...

Keseriusan Sinar Mas Land Membangun Peradaban Kota Hijau

Tangerang, PropertyandtheCity.com – Keberlanjutan atau sustainability dalam berbisnis saat ini makin perlu diterapkan termasuk di bisnis real estate, selaras dengan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa tercapai pada tahun 2030.

Berkaitan dengan itu, Sinar Mas Land berinisiatif menerapkan prinsip lingkungan, sosial, tata kelola atau environment social governance (ESG) dalam operasional bisnisnya sebagai solusi jangka panjang untuk tantangan sosial-lingkungan. Tak hanya tentang tata kelola lingkungan dan sosial, developer juga mengklaim diri berorientasi pada principle of governance, planet, people, and prosperity. Hal ini secara gamblang dipaparkan dalam diskusi panel bertajuk “Dampak ESG Terhadap Sektor Properti: Sinar Mas Land Kembangkan Produk Ramah Lingkungan”, yang digelar oleh Sinar Mas Land di BSD City, Serpong, Tangerang (Banten), Rabu (2/8/2023).

“ESG menjadi hal yang penting untuk kami semua. Kami selangkah lebih maju dibandingkan perusahaan properti lainnya sebab dari tahun 2012 kami sudah menerapkan konsep green meskipun belum kapitalis. Masih sederhana, hanya tanam pohon. Tapi ke depan bukan hanya itu, banyak sekali inisiatif-inisiatif yang harus kami jalankan dengan memperhatikan ESG untuk meningkatkan probabilitas bisnis dan menggerakan konsumen agar peduli dengan lingkungan hidup,” kata Hermawan Wijaya, Direktur PT Bumi Serpong Damai (BSDE) Tbk, membuka diskusi pagi itu.

Pembicara Media Talkshow “Penerapan ESG dan Dampaknya Bagi Sektor Properti”, Rabu (2/8).

Sementara itu M. Reza Abdulmajid, Chief Risk & Sustainability Officer Sinar Mas Land, juga mengklaim, pihaknya sudah lama mengacu konsep ESG, khususnya penerapan kawasan hunian yang ramah lingkungan (green development) berbasis internet. “Kami tidak bisa mengesampingkan prinsip ESG karena berhadapan dengan investor, tenan dan lain-lain. Requirement ini dimulai dari corporate yang lebih aware, bahkan mereka sudah punya check list sebelum deal dengan gedung kami, seperti policy ESG-nya bagaimana. Kalau tidak siap kami bisa kehilangan market,” ungkap Reza.

Dalam setiap proyek Sinar Mas Land menerapkan empat pilar utama ESG. Yaitu, best in class real estate berupa bangunan rumah yang berkualitas dilengkapi fasilitas hidup dan transportasi publik, climate change and the environment yaitu pembangunan hunian green sebagai bentuk tanggap lingkungan sekitar, sustainable communities mencakup pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan keterampilan dan akses terhadap sumber daya, serta educational patronage upaya perusahaan membuka akses pendidikan seluas-luasnya untuk masyarakat di sekitar pengembangan proyek.

Ia menyampaikan, salah satu implementasi konsep itu adalah pengembangan kota baru (township) BSD City  (6.000 hektar) dan gedung-gedung perkantoran di sejumlah wilayah di Indonesia dengan tata kelola lingkungan yang baik, yang memudahkan penghuni beraktivitas secara efektif, efisien dan hemat energi, karena semua mudah dijangkau dengan aneka moda di satu kawasan. “Kami harus punya program yang terukur, salah satunya dengan melakukan rating dari ESG, bahkan sejak tahun 2022 sudah kami jadikan corporate KPI. Ini menjadi komitmen perusahaan,” imbuh Reza.

Di sisi lain, perusahaan jasa konsultan internasional Pricewaterhouse Coopers (PwC) menyampaikan bahwa  ESG itu risiko, dan dalam berbisnis kita tidak bisa lari dari risiko. Dalam Survei Global Tahunan PwC ke-26 melibatkan 4.410 CEO di 105 negara, separuh koresponden menyatakan resah dengan ancaman dampak dari perubahan iklim dalam 1 hingga 5 tahun mendatang.

Partner – Risk Assurance PwC, Meita Laimanto mengatakan, ada tujuh risiko ekstrim yang membuat resah para pemimpin perusahaan di dunia, terlebih di era yang penuh ketidakpastian. Mulai dari perubahan preferensi pelanggan, perubahan peraturan, menurunnya keterampilan, gangguan teknologi, rantai pasokan (supply chain), transisi sumber energi baru, dan banyaknya pendatang baru dari bisnis serupa.

Rusuhnya ekonomi dunia pasca pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina, menimbulkan masalah baru yang disebut Meita tantangan bertubi-tubi. Yaitu, kenaikan harga komoditas dunia yang tinggi, inflasi tinggi, dan merosotnya pertumbuhan ekonomi.

“Perang Ukraina-Rusia yang tidak jelas kapan segera berakhir, melonjaknya harga energi dan komoditas, percepatan upah umum dan inflasi harga, tentu memberikan impact luas, tidak hanya di Eropa tapi di Indonesia ikut tersendat. Lima tahun ke depan ancaman ESG diprediksi akan meningkat, ini terkonfirmasi dari mayoritas CEO di seluruh dunia yang tegas menyatakan khawatir terhadap cost profile, aset fisik dan rantai pasokan,” jelas Meita, yang juga menjadi salah satu narasumber diskusi ini.

Menurutnya, perlu sebuah solusi untuk model bisnis ke depan. Di satu sisi memperhatikan sustainability, baik untuk lingkungan dan masyarakat, di sisi lain juga profit dan pertumbuhan. Prinsip ESG diyakini PwC dapat menciptakan komunitas yang lebih berkelanjutan dan tangguh yang lebih siap menghadapi tantangan seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan sosial, dan ketidakstabilan ekonomi.

“Meski begitu, setiap ada risiko pasti ada kesempatan. Itu mutlak. Survei global PwC terhadap consumer behaviour, mendapati lebih dari 70 persen dari 9.000 orang koresponden di 25 negara menyatakan tidak jadi soal jika harus bayar 30-40 persen lebih mahal untuk sesuatu yang green, sustain environmental dan good coporate governance.

Milenial Tanggap

Mengikuti pemulihan ekonomi pasca pandemi, bisnis real estate juga membaik kendati tidak sekencang tahun 2010-2015. Bisnis real estate tetap perlu mengantisipasi situasi buruk itu dengan mengusahakan aneka siasat untuk bisa tetap berjualan. Ini disebabkan para pemilik duit yang selama pandemi ramai-ramai menaruh dananya di perbankan dan pasar uang, atau membeli produk properti yang memiliki prospek menjanjikan sebagai investasi, kini mulai melirik menggelontorkan uangnya di sejumlah bisnis baru. Demikian disampaikan Meita.

Sebut contoh, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia saat ini membutuhkan kapasitas pusat data terpasang yang mumpuni. Dengan populasi masyarakat Indonesia lebih dari 270 juta jiwa, kapasitas data center Indonesia saat ini baru 0,6 watt per kapita atau rerata agregat sekitar 167 megawatt. Jauh lebih rendah dibandingkan Jepang yang dengan populasi 126 juta jiwa memiliki kapasitas data center sekitar 15 watt per kapita. “Ini merupakan sebuah potensi yang sangat menjanjikan. Belakangan banyak investor masuk untuk mengoptimalkan peluang digitalisasi,” ucapnya.

Lainnya, seperti sektor life science mencakup laboratorium, manufacturing company dan riset, kemudian sektor senior housing sebagai respon kebutuhan properti yang lebih indah, mewah dan bagus untuk mendukung keseharian kalangan menengah atas yang taraf hidupnya semakin meningkat. Hotel dan resor juga diincar investor dan konsumen ritel. “Dibandingkan tahun 2022 yang drop banget, sekarang permintaan hotel dan resor meningkat lagi. Semacam revenge travel, yaitu fenomena wisata balas dendam akibat pandemi. It’s good for the hospitality industry,” jelas Meita.

Di sisi lain, Reza menyebut segmen milenial mulai mempertimbangkan produk properti ramah alam. Kalau dulu yang disukai lokasinya dekat atau mudah dicapai dari berbagai tempat favorit mereka, mulai dari tempat makan, belanja, fasilitas olah raga, hangout, dan lain-lain, kini ‘green’ masuk dalam pencarian fitur wajib rumah tinggal yang diincar kalangan ini. “Mereka willingness to pay more for green products,” tandasnya.

Untuk itu, Sinar Mas Land rela merogok kocek lebih untuk merancang rumah tinggal atau bangunan komersial ramah lingkungan. Kota baru BSD City, misal, dikonsep seefektif dan se’green’ mungkin agar tetap mampu memberikan penghidupan yang layak dan ramah bagi semua warganya tanpa menurunkan kualitas lingkungan hidup mikro dan makro.

Konsep dan perilaku hijau, jelas Reza, sangat menguntungkan dalam jangka panjang. “Sekitar 3 sampai 5 persen cost di awal bertambah untuk menghadirkan green. Tapi dari sisi biaya maintenance, itu perhitungannya lebih kecil. Pembayaran listrik bulanan lebih rendah. Secara jangka panjang operational cost kita menurun,” katanya.

Kendati modal di awal besar, namun pengembang sudah sepantasnya berperan banyak dan aktif menciptakan kota berkelanjutan, karena real estate adalah kegiatan yang mengkonversi lahan terbuka menjadi perkerasan atau bangunan sekaligus memunculkan permukiman dan pusat-pusat pertumbuhan baru. Kontribusi emisi karbon dari sektor bangunan lebih besar dibanding industri dan transportasi. Emisi karbon adalah penyebab utama pemanasan global yang berdampak paling buruk terhadap lingkungan hidup.

“Kami komitmen dengan ESG. Tidak hanya lingkungan tetapi juga dari sisi ekonomi dan social life. Rencananya, dalam waktu dekat kami akan menghadirkan satu cluster green development yang nanti attach juga ke KPR green,” tambah Hermawan.

Masih Kecil

Gayung Bersambut, Kata Berbalas. Mendukung program pemerintah terkait transisi menuju energi terbarukan dan ekonomi rendah karbon, Bank Mandiri komitmen siap menyalurkan pembiayaan hijau dan berkelanjutan ke pelaku industri properti yang menerapkan ESG.

Sesuai Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) dalam POJK 51/2017, per Juni 2023 Bank Mandiri telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan sebesar Rp242 triliun. Senior Vice President (SVP) ESG Group Citra Amelya mengatakan, penyaluran kredit untuk keseluruhan ekosistem sektor properti ramah lingkungan, nilainya masih di bawah Rp3 triliun.

“Properti masih minim. Di bawah 5% untuk green building dari total penyaluran. Jadi dia masuknya section others. Maka itu kami mengimbau kepada seluruh pelaku industri properti dari hulu ke hilir, efisiensi energi harus bisa dibuktikan jika ingin mendapatkan pembiayaan. Awareness masih minim, begitu pun pengajuan juga minim,” terang Citra, narasumber lain dalam diskusi berdurasi dua jam tersebut.

Ia mengakui masih sangat sedikit proyek properti yang mampu memenuhi berbagai kriteria ESG, bahkan proyek berskala kota sekalipun. Di mata kebanyakan developer, penerapan konsep hijau masih dianggap beban karena akan menambah biaya pengembangan. Sedangkan bagi umumnya konsumen, properti ramah lingkungan adalah isu “atas langit” yang tidak ada kaitannya dengan keseharian hidup mereka.

Maka itu, perlu adanya insentif dari pemerintah bagi perusahaan developer untuk menerapkan konsep berkelanjutan itu secara serius dan konsisten. “Karena banking adalah supporter ekosistem untuk membuat ini terjadi. Akan sangat baik juga insentif itu diberikan untuk sektor riil sehingga project cost yang dibutuhkan lebih manageable, permintaan pembiayaan ke bank akan diberikan harga yang mendukung. Sebab, rasio NPL (non performing loan) adalah ketakutan bank no 1. Kami tetap akan melihat debitur apakah sustain dalam melakukan repayment kepada bank,” jelasnya.

Sinar Mas Land sendiri, demi tetap mensyiarkan betapa krusialnya isu sustainable development, sudah mulai mensortir dari sisi hulu seperti memilih supplier bahan bangunan yang sudah bersertifikat hijau, hingga menekankan energy saving kepada para karyawan saat berkegiatan di lingkungan kantor. Saat ini nilai ESG perusahaan di angka 15,09.

“Kami targetkan 20 persen supplier bahan bangunan harus  bersertifikat green. Gedung komersial kami sudah pakai solar pada atap bangunan, hasilnya sekitar 13 persen dapat mengurangi emisi karbon sejak 2022. Tahun 2034 target kami mengurangi penggunaan listrik hingga 56 persen,” pungkas Reza.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini