Konsep ramah lingkungan diyakini menaikkan minat konsumen dan nilai jual kawasan, sebab penghuni mulai menuntut kehadiran lingkungan hijau dan udara bersih di pemukiman.
Semakin ”hijau” dan ramah lingkungan suatu kluster hunian, nilai tambah dan peminatnya diyakini semakin besar. Desain dan konsep hunian ramah lingkungan kini mulai ditawarkan pengembang secara jorjoran untuk menunjang gaya hidup berkelanjutan dan daya pikat bagi pasar kelas atas.
baca juga, Bisa Digunakan di Ponsel, SiteMinder Membuka Jalan Baru Manajemen Pendapatan Hotel yang Canggih
Proyek-proyek hunian mewah mulai bermekaran sejak pandemi Covid-19 semakin mereda. Hunian mewah tidak lagi sekadar menitikberatkan ukuran atau besar bangunan, tetapi juga sistem rumah cerdas smart home system ataupun lokasi yang strategis. Lebih dari itu, konsep ramah lingkungan mulai dikedepankan pengembang untuk memberikan nilai tambah.
Pengembang Grup Ciputra melalui proyek perumahan premium Citra Lake Villa di Citra 6, Citra Garden City, Jakarta, menawarkan kawasan hunian mewah seluas 4,5 hektar berkonsep hunian yang asri dan tenang di tepi danau buatan. Kawasan hunian itu juga bakal dilengkapi pepohonan rindang dan fasilitas trek joging. Bangunan rumah di Citra Lake Villa memiliki luas 336 meter persegi (m2) yang terdiri dari tiga lantai dan satu lantai bawah tanah (basement) pada tipe lahan 9 meter x 15 meter. Harga rumah dibanderol Rp 12 miliar per unit. Hunian mewah itu ditawarkan dengan jumlah terbatas, yakni 28 unit.
Selain konsep hijau, Citra Lake Villa juga mengusung sistem rumah cerdas dengan desain dan fitur material hemat energi, di antaranya bukaan jendela rumah yang menyesuaikan arah mata angin dan matahari untuk menghemat pemakaian pendingin ruangan dan penggunaan panel surya.
Proyek ini adalah satu dari jamaknya wujud keseriusan Ciputra Group untuk turut menjaga kesehatan bumi. Associate Director Perencanaan PT Ciputra Residence, Taufiq Hidayat, mengemukakan, hunian dengan konsep berkelanjutan dan ramah lingkungan semakin dicari konsumen.
“Ciputra selalu berkomitmen untuk memberikan produk dan lingkungan yang tanggap terhadap perubahan yang terjadi termasuk di dalamnya perubahan iklim.
Bagi Ciputra membangun kota adalah membangun kehidupan, sehingga bagi kami sustainability adalah suatu hal yang mendasar dalam pengembangan proyekproyek kami. Kami mengembangkan sustainability framework yang kita namakan EcoCulture yang mendasari kami dalam merencanakan, membangun dan mengelola produk dan proyek melalui pendekatan produk yang ramah lingkungan dan pelibatan penghuni dalam membangun ekosistem kawasan,” papar Taufiq menjawab pertanyaan Property and the City, pertengahan Februari lalu.
Ciputra Group juga melansir program komunitas di dalam EcoCulture, di mana untuk menjangkau konsumen dan penghuni dilakukan kegiatan
bersama dalam meningkatkan kesadaran mengenai lingkungan hidup dari sejak dini. Bentuknya ruparupa, mulai dari kemitraan dengan sekolah-sekolah di lingkungan proyek, kegiatan pembinaan pengelolaan limbah, penanaman pohon dan urban farming serta apresiasi diberikan kepada kelompok penghuni yang menunjukkan pencapaian dalam kepedulian terhadap lingkungan di sekitarnya.
Sertifikasi Bangunan
Pembangunan danau buatan dan penanaman pohon-pohon menjulang tinggi di sejumlah proyek perumahan Ciputra juga merupakan bentuk kreativitas pengembang dengan tujuan keindahan sekaligus pengendali lingkungan. Danau dan pepohonan itu menjadi sarana pembuangan air limbah sekaligus penghijauan dari sebagian kawasan sekitar untuk diolah dan didaur ulang bagi keperluan air kawasan.
Konsep ramah lingkungan diyakini menaikkan minat konsumen dan nilai jual kawasan sebab penghuni bisa menikmati manfaat dari lingkungan hijau dan udara bersih. Taufiq mengatakan, pihaknya kerap melahirkan desain-desain rumah yang eco-friendly atau ramah lingkungan. Inovasi perlu terus dihadirkan pengembang agar rumah mampu berfungsi sebagai hunian sekaligus investasi yang menarik.
“Kami meyakini bahwa keberpihakan pada aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan akan menjadi nilai tambah proyek-proyek yang dikembangkan dan menjadi daya jual yang lebih baik. Bangunan rumah yang mampu menghemat energi dengan tetap memberikan tingkat kenyamanan yang baik merupakan hal-hal mendasar yang selalu dibutuhkan konsumen,” tandasnya.
Sejauh ini implementasi Environment, Social dan Corporate Governance (ESG) di Ciputra Grup, baik dari sisi lingkungan, tata kelola dan dampak sosial diklaim Taufiq berjalan sesuai kaidah. Melalui enam pilar yang tertuang di dalam EcoCulture meliputi Manajemen, Energi, Air, Limbah, Ekosistem dan Komunitas menunjukkan komitmennya terhadap nilainilai berkelanjutan.
Pihaknya memastikan produk-produk yang dikembangkan harus memenuhi kriteria ramah lingkungan dengan melalui sertifikasi bangunan hijau
baik untuk rumah tinggal maupun fasilitas seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan telah memenuhi prosedur assessment EDGE (Excellence in Design for Greater Efficiency) dan mendapat sertifikasi dari Green Building Council Indonesia.
“Kami telah mensertifikasikan lebih dari 500.000m2 bangunan di dalam proyek yang dikembangkan dan ke depan akan terus ditingkatkan,” jelasnya. Yang tak kalah penting ialah bagaimana peran dan keberadaan segmen milenial terhadap produk-produk properti hijau, mengingat mereka kini menjadi ‘bahan bakar’ baru pasar properti.
Taufiq mengatakan, segmen milenial memiliki paparan lebih luas terhadap isu lingkungan melalui interaksi dengan media digital dan sosial yang sudah menjadi bagian dari gaya hidupnya. Hal itu dinilai akan menumbuhkan kesadaran lebih tinggi mengenai sustainability.
“Generasi milenial juga lebih sensitif terhadap pengelolaan keuangan yang terbatas, penghematan energi menjadi sangat relevan dengan kebutuhan pasar di segmen ini. Livability dengan biaya perolehan yang terjangkau dan biaya operasional yang efisien merupakan salah satu pertimbangan besar segmen ini dalam menentukan produk yang akan dibelinya,” pungkasnya.l [Andrian Saputri]