Jakarta,propertyandthecity.com – Kasus pembangunan pagar laut di pesisir utara Tangerang, Banten, semakin memanas setelah pemerintah mengambil langkah tegas terhadap struktur yang diduga ilegal tersebut. Pagar yang membentang lebih dari 30 kilometer ini menuai pro dan kontra, terutama karena menghalangi akses nelayan serta memunculkan pertanyaan mengenai status kepemilikan sertifikat tanah di wilayah perairan tersebut.
Pagar Laut Miliki Sertifikat HGB
Pagar laut yang tengah menjadi sorotan ternyata memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan, ada 263 bidang SHGB yang terbit di kawasan tersebut.
Pagar laut di Tangerang dikuasai perusahaan PT Intan Agung Makmur yang memiliki sertifikat HGB sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Tak hanya dimiliki dua perusahaan, sertifikat itu juga dimiliki perorangan, yakni sebanyak sembilan bidang dan Surat Hak Milik (SHM) sebanyak 17 bidang. Secara total, jumlah pagar laut di Tangerang memiliki sertifikat HGB hingga 263 bidang.
Nusron menjelaskan bahwa penerbitan SHGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terkait pagar laut dilakukan tanpa keterlibatan kementeriannya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, kementerian hanya menangani HGB dengan luas lebih dari 250 ribu meter persegi.
Sementara itu, SHGB dan SHM terkait pagar laut Tangerang berada di bawah kewenangan Kepala Kantor Pertanahan.
SHGB dan SHM di Area Pagar Laut Dicopot
Setelah polemik berkepanjangan, Nusron akhirnya memerintahkan pencabutan SHGB dan SHM di area pagar laut. Ia menegaskan bahwa penerbitan sertifikat ini bermasalah dan perlu dikaji ulang.
Per Kamis (30/1), Nusron sudah mencabut 50 sertifikat di atas pagar laut tersebut. Ia mengatakan ada lebih dari 200 sertifikat tanah di atas pagar laut Tangerang. Proses pemeriksaan keabsahan sertifikat-sertifikat itu masih berjalan.
“Sementara ini dari 263 SHGB dan 17 SHM, yang kita batalkan 50. Sisanya sedang berjalan, kita masih on proses, kita cocokkan. Mana yang di dalam garis pantai, mana yang di luar garis pantai. Apakah nambah? Potensinya bisa nambah. Karena kita baru bekerja praktis empat hari,” kata Nusron.
Nusron juga menjelaskan, bahwa bidang yang berada di luar garis pantai tidak bisa diterbitkan sertifikat sebab termasuk kategori common property.
Sementara yang masuk di dalam garis pantai itu masuk namanya private property.
“Ini yang bisa disertifikatkan. Yang masuk di common property tidak bisa disertifikatkan. Nah terus yang masuk di dalam common property, mau tidak mau kita batalkan,” ujar Nusron.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pembatalan sertifikat tanah dilakukan ketika proses pembuktian yuridis tidak sah atau tidak sesuai aturan.
Kedua, pembatalan bisa dilakukan jika prosedur atau presidium dalam penerbitan sertifikat tanah terbukti tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Ketiga, meskipun yuridis dan prosedural benar, sertifikat dapat dibatalkan jika fakta material terkait tanah tersebut sudah tidak ada lagi.
“Bisa jadi prosedurnya betul, tapi fakta materialnya saat ini sudah tidak ada,” ucapnya.
Enam Pejabat Dicopot Imbas Polemik Pagar Laut
Imbas dari polemik pagar laut ini, enam pejabat dari Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah dicopot dari jabatannya. Mereka diduga terlibat dalam penerbitan sertifikat lahan di kawasan laut tersebut.
Pejabat-pejabat yang mendapatkan sanksi adalah JS (Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang pada saat penerbitan sertifikat), SH (mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Tangerang), serta ET, (mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Kantah Tangerang).
Kemudian, WS (Ketua Panitia A), YS (Ketua Panitia A), NS (Panitia A), LM, (mantan Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET), serta KA (mantan pelaksana tugas Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Tangerang).
Nusron juga menjatuhkan sanksi kepada kantor jasa survei berlisensi (KJSB) yang digandeng Kantah Tangerang dalam pengurusan SHGB dan SHM pagar laut.
Sudah Dibongkar dan Tersisa 11KM
Sebanyak 568 prajurit TNI Angkatan Laut dikerahkan untuk membongkar pagar laut yang telah berdiri selama bertahun-tahun. Pembongkaran dilakukan karena pagar tersebut dianggap ilegal dan menghalangi aktivitas nelayan.
TNI AL, bersama instansi terkait dan nelayan, telah berhasil membongkar pagar laut sepanjang 18,7 km per Senin (27/01). Saat ini, sisa pagar laut yang belum dibongkar adalah sepanjang 11,46 km dari total 30,16 km.
“Sebanyak 568 personel gabungan terlibat pada pembongkaran hari ini yang terdiri dari TNI AL, Bakamla RI, Polair, dan masyarakat nelayan,” tulis Dinas Penerangan Angkatan Laut (Dispenal) dalam keterangannya, Senin (27/1).
Adanya Dugaan Korupsi
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memulai penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penerbitan SHGB di atas laut Tangerang.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa penyelidikan ini dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung.
“Iya, kami secara proaktif sesuai kewenangan kami melakukan pengumpulan bahan-bahan, data dan keterangan,” kata Harli di Jakarta, Kamis (30/1).
Harli menjelaskan, saat ini proses pengumpulan barang bukti masih terus berlangsung. Selain itu, tim penyelidik juga akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memperjelas kasus ini.