Sabtu, Mei 24, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Ekonomi Kuartal I 2024 Tumbuh 5,11 Persen, Analis: Cukup Agresif

Propertyandthecity.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Senin (6/5) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun 2024 sebesar 5,11% secara year on year (yoy). 

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, menyebut angka tersebut merefleksikan pertumbuhan yang cukup agresif di sela-sela kondisi ekonomi global yang sedang penuh tantangan.

Menurut Ajib, pertumbuhan ekonomi kuartal ini ditopang secara signifikan oleh konsumsi masyarakat, termasuk disorong dua momentum yaitu lebaran dan kontestasi politik di pileg dan pilpres. 

“Dengan momentum ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sejak awal sudah optimis pertumbuhan ekonomi di atas 5% dan meningkat dibandingkan kuartal terakhir yang menyentuh angka 5,04%. Optimisme pelaku usaha dan pemerintah berbanding lurus dengan hasil yang diumumkan BPS,” ujarnya, dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (7/5).

Kendati demikian, ia menilai pertumbuhan ekonomi 5,11% tersebut belum maksimal. Ini lantaran pada rentang masa tersebut, terjadi fluktuasi inflasi yang memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat. Tercatat inflasi kuartal pertama 2024 menyentuh angka 3%. Lebih tinggi daripada inflasi agregat 2023 yang hanya mencapai angka 2,61%.

“Kalau tren inflasi tidak turun, maka daya beli akan terus mengalami tekanan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung tidak sustain,” jelaslnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, dibutuhkan insentif moneter, insentif fiskal, maupun regulasi yang pro dengan pertumbuhan dan pro dengan pemerataan. Dalam konteks moneter, tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 6,25% cenderung tidak ideal dan memerlukan penyesuaian. Tingkat suku bunga tinggi akan mengurangi likuiditas di sistem perekonomian dan juga mendorong cost push inflation.

Dari sisi fiskal, ia melihat tahun ini pemerintah memiliki ruang terbatas untuk bisa menopang daya beli masyarakat, jika hanya misalnya mengandalkan pola konvensional dengan metode bansos. 

“Dengan asumsi makro nilai tukar rupiah 15.000 terhadap US dollar dan juga harga minyak US$ 82 per barel, struktur keuangan negara sudah defisit lebih dari 500 triliun atau setara 2,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan isu kenaikan tarif PPN awal tahun 2025, dinilai juga memberikan tekanan terhadap dunia usaha dan memberikan dampak psikologis naiknya harga barang,” ungkap Ajib.

Butuh Insentif

Sedangkan sisi regulasi, harus lebih banyak insentif terhadap industri padat karya. Karena, secara alamiah, investasi yang terus mengalir cenderung investasi padat modal. Sehingga pencapaian investasi yang selalu over target sejak tahun 2019, tidak diiringi dengan penyerapan tenaga kerja. Dari target penyerapan 3 juta tenaga kerja, pada tahun 2023 hanya mampu menyerap 1,8 juta.

“Selain faktor moneter, fiskal dan regulasi, pemerintah juga harus melakukan program prioritas hilirisasi yang melibatkan lebih banyak stakeholder dan pelaku ekonomi nasional,” imbuhnya.

Ajib menilai program hilirisasi akan memberikan daya ungkit ekonomi lebih maksimal ketika pemerintah fokus dengan sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan. Program yang menjadi bagian komitmen presiden Jokowi sebagai bagian transformasi ekonomi itu, disebut semestinya lebih dikembangkan di era pemerintahan selanjutnya.

“Kalau pemerintah fokus dengan empat hal tersebut, maka pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 akan terus tereskalasi dan sampai akhir tahun bisa mencapai target secara agregat sebesar 5,2%. Tetapi, ketika pemerintah tidak memberikan insentif yang tepat sasaran, pertumbuhan ekonomi akan mencapai di bawah target, sesuai yang tertuang dalam proyeksi Kerangka Ekonomi Makro,” pungkas Ajib.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles