Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah mengatur pemanfaatan lahan-lahan sawah produktif untuk lahan pembangunan termasuk properti. Selanjutnya terdapat Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1589/Sk-Hk 02.01/XII/2021 tentang Penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Baca juga, Modernland Realty Gelar Topping Off Cleon Park Apartment di Jakarta Garden City
Kementerian Agraria dan Tata Ruang-Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) saat ini sedang intensif melakukan sinkronisasi guna menetapkan Peta Lahan Sawah Dilindungi. Nantinya, Peta Lahan Sawah Dilindungi (PLSD) tersebut akan dikendalikan dan diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di setiap kabupaten/kota sebagai bagian dari Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). LP2B merupakan bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan guna menghasilkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Prinsip dari diberlakukannya aturan ini tentunya agar penyediaan ketahanan pangan terjaga di setiap daerah. Bagaimana hal ini berdampak bagi pengembang properti?.
Pengembang perlu mengetahui bahwa pelanggaran terhadap ketentuan itu dapat terkena sanksi. Saat ini di bidang tata ruang sudah ada penyidik Aparatur Sipil Negara (ASN) tata ruang di setiap daerah yang diberi wewenang melakukan penindakan terhadap pelanggaran tata ruang. Suatu lokasi dapat dikeluarkan dari peta LSD apabila terdapat salah satu kriteria seperti, pada kawasan tersebut telah terdapat bangunan atau urugan tanah yang menutupi LSD sebelum tanggal 16 Desember 2021. Kemudian, LSD memiliki luasan yang relatif sempit (kurang dari 5.000 meter persegi) terkurung bangunan; terdapat rencana Proyek Strategis Nasional terbaru di atas LSD. Lalu, telah terbit
Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Guna Usaha (HGU) non sawah atau Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP) di atas LSD sebelum 16 Desember 2021.
Namun dalam prakteknya di lapangan penetapan ini meresahkan para pengembang properti. Pasalnya banyak land bank atau izin lokasi
milik pengembang yang terkena peta LSD, sehingga sebagian tidak bisa mengembangkan proyek perumahannya. Di sisi lain belum sinkronnya peta RTRW dengan LSD, artinya apa yang tertera di RTRW dengan zonasi kuning untuk perumahan ternyata termasuk dalam LSD. Sebagian pengembang telah membebaskan lahan tersebut untuk dikembangkan sebagai perumahan, namun terganjal karena tiba-tiba muncul aturan LSD yang cukup meresahkan pengembang. Masalah sosialisasi yang tidak baik dari pemerintah pusat dan daerah membuat banyak kerugian
material bila tidak diatasi segera. Karenanya Indonesia Property Watch menghimbau agar pemerintah segera dapat melakukan sinkronisasi antara RTRW dan LSD sehingga memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi pelaku bisnis properti di tanah air. •