Jelajah NEGERI SERIBU SURAU</strong>
Kemolekan nusantara tersebar merata dari Sabang hingga ke tanah Merauke. Salah satu destinasi vakansi yang penting untuk Anda sambangi adalah Sumatera Barat. Provinsi dengan ibu kota Padang ini menyimpan banyak hal menyenangkan untuk Anda. Di sana, Anda dapat melihat hamparan alam yang memesona di Ngarai Sianok, bangunan eksotis berupa Jam gadang dan Surau.
Bukittinggi
Perjalanan dari Kota Padang ke Bukittinggi melalui banyak lokasi terjal dan tanjakan. Namun hal tersebut bukanlah sebuah halangan karena Bukittinggi terkenal dengan pemandangan alamnya yang indah, nuansanya yang masih asri, serta masyarakatnya yang terkenal ramah juga kaya akan budaya dan adat istiadat.
Sepanjang jalan akan ditemukan air terjun Lembah Anai yang merupakan ikon dan ciri khas dari destinasi wisata di Kab. Padang Pariaman dimana lokasi tempat wisata tersebut berada di pinggir jalan antara Padang dan Bukittinggi. Air terjun Lembah Anai berada dalam hutan lindung atau cagar alam lembah anai yang penuh dengan flora dan fauna yang unik serta keasrian alamnya yang masih terjaga. Anda akan merasakan kesejukan ketika melewati daerah lembah anai.
Setelah menempuh perjalanan selama 2,5 jam akhirnya saya sampai di kota Bukittinggi, Kota yang merupakan kota terbesar kedua di Sumatra Barat ini memang memiliki keindahan alam yang khas. Bukittinggi merupakan pusat kebudayaan Sumatra Barat, terletak di dataran tinggi sebelah Utara Padang di bukit Agam. Berbeda dengan Padang yang merupakan pusat roda pemerintahan dan perdagangan modern maka Bukittinggi adalah kota yang tenang dihiasi oleh panorama alam yang sungguh tiada duanya. Lembahnya yang sangat terkenal adalah Ngarai Sianok dengan kedalaman 100 M dan kemiringan antara 800 – 900 adalah salah satu daya tarik kota Bukittinggi dijadikan sebagai kota wisata. Keagungan Gunung Merapi, Gunung Singgalan, dan Gunung Sago pun ikut menghiasi moleknya kota Jam Gadang ini.
Kota Bukittinggi memiliki nama lain yaitu Tri Arga yang artinya tiga pegunungan agung yang memberikan keberuntungan. Bukittinggi memiliki udara yang sejuk menyegarkan karena ketinggian daerahnya lebih dari 900 m di atas permukaan laut. Walau di Bukittinggi sering hujan, hal tersebut tidak mencegah para wisatawan untuk datang ke kota yang banyak disebut orang sebagai kota paling ramah di pulau Sumatra.
Banyak wisatawan yang datang untuk mengunjungi Ngarai Sianok yang mengagumkan, jurang batu besar diselimuti pepohonan yang tumbuh di atasnya dan pegunungan sekitar secara dramatis menjadikan ngarai ini pemandangan yang sangat memikat hati. Selain itu ada pula objek wisata janjang koto gadang dan janjang saribu
Di pusat keramaian kota di Bukittinggi Anda dapat mengunjungi Jam Gadang yang merupakan ikon kota Bukittinggi. Landmark yang dibangun pada tahun 1926 dengan tinggi bangunan 26 meter dan diameter jam 80 centimeter ini didirikan oleh Yazin dan Sutan Gigi Ameh ini memiliki cerita dan keunikan karena selain usia dari jam ini yang sudah ratusan tahun juga mengenai pergantian ornament dari jam gadang ini. Dibalik cerita dan keunikan dari jam gadang ini, ada satu hal lagi yang membuat jam ini lebih menarik. Mesin dari jam gadang ini diyakini hanya ada dua di dunia yaitu jam yang terpasang di Bukittinggi, Sumatra Barat dan jam yang terpasang di Big Ben, Inggris.
Baca Juga, Kuliner Ala Negeri Sakura, GION The Sushi Bar Hadirkan Cabang Baru di Jakarta
Sumatra Barat terkenal dengan kerajinan tangannya, mulai dari kain tenun Minang yang indah sampai ukiran kayu yang rumit. Jika Anda ingin membeli perhiasan perak, kunjungilah Kota Gadang, desa kecil pandai perak beberapa kilometer dari Bukittinggi. Di sini Anda akan menemukan berbagai macam barang-barang perak yang murah, mulai dari barang perhiasan dari benang mas yang sangat halus sampai jepitan dengan motif bunga. Jika tidak ingin berjalan kaki, Anda dapat menaiki opelet dari terminal bus Aur Kuning. Beberapa tur agensi di Bukittinggi pun ada yang menyediakan perjalanan ke Kota Gadang atau jika Anda ingin membeli kain songket dan ukiran kayu, kunjungilah Pandai Sikek.
Bagi Anda yang suka berbelanja atau hanya ingin menikmati keramaian suasana pasar, Pasar Atas ada di sebelah Selatan Jam Gadang yang dipenuhi jajaran warung dan toko yang menjual barang-barang dan oleh-oleh setiap harinya. Pasar yang ramai ini dipadati oleh warung-warung yang menjual bermacam-macam barang.
Kelok 44
Destinasi selanjutnya adalah Kelok 44 dan Danau Maninjau. Menuju Danau Maninjau sebaiknya ditempuh pada pagi hari. Dari Bukittinggi pukul 08.00 diperkirakan tiba di Danau Maninjau pukul 10.00. Tapi dengan motor cukup 1,5 jam. Jika mendapatkan cuaca yang cerah, dijamin panorama alam Danau Maninjau akan memukau dan memanjakan mata. Embun Pagi adalah titik lokasi pemberhentian untuk menikmati pemandangan alam Danau Maninjau. Luar biasa!
Ketika turun ke arah danau, terasa benar “Kelok-44” yang sangat terkenal itu. Suguhan pemandangan alam “Kelok 44” pasti membuat siapapun menjadi takjub, Ketika jalan mulai turun di “Kelok 44”, mengemudi harus hati-hati, karena beberapa tikungan sangat tajam menuntut pengemudi ambil ancang-ancang berhenti, ambil jarak, sekaligus pindah gigi 1. Apalagi jika arah pulang dengan rute menanjak akan jauh lebih berbahaya.
Pemandangan tanaman padi kembali dapat disaksikan di Lembah Arau. Hamparan padi hijau yang mulai menguning sangat jamak terlihat di sisi-sisi bukit di sepanjang jalan yang dilalui.
Rumah Gadang
Istilah “Rumah Gadang” boleh jadi familiar di telinga Anda. Bangunan yang terkadang juga ditulis Rumah Godang ini didaulat sebagai rumah adat Sumatera Barat. Ia merupakan rumah tradisional etnis Minangkabau dan tersebar merata di seluruh wilayah Sumatera Barat, mengingat wilayah ini memang didominasi suku yang beragama islam tersebut. Nama lain dari rumah ini adalah Rumah Bagonjong atau Rumah Baanjung.
Rumah Gadang ini mampu menyihir mata Anda dengan keapikan arsitekturnya. Signatur yang paling menyita perhatian adalah bagian atapnya yang meruncing serupa tanduk kerbau. Atap ini seolah bersusun sehingga ujung tajam tersebut bisa lebih dari 4 dalam satu rumah. Dahulu kala, atap Rumah Gadang ini terbuat dari ijuk selayaknya rumah tradisional lainnya. Namun kemajuan teknologi membuat rumah Gadang ikut bersolek. Sekarang kita bisa menjumpai rumah Gadang dengan atap dari seng.
Secara umum, rumah gadang dibangun dengan bentuk persegi empat. Badan rumah dibagi ke dalam dua bagian utama yakni muka dan belakang. Pada bagian depan, lazimnya terdapat banyak ukiran ornamen dengan motif umum seperti bunga, akar, daun serta bidang genjang dan persegi. Adapun bagian luar belakang rumah Gadang dilapisi dengan memakai bahan bambu yang dibelah. Rumah cantik ini dibangin dengan menggunakan tiang-tiang yang panjang. Badan rumah seolah ditinggikan ke atas namun uniknya tidak mudah goyah karena guncangan hebat sekalipun. Rumah gadang ini memiliki satu tangga yang terletak pada bagian depan rumah. Sementara itu, ruangan yang berfungsi sebagai dapur dibangun terpisah, letaknya biasanya di belakang rumah.
Seperti rumah adat lainnya, Surau dan rumah Gadang juga menyimpan makna filosofis yang erat kaitannya dengan budaya dan agama masyarakat setempat.
Surau
le=”font-size: 10pt;”></strong>
<p><p>S</p></p&gt; <p>Surau sudah di kenal memiliki pengaruh dan kekuatan sosial di tataran masyarakat Minang. Sebagai tempat berilmu, menulis naskah, menyalin Al-Qur’an, para ulama mengkader muridnya tentang perjuangan, nilai-nilai jihad, nilai kemasyarakatan yang melahirkan Tuanku Imam Bonjol, Bung Hatta, Buya Hamka, dan banyak tokoh lainnya. Surau menjadi sebuah pusat keilmuan sekaligus pusat kaderisasi masyarakat minang di masa lampau. Disamping itu masih ada fungsi sosial sebagai tempat bermusyawarah. Budaya dan kultur ini seakan terhapuskan manakala melewati sebuah surau di jalan Padang-Bukittinggi yang hanya berisi kurang dari satu shaf pada saat shalat Isya di surau.
<span style=”font-size: 10pt;”>NASI KAPAU BUKIT TINGGI
Berpuluh-puluh warung makan nasi kapau tersaji di pandangan saya. Sejauh mata saya memandang, berdiri lapak-lapak bercat putih yang menjual nasi kapau. Untuk menuju ke tempat ini sebernya mudah saja karena masih terletak dekat Jam Gadang Bukit Tinggi. Tetapi untuk mencari lokasinya sedit agak sulit karena berbelok ke kiri dan kanan, menyusuri dan berdesakan di keramaian pasar Lereng Bukit Tinggi. Pasar ini dinamakan Pasar Lereng karena jalanannya yang bagaikan lereng gunung. Suasana pasar tak kalah ramai dengan Pasar Tanah Abang, atau Gasibu di Bandung. Bedanya, pengucapan logat minang yang kental para pedagang menawarkan barang-barangnya. Setelah sepuluh menit berjalan menembus keramaian orang, sampailah saya di koloni penjual nasi Kapau.
UniLis, adalah warung nasi yang paling laris disini, terbukti para pembeli rela antri sampai berdiri diluar lapak untuk menikmati seporsi nasi kapau ini. Lauk-pauk disusun dengan konsep sengkedan. Untuk menjangkau lauk yang berada di anak tangga paling bawah, Si Uni menggunakan sendok Panjang. Untuk memesan nasi kapau, kami hanya butuh menyebutkan lauk apa yang kami mau. Saya memilih gulai tunjang, Dendeng sapi yang erasa gurih manis dan tidak lupa kerupuk kulit dan teh manis panas sebagai pelengkapnya.
Nasi kapau ini dinamakan sesuai daerah asalnya di Bukittinggi, Kapau. Masih dengan khas makanan minang yang mengandung santan, lauk-pauk nasi kapau juga khas dengan masakan gulai-nya. Konon beras yang digunakan untuk nasi kapau ini menggunakan beras yang berasal dari kapau, jadi tidak sembarang beras. Nasi Kapau menyajikan potongan yang lebih besar untuk setiap masakannya, begitu juga dengan gulai atau sayurannya kuahnya lebih kental. Begitu juga bumbunya yang spesifik dengan racikan tangan, sehingga tidak akan ditemukan pada rumah makan Padang pada umumnya.
Hening menikmati nasi kapau dengan cita rasa dewa dewa ini, dan sudah tidak lagi memperdulikan hiruk pikuk roaming Bahasa Minang di sekitar saya. Rasanya sepiring masing kurang… “Uni, Tambah lagi sepiring nasi dengan gulai tunjangnya… “(Jkt,3/12/2015)