Sabtu, Mei 10, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Intergrasi BUMN Karya, Keputusan Masuk Akal atau Tantangan Jangka Panjang?

Property and The City, Jakarta – Pemerintah saat ini tengah mengupayakan integrasi BUMN karya ke dalam tiga kluster perusahaan.

Menurut pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, langkah integrasi ini dapat dianggap sebagai keputusan yang masuk akal secara bisnis. Hal ini dikarenakan strategi tersebut lebih mengutamakan aspek jangka panjang daripada sekadar menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi saat ini.

“Memang sudah sepatutnya dikonsolidasikan. Kenapa? Karena semuanya bermain di wilayah yang sama, sehingga ada kanibalisme, predatory pricing,” ujar Herry Gunawan dalam keterangan resminya, Senin (24/6).

Adapun skema integrasi yang direncanakan pemerintah mencakup penggabungan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dengan PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Nindya Karya (Persero).

Selanjutnya, integrasi antara PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Sementara skema ketiga, integrasi antara PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Herry Gunawan juga menyoroti perlunya pemerintah memperhatikan kepentingan investor publik, kreditor, dan negara sebagai pemegang saham dalam langkah integrasi bisnis BUMN ini.

Mengenai rencana pembentukan kluster integrasi antara Adhi Karya, Brantas Abipraya, dan Nindya Karya, Herry menegaskan pentingnya penentuan perusahaan yang akan memimpin integrasi dengan cermat dan strategis.

“Membandingkan ADHI, Abipraya, dan Nindya juga sudah timpang. Nindya dieliminasi dari posisi pemimpin karena statusnya yang masih menjadi ‘pasien’ PPA. Sedangkan jika membandingkan ADHI dan Abipraya, secara laporan keuangan misalnya, aset Abipraya sekitar Rp 8 triliun, sedangkan ADHI sekitar Rp 40 triliun,” terangnya.

Dari segi nilai proyek yang ditangani, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) menangani proyek dengan nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan PT Brantas Abipraya (Persero). Selain itu, ADHI juga memiliki portofolio proyek yang lebih beragam.

Menurut Herry, ADHI sering kali menghadapi proyek-proyek yang kompleks dan memerlukan keahlian khusus, sehingga perusahaan ini memiliki ketahanan yang lebih baik dalam menghadapi tantangan. Di sisi lain, Abipraya cenderung mengerjakan proyek-proyek dengan skala lebih kecil yang memiliki risiko yang lebih terkontrol.

Selain itu, sebagai perusahaan publik yang terdaftar di bursa, ADHI terbiasa dengan kewajiban pelaporan tahunan yang kompleks sesuai dengan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menekankan transparansi dan tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG). Sementara Abipraya, dalam menyusun laporan tahunan, lebih banyak mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Kementerian BUMN.

“Dari segi tata kelola, baik dalam manajemen perusahaan maupun keberlanjutan lingkungan, ADHI memiliki fondasi yang lebih kuat dan lebih dipercaya oleh calon investor, kreditor, dan pemegang saham, baik di tingkat lokal maupun global,” jelas Herry.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles