenarnya sudah sejak lama menanamkan gaya hidup TOD. Namun demikian belum banyak orang terutama para professional dan kaum urban menyadari akan hal ini.
Apalagi, kata dia, didukung dengan adanya aksesibilitas yang semakin massif, maka tinggal dalam kawasan TOD akan menjadi pilihan banyak orang.
“Saat ini, meskipun kita tinggal di pinggiran kota tetapi aksesibilitas sudah sangat mendukung. Jadi saat ini bukan lokasi, lokasi, dan lokasi saja, tapi TOD, TOD, dan TOD. Sehingga aksesibilitas menjadi kunci utama,” ungkapnya.
Untuk ini, Wahyuni Sutantri, Direktur Pemasaran dan Pengelolaan Properti PT Adhi Persada Properti melanjutkan, dibutuhkan peran berbagai pihak termasuk pengembang untuk mengedukasi sekaligus mewujudkan proyek-proyek berkonsep TOD di Indonesia.
“Pemerintah telah menyiapkan infrastruktur untuk transportasi massal. Salah satunya LRT dimana kami sudah menciptakan suatu konsep hunian yang sudah mengarah ke sana. Sehingga pasca Covid-19 ini, kebutuhan untuk hidup efisien dan sehat tentu akan menjadi sebuah lifestyle,” terangnya.
Baca: AKI Group Jual Rumah Dekat Stasiun, Mulai Rp300 Jutaan
Haris mencontohkan stasiun-stasiun commuter line di koridor Tanah Abang – Serpong kini telah berkembang pesat dengan hadirnya hunian-hunian yang mengarah ke konsep TOD. Bahkan jumlah penumpang KRL juga telah melonjak tajam.
“Sebagai contoh di Stasiun Cisauk, Tangerang. Jumlah penumpang tumbuh signifikan, rata-rata 26% sejak 2018 lalu. sementara di Stasiun Rawa Buntu tumbuh rata-rata 32,46%,” katanya.