...

Kolaborasi Pelaku Bisnis Properti Hadapi Covid-19

Propertyandthecity.com, Jakarta – Dunia kini sudah diambang ancaman krisis ekonomi global akibat virus Corona atau Covid-19 yang telah memporak-porandakan ekonomi dunia. Berbagai prediksi dari pelaku ekonomi, pengamat, lembaga dunia sudah muncul terkait imbas Covid-19. IMF, misalnya, sudah menyatakan ekonomi dan keuangan global saat ini tengah mengalami krisis akibat pandemi Covid-19. Pasalnya, virus ini telah menjadi wabah di hampir seluruh negara dan melumpuhkan ekonomi di masing-masing negara dan belum tahu kapan berakhir.

Indonesia yang jumlah korban Covid-19 terus bertambah setiap hari, kini juga dihadapi ancaman ketidakpastian ekonomi. Nyaris semua bisnis lumpuh karena tidak ada mobilitas manusia akibat keharusan social distancing yang membatasi gerak manusia. Praktis kita menghadapi dua front pertempuran, menghadapi wabah Covid-19 dan ancaman krisis ekonomi yang di depan mata. Berbagai diskusi pun bermunculan lewat meeting online yang melibatkan pelaku bisnis, asosiasi menghadapi kondisi ekonomi saat ini.

Baca: PUPR Gulirkan Stimulus, Pengamat: Lihat Urgensinya!

Salah satunya yang diinisasi oleh ECI Entrepreneur Club Indonesia yang didirikan oleh Bapak Pinpin Bhaktiar dan founder PROJEK Bapak Andy K. Natanael dengan difasilitasi oleh Lembaga Pendidikan PPM, serta berbagai institusi lainnya yang bergabung dalam diskusi online termasuk dari Indonesia Property Watch.

Property and the City mencoba mengulas point-point yang dihasilkan dalam diskusi tersebut dalam beberapa tulisan. Harapannya diskusi tersebut bisa memberikan masukan kepada pemerintah, perbankan maupun pelaku bisnis properti sendiri.

Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi sorotan utama dalam diskusi ini karena sektor keuangan dipastikan salah satu yang terpukul akibat wabah Covid-19 yaitu ancaman kredit macet bakal melonjak. OJK sendiri sudah melonggarkan ketentuan kewajiban pembayaran kredit tidak hanya di perbakan tetapi diperluas ke perusahaan pembiayaan atau multifinance.

Terdapat dua relaksasi kebijakan yang diterapkan ke multifinance. Menurut Pinpin Bhaktiar, OJK memiliki peran sentral atas sehatnya kondisi keuangan bangsa ini secara menyeluruh. Tentunya dalam kondisi seperti ini OJK diharapkan hadir dengan kebijakan yang komprehensif untuk industri, korporasi, UKM, konsumen dan kondisi makro ekonomi itu sendiri.

Sementara menurut Andy K Natanael, founder PROJEK aplikasi toko properti dan founder PROVIZ konsultan strategy marketing property, dalam kondisi seperti ini OJK segera mengambil keputusan yang tegas terhadap langkah-langkah yang akan diambil oleh perbankan.

Baca: Corona Hantam Properti Tanpa Stimulus

“Setiap bank mempunyai kebijaksanaan masing masing. Mungkin alangkah lebih baik jika regulator mempunyai batasan kebijaksanaan yang bisa diambil tiap-tiap bank karena yang akan menjadi masalah adalah bank swasta,” ujar Andy.

Pernyataan Andy diperkuat DR Joni Phangestu, akademisi dari PPM. Menurutnya kelonggaran yang diberikan oleh OJK masih belum konkrit dan diserahkan kepada bank masing-masing, untuk selanjutnya membuat kebijakan kepada debitur yang terkena dampak wabah Covid-19. Padahal ini menimbulkan bias karena hampir semua sektor mengalami dampak.

Joni juga berharap OJK memberikan kelonggaran kepada pengembang menyangkut buyback dan kredit konstruksi. Menurutnya, semua pihak bisa belajar dari pengalaman krisis 1998, saat itu bank baru memberikan haircut bunga setelah kredit menjadi macet. Sehingga banyak pengembang yang bangkrut bisa dikurangi.

Point lain yang menarik dalam diskusi ini adalah apakah kondisi saat ini bisa dikatakan force majure karena wabah Covid-19. Menurut Erwin Kallo, Property Lawyer, force majure atau keadaan Kahar definisi hukumnya adalah suatu keadaan diluar kemauan dan kemampuan para pihak yang mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian atau hak/kewajiban para pihak tidak dapat dilaksanakan dengan ketentuan masing-masing pihak tidak dapat dituntut bertanggungjawab atas kejadian dan resiko yang ditimbulkan oleh keadaan tersebut.

“Dengan Memahami ini, jelas adanya wabah Covid-19 yang memunculkan kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan-pembatasan kegiatan masyarakat adalah terjadi force majure,” ujar Erwin Kallo.

Baca: Covid-19 dan Ancaman Terjadinya Force Majure

Semua pihak dipastikan sepakat kondisi saat ini sudah bisa dikategorikan force majure. Ini bisa dilihat dari kebijakan pemerintah yang sudah mengeluarkan program pembatasan sosial skala besar yang membatasi kegiatan ekonomi dan bisnis. Indikasi ini jelas dalam situasi force majure.

Sementara Pinpin sedikit lebih lunak dengan menyebut sebagai kondisi semi force majure. “Semi force majure-lah, hehehe . . . . . Saat ini kebijakan bagi pekerja harian harus menjadi prioritas, lalu makro ekonomi, UKM, dan terakhir industrinya,” ujar Pinpin.

Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch menilai hal ini pastinya harus dianggap sebagai kejadian luar biasa yang dapat membuat kondisi mungkin bisa lebih buruk dari kondisi ekonomi 1998 bila tidak diantisipasi dengan benar.

Menurut data survei yang dilakukan Indonesia Property Watch, pasar properti di triwulan pertama tahun 2020 masih memerlihatkan pertumbuhan positif. Namun demikian kecenderungan pasar menurun signifikan mulai terlihat di bulan Maret 2020.

Baca: Hadapi Corona, Ini yang Dilakukan Intiland

Hampir bisa dipastikan penurunan penjualan besar-besaran akan terjadi di triwulan kedua tahun 2020. Hal ini akan berdampak pada kesehatan keuangan para perusahaan pengembang. Karenanya antisipasi harus segera dilakukan dengan kerja sama antar pihak terkait untuk dapat meminimalkan risiko. [Hendaru]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini