Tanpa sengaja, saya mengamati sebuah tempat di bilangan jalan besar di Jakarta Barat yang telah berkali-kali berganti penyewa mulai dari resto, café, sampai pijat refleksi. Tempat ini kebetulan sering saya lewati saat beraktivitas. Mungkin sudah cukup lama saya menyadari bahwa penyewa tempat tersebut paling lama 2 atau 3 tahun, selalu berganti dan sebagian besar berupa resto. Setiap berganti penyewa saya selalu memerhatikan lalu lintas pengunjung ke resto tersebut, tidak ada yang luar biasa.
baca juga, BP Tapera: Penambahan Kuota FLPP 34.000 Unit Masih Tunggu Revisi DIPA
Jika diperhatikan secara lokasi, tempat ini jauh dari kata jelek. Di lokasi dengan arus lalu lintas jalan raya yang cukup ramai, lebar muka cukup besar, dan dilengkapi dengan area parkir yang juga cukup luas. Ada yang bilang tempat tersebut fengshui-nya tidak
bagus, ada yang bilang juga harga sewanya terlalu mahal, dan lain-lainnya. Meskipun telah berganti 3 atau 4 brand resto dalam
kurun waktu 10 tahun, namun tempat tersebut belum juga ramai.
Pada saat saya melewati tempat tersebut sekitar 6 bulan yang lalu, sudah terpampang brand yang berbeda lagi. Kali ini saya lihat
agak berbeda, karena yang terpampang disana sebuah brand resto yang cukup terkenal. Saya masih ragu apakah tempat tersebut bisa ramai, karena image lokasi tersebut dari dulu sudah tertanam tidak akan bagus. Beberapa kali saya melewati tempat tersebut, terlihat lebih ramai dari biasanya, semakin hari semakin ramai.
Nah… ini ternyata solusinya. Sebuah brand resto yang terkenal sudah memiliki loyal customer atau paling tidak pamor makanannya sudah terkenal dan orang-orang ingin menikmatinya. Apalagi dalam radius 3 km dari tempat tersebut tidak ada brand serupa. Jadi kuncinya ternyata ada 2 faktor lagi selain lokasi yang bagus, yaitu pengaruh brand dan celah pasar. Benarkah demikian?