Beranda Travel and City Notes From Paradise LABUAN BAJO

Notes From Paradise LABUAN BAJO

0

10 November 2016

Dari ketinggian 36.000 kaki di atas permukaan air laut, saya melihat gugusan pulau-pulau yang sangat indah saat terbang di atas langit Nusa Tenggara Timur. Tepat pada pukul 12 siang WITA (Waktu Indonesia Tengah), pesawat Kalstar Aviation KD-680 yang membawa saya dan istri, Afra Nurina, mendarat dengan mulus di Bandar Udara Internasional Komodo.

Kami tidak sabar untuk segera menginjakkan kaki di pulau yang terletak di ujung barat Flores ini. Maklum saja, ini pertama kalinya kami berdua mengunjungi tempat ini. Saat itu waktu menunjukkan pukul 12:30 siang dan matahari pun menyambut dengan sukacita alias panas bangettt!

Saat turun dari pesawat, sebuah bandara megah menyambut kami. Bandara seluas 3.300 meter yang baru saja diresmikan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 27 Desember 2015 ini memiliki arsitektur bangunan yang unik dan modern. Pemerintah memang sedang gencar-gencarnya memoles dan merevitalisasi bandara-bandara di Indonesia. Ini penting untuk membuat kesan pertama yang baik, karena bandara merupakan pintu masuk pertama yang akan dilihat oleh para wisatawan yang datang ke Indonesia.

Setiap datang ke suatu daerah, saya senang melihat hasil kerajinan tangan tempat tersebut, baik itu kain batik, anyaman, pahatan, ukiran dan berbagai suvenir lainnya

Setiap kerajinan tangan itu bernilai mahal, karena handmade atau dibuat langsung oleh tangan. Ini merupakan kekuatan Indonesia di bidang ekonomi kreatif. Mata saya lalu tertuju kepada kain songket tenun khas Nusa Tenggara Timur yang indah dan patung pahatan kayu berbentuk komodo yang tersedia dalam berbagai bentuk. Keren-keren banget!

Kemudian dan sekitar pukul 5 sore kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung Ujung, tempat wisata kuliner di Labuan Bajo yang terkenal dengan ikan bakarnya yang segar dan menggugah selera. Kata penduduk lokal, kalau belum makan di Kampung Ujung, berarti belum ke Labuan Bajo.

Kampung Ujung berada di tengah kota dan cukup strategis, sekitar 10 menit dari Bandara Komodo. Lokasinya terletak persis berada di pinggir jalan dengan gerobak-gerobak pedagang yang bertenda dan berjejer.

Saat matahari terbenam, tempat ini menawarkan pemandangan yang spektakuler karena pulau-pulau kecil yang berada di seberang membentuk siluet yang sangat indah, ditambah deretan lampu-lampu kapal yang menyala di pinggir pelabuhan.

11 November 2016

LABUAN BAJOWaktu menunjukkan pukul 6 pagi, dan mas Rezky dari Pesona Komodo sudah siap di lobby hotel untuk menjemput kami. Sekitar 15 menit kami sampai di dermaga untuk berpindah ke kapal yang akan membawa kami mengelilingi pulau-pulau di sekitar Labuan Bajo, atau yang lebih dikenal dengan nama Kawasan Taman Nasional Komodo. Kawasan ini terdiri dari 3 pulau terbesar, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Padar.
Sepanjang perjalanan, sejauh mata memandang banyak sekali deretan pulau yang mengelilingi area Taman Nasional Komodo. Kombinasi warna cokelat pulau-pulau khas di Nusa Tenggara Timur dikombinasikan dengan warna biru samudera lautan, keren banget!! Indonesia itu emang indah banget, nggak perlu ke luar negeri untuk cari tempat liburan yang unik dan menarik.

Tujuan pertama kami adalah Pulau Padar, tempat yang lagi hits di kalangan para traveler. Waktu tempuh yang dibutuhkan dengan kapal sekitar 3 jam. Kami tiba sekitar pukul 10 pagi.

Sesampainya, kami melanjutkan trekking atau berjalan menyusuri pinggir bukit agar sampai ke puncaknya. Kurang lebih waktu yang saya butuhkan sekitar 30 menit, tapi karena nungguin istri jadi 1 jam hehe…

Akhirnya kami sampai di puncak bukit Pulau Padar, dan Subhanallahhh… INDAH BANGETTT!!!

Rasanya perjalanan 3 jam di laut dan trekking 1 jam untuk mencapai puncak terbayar lunas. Indonesia memang surga yang jatuh ke bumi!

Setelah puas foto-foto, kami menuju destinasi selanjutnya, Pulau Komodo. Kata guide yang menemani kami dalam perjalanan, terdapat kurang lebih 1.500 ekor komodo yang hidup dan menetap di Pulau komodo. Wow!!
Sebelum berkeliling lebih jauh di pulau ini, kami diberikan pengarahan oleh ranger atau pawang komodo tentang hal-hal apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama trekking. Kami pun mulai berjalan menyusuri Pulau Komodo. Di kejauhan saya melihat ada seekor komodo yang lagi santai di bawah pohon. Di sisi lainnya saya melihat sekawanan rusa sedang berjemur di pinggir pantai.

Saat saya tanyakan kenapa ada rusa di tempat ini, ranger menjawab bahwa rusa-rusa itu merupakan makanan komodo. Saya baru tahu kalau komodo makan rusa juga. “Komodo itu dalam jarak tertentu kecepatan larinya mengalahkan rusa, jadi seringkali rusa menjadi santapan komodo saat lengah,” lanjut mas ranger menjelaskan. Wow!

Selanjutnya, ini yang paling menantang. Ranger menawarkan kepada saya dan istri untuk foto bersama komodo sebagai kenang-kenangan. Meskipun ngeri, tapi kesempatan kan nggak datang dua kali. Saya dan istri pun meng-iya-kan. Ada seekor komodo di depan kami yang terlihat sedang tidur jadi kami agak bernyali untuk mendekat dan berfoto bersama hehe…

Mas Ranger dengan sigap mengambil momen ketika sang Komodo siap menerkam dan saya tepat berada di belakangnya. What a cool shot!

Setelah itu kami menuju ke destinasi ketiga, yaitu pink beach atau pulau pink. Pantai ini sesuai dengan namanya “Pink Beach” yaitu pantai yang berwarna pink atau merah muda. Pink Beach adalah satu dari 7 pantai berpasir merah muda yang ada di dunia. Yang lainnya terdapat di di Harbor Island, Bahamas; Bermuda; Santa Cruz Island, Filipina; Sardinia, Itali; Bonaire, Dutch Caribbean Island; dan di Balos Lagoon, Yunani.

Selain kondisi pantainya yang unik dan indah, kehidupan bawah laut di Pink Beach juga menyimpan keindahan dan kekayaan yang menarik untuk diselami. Taman bawah laut Pink Beach adalah istana bagi beragam jenis ikan, ratusan jenis batu karang, dan berbagai jenis biota laut lainnya. Oleh karenanya, snorkeling atau diving adalah aktivitas yang tidak boleh dilewatkan. Saya pun tidak melewatkan kesempatan untuk langsung nyebur dan berenang.

Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti asal muasal warna pasir merah muda ini. Beberapa berpendapat mengatakan bahwa warna pink berasal dari pecahan karang berwarna merah yang sudah mati dan banyak ditemukan di pantai ini. Pendapat lain menyebutkan warna pink pada pasir Pink Beach adalah karena adanya hewan mikroskopik bernama foraminifera yang memproduksi warna merah atau pink terang pada terumbu karang. Apapun itu, pantai ini sungguh indah dan menawan. Ah, memang cantik alam Indonesia.

Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 5.15 sore dan air laut semakin pasang. Kami pun menuju kapal dan bersiap-siap untuk pulang. Alhamdulillah, sekitar pukul 8 malam kami tiba di dermaga Labuan Bajo, lalu makan malam dan kembali ke hotel untuk beristirahat.

Perjalanan yang melelahkan tapi membahagiakan. Saya dan istri senang sekali bisa melihat indahnya pulau-pulau yang berada di kawasan Taman Nasional Komodo. It’s worth to come!

Keesokan harinya kami terbang menuju Jakarta via Denpasar dengan pesawat Kalstar KD-681. Di dalam pesawat saat sudah lepas landas, deretan pulau-pulau di Labuan Bajo seperti melambaikan tangannya dan mengucapkan selamat tinggal dengan senyuman terindah. Saya pun tersenyum ke arah meraka sambil berjanji dalam hati bahwa satu hari nanti akan kembali ke tempat ini.

My Notes

Perjalanan ke Labuan Bajo kali ini memberikan hikmah bagi saya bahwa semua keindahan dan kebahagiaan itu membutuhkan proses. Meskipun saya agak mabuk laut karena lama di kapal, tapi semua terbayar lunas dengan hasilnya yang sangat memuaskan dan membuat hati bahagia. Dari situ saya belajar bahwa tidak ada yang terjadi secara tiba-tiba. Ada perjuangan untuk meraihnya.

Seperti itu juga kehidupan. Mengajarkan kepada kita. Untuk meraih impian, ada tantangan di depan. Untuk meraih cita-cita, ada jalan terjal menghadang. Semua harus dilalui, selangkah demi selangkah.

Tidak ada jalan pintas
Tidak ada yang mudah.
Tidak ada makan siang gratis.
No free lunch, man!

Proses, sebuah kata yang mulai tersingkir dalam kamus kehidupan. Pengaruh kemajuan teknologi, media dan internet membuat banyak orang terlena dan lebih senang memilih jalan instan ketimbang berproses. Lingkungan sekitar pun turut serta memberikan informasi yang salah tentang arti kesuksesan.

Di banyak seminar, seorang pembicara seringkali menggampangkan sebuah proses menuju kesuksesan. Belum lagi tayangan di televisi yang tanpa henti menayangkan perilaku anak-anak muda yang hedonis dan suka bersenang-senang tanpa bekerja. Dampaknya, generasi muda mengambil itu mentah-mentah sebagai contoh bahwa sukses tidak perlu berkeringat karena bisa didapat dengan mudah. Mereka menjadi generasi pemalas, tidak sabar dan maunya cepat sukses. Ditambah pola pikir pragmatis yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Banyak orang ingin sukses, namun tidak siap berproses. Sudah pasti tidak mungkin terjadi. Sama halnya jika saya bermimpi ingin menuju Pulau Padar tapi hanya diam di hotel. Nggak mungkin, bro!

Memang tidak ada jaminan saya akan berhasil menuju Pulau Padar. Bisa saja ada hal-hal yang tidak terduga terjadi. Tapi paling tidak saya sudah melakukan sebuah usaha yang mendekati tujuan yang ingin dicapai. Kalaupun gagal atau belum berhasil, bisa diperbaiki.

Itulah yang membedakan antara pemenang dengan pecundang. Pemenang membangun harapan, pecundang membuat alasan.

Sukses itu berproses. Jangan tergiur dengan ungkapan manis seperti “cara cepat menuju kesuksesan” atau “sukses sekejap tanpa keringat”. Semua itu bohong.

Ada kerja keras, air mata dan doa dalam setiap kesuksesan. Orang yang mengalami proses jatuh bangun akan lebih menikmati manisnya buah kesuksesan dibanding mereka yang tidak pernah berjuang.
Semangat juga harus terus dijaga saat mengejar impian. Orang-orang biasanya penuh semangat saat memulai. Namun sewaktu di tengah ada badai menghantam, banyak yang berguguran pada akhirnya.

Hidup itu penuh ujian, setiap langkah yang diambil pasti ada risikonya. Jangan mundur dan teruslah berjalan, sampai akhirnya nanti kita akan dipanggil menghadap-Nya.

Kerja keras itu memang tidak enak di awal. Tapi seperti yang saya katakan di atas, saat menikmati hasil manisnya, maka segala kepahitan di awal akan terbayar lunas!

In the end… There is no elevator to success. You have to take stairs. Good bye Labuan Bajo. Thanks for the beautiful and precious moments!

Artikulli paraprakOptimis 2017: FARPOINT Bangun Menara Lagi
Artikulli tjetërARTOTEL THAMRIN JAKARTA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini