Fakta dan data dari (IPW) politik, pasar perumahan sedikit mengalami menyebutkan bahwa dalam tahun Indonesia Property Watch
kontraksi. Perlambatan pasar perumahan seringkali dilihat sebagai penurunan pasar, namun sebenarnya tidak dapat langsung disimpulkan seperti itu.
baca juga, J&T Express Raih WOW Brand 2024 Pilihan Gen Z
Dalam tahun pemilu, semua kalangan dari bawah sampai atas akan terpengaruh suasana saling dukung, beda pendapat, bahkan perselisihan karena perbedaan pilihan. Namun hal itu semua seharusnya tidak memengaruhi daya beli. Daya beli masyarakat masih cukup terjaga, menyusul fundamental ekonomi nasional yang cukup terjaga. Yang berubah adalah fokus dan minat. Sebagian besar pembeli menengah-atas cenderung untuk menahan dulu pembelian properti pada tahun pemilu. Ada yang tahu kenapa? Hanya didasari kekhawatiran yang sebenarnya dalam beberapa kali pemilu yang terjadi, pasar properti akan kembali tumbuh setelah itu. Apakah bisa membeli properti saat pemilu? Kenapa
tidak? Namun kembali lagi secara psikologis, tahun politik ini seringkali mengganggu minat masyarakat untuk membeli properti.
Nah, bagaimana dengan masyarakat menengahbawah? Kalangan ini justru yang paling agresif terpengaruh kampanye dan aktivitas-aktivitas pemilu. Namun kita sadar, berdasarkan fakta-fakta tahun politik sebelumnya, misalkan pada tahun 2019, uang beredar di masyarakat bertambah 150 triliun. Uang tersebut dapat menggerakkan ekonomi masyarakat, karena hasil dari aktivitas perdagangan dan konsumsi
masyarakat. Partai politik menggelontorkan uangnya untuk kampanye, sewa tempat, sampai pembuatan bendera, kaos, topi, dan atribut partai.
Apakah ide kreatif kita akan dapat dimanfaatkan bila berpikir, inilah mungkin saatnya untuk jualan properti di segmen menengah sampai bawah. Ironisnya, dalam masa tahun politik tidak banyak pengembang yang berani meluncurkan proyeknya. Berbeda dengan pengembang-pengembang besar yang relatif lebih banyak meluncurkan proyek barunya menjelang pemilu. Apakah ini bisa menjadi peluang?