Senin, Mei 19, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Nilai Penjualan Rumah di Jabodebek-Banten Turun Berturut-turut di 3 Triwulan

10

Propertyandthecity, Jakarta – Nilai penjualan rumah di Jabodebek-Banten pada Q2-2024 mengalami penurunan cukup tajam sebesar 23,2% (qtq). Tren ini melanjutkan penurunan yang terjadi pada triwulan sebelumnya sebesar 5,0% (qtq), dan 2 triwulan sebelumnya juga turun 2,4% (qtq). Sementara itu pertumbuhan unit terjual juga mengalami penurunan 28,3% (qtq) pada triwulan ini.

“Penurunan ini menjadi pertumbuhan terendah dalam satu tahun terakhir,” ujar Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda dalam keterangan resminya kepada redaksi propertyandthecity.com, Jakarta, (19/08/2024).

Menurut Ali, hingga saat ini pasar perumahan diperkirakan belum sepenuhnya pulih pasca Pemilu, ditambah lagi kondisi makro ekonomi yang juga diwarnai perlambatan. “Meskipun terjadi kenaikan pertumbuhan di wilayah Jakarta dan Banten pada triwulan sebelumnya, namun pasar perumahan nasional secara umum terus memperlihatkan tren perlambatan,” terangnya.

Penurunan pertumbuhan ini tergambar juga dari rapor merah pertumbuhan negatif di semua wilayah di Jabodebek-Banten Pada Q2-2024. Penurunan terendah unit terjual berada di Cilegon yang turun sebesar 13,2%. Sementara itu berdasarkan nilai penjualan, wilayah Jakarta mengalami penurunan terendah sebesar 2,6% di tengah tren penurunan nilai penjualan yang cukup tinggi di wilayah lainnya.

Berdasarkan segmen harga, juga terjadi penurunan yang cukup tinggi, yakni sebesar 57,8%. Ini terjadi di segmen rumah menengah bawah, yakni di kisaran harga rumah sampai Rp500 jutaan yang sebagian besar merupakan pasar end-user.

Sementara itu di segmen harga rumah Rp500 juta – 1 miliar dan Rp1-2 miliar juga terjadi penurunan sebesar masing-masing 18,3% dan 22,6%. Kenaikan justru terjadi di segmen menengah atas dengan harga di atas Rp2 miliar sebesar 17,9%. Penurunan pasar di segmen menengah sampai bawah ini mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat untuk membeli rumah.

Meskipun hampir semua segmen harga rumah mengalami penurunan, namun berdasarkan komposisi unit terjual terlihat adanya pergeseran komposisi unit terjual dari Rp500juta-1 miliar ke segmen harga Rp1 – 2 miliar yang naik dari 20,0% menjadi 32,4% dan merupakan komposisi terbesar unit terjual pada Q2-2024.

Lebih lanjut, Ali menuturkan, bahwa melambatnya ekonomi adalah sebab yang menjadikan daya beli masyarakat menurun. Gelombang PHK juga terus menghantui terutama di masyarakat menengah sampai bawah. “Disamping itu NPL bank yang mengalami peningkatan membuat sebagian bank lebih selektif menyalurkan KPR. Belum lagi isu judol dan pinjol yang menjadi salah satu faktor yang membuat terganggunya ekonomi masyarakat saat ini,” katanya.

Meskipun demikian, Indonesia Property Watch mengamati bahwa perlambatan yang terjadi saat ini tidak semata-mata karena kondisi makro, namun mikro pasar perumahan juga menjadi sorotan. Pasalnya saat ini banyak pengembang yang ‘latah’ untuk membuat produk segmen menengah atas, menyusul gurihnya pasar ini dalam 2 (dua) tahun sebelumnya, namun pasar ‘gemuk’ di segmen menengah seakan diabaikan. Maka, yang terjadi adalah mismatch antara pasokan dan permintaan rumah yang menyebabkan pasar melambat bukan dikarenakan tidak ada permintaan, namun tidak ada pasokan yang sesuai dengan daya beli masyarakat.

Baca juga: Perluas Jaringan di Negara ASEAN, Sinar Mas Land Dukung Pengembangan Talent Pool di Asia Tenggara

“Tren penurunan pasar perumahan ini diperkirakan akan terus terjadi sampai akhir tahun 2024. Untuk itu, para pengembang mestinya lebih jeli melihat peluang pasar gemuk di segmen menengah, sehingga tidak terjebak untuk selalu bermain di segmen harga yang terlalu tinggi,” pungkas Ali. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles