Property and The City, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit masalah (non performing loan/NPL) gross perbankan mengalami peningkatan 2,35% pada Februari 2024 dibanding Desember 2023 sebesar 2,19%. Sedangkan NPL net di Februari 2024 berada di level 0,82%, naik dari bulan sebelumnya di 0,79%. Hal ini juga yang membuat loan at risk naik dari 10,94% pada Desember 2023 menjadi 11,56%.
Kondisi ini sepertinya terjadi setelah OJK menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada akhir Maret 2024. Sebulan setelahnya, NPL bank pun mengalami peningkatan. Dengan selesainya relaksasi, kredit dengan status pembayaran tidak lancar dapat dikategorikan sebagai kredit bermasalah. Hal ini pun membebani perbankan yang harus mencadangkan kerugian penurunan nilai lebih banyak.
Dengan naiknya NPL perbankan, pengetatan dalam penyaluran KPR pun akan semakin tinggi. Rasio penolakan KPR bagi konsumen yang ingin melakukan pembelian melalui KPR pun meningkat. Tentunya ini akan memukul cash flow pengembang. Belum lagi fakta sebelumnya mengenai banyaknya penolakan KPR konsumen dikarenakan pinjol (pinjaman online) yang marak beberapa waktu lalu bahkan masih sampai saat ini.
“Selain faktor-faktor lainnya, meningkatnya NLP bank membuat perbankan semakin ketat dalam menyalurkan KPR-nya, dan ini membuat pasar perumahan merasakan dampak perlambatan,” jelas Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch.
Seorang pengembang juga mengatakan bahwa saat ini selain daya beli yang menurun, kondisi realisasi KPR pun menurun cukup tinggi sehingga membuat pengembang agak berhati-hati dalam melakukan ekspansi. Pengembang juga dihadapkan oleh meningkatnya buy back akibat konsumen gagal bayar. Hal ini tentunya sesuai dengan perjanjian perbankan dengan pengembang yang menyatakan bahwa pengembang harus melakukan buy back bila konsumen gagal bayar dalam jangka waktu dan syarat tertentu, yang mungkin berbeda setiap bank dan pengembang.
“Ada arahan Presiden bahwa kredit restrukturisasi akibat dari pada Covid-19 itu yang seharusnya jatuh tempo pada bulan Maret 2024, ini diusulkan ke OJK nanti melalui KSSK dan Gubernur BI untuk mundur sampai dengan 2025,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (24/6/2024).
Semoga relaksasi ini dapat diperpanjang untuk dapat memberikan ruang bagi pebisnis untuk mengelola cash flow-nya. Namun tentunya masih banyak faktor lain yang harus diantisipasi para pelaku bisnis properti di tanah air.