PropertyandTheCity.com, Jakarta – Meskipun pemerintah Indonesia telah mengakui sektor perumahan sebagai salah satu pendorong utama perekonomian, alokasi anggaran untuk sektor ini pada tahun 2025 justru mengalami penurunan yang signifikan. Dari Rp14,681 triliun pada 2024, anggaran tahun depan hanya akan mencapai Rp5,078 triliun, meskipun kuota pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ditingkatkan menjadi 300.000 unit rumah.
Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch, menyoroti ketidaksesuaian ini dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan penyediaan hunian rakyat. “Sektor perumahan dan properti memberikan multiplier effect besar pada perekonomian nasional, menyumbang sekitar 14-16% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan 9,3% dari penerimaan pajak, atau sekitar Rp185 triliun per tahun. Namun, anggaran yang dialokasikan untuk sektor ini masih sangat kecil, bahkan mengalami penurunan pada 2025,” ujarnya.
Selain itu, sektor ini juga memberikan kontribusi ke penerimaan daerah (PAD) sekitar Rp92 triliun, atau sekitar 31,9% dari total PAD pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah bahkan mengakui bahwa sektor perumahan dan properti memiliki potensi sebagai lokomotif perekonomian nasional.
Namun demikian, alokasi anggaran sektor perumahan dalam APBN masih relatif sangat kecil. Sebagai perbandingan, anggaran untuk sektor kesehatan mencapai Rp186,4 triliun atau sekitar 5,6% dari APBN 2024, dan sektor pendidikan sebesar Rp665 triliun, atau sekitar 20% dari APBN.
Menurutnya, pemerintah tampaknya belum sepenuhnya serius dalam memperhatikan sektor ini.
“Keseriusan pemerintah patut dipertanyakan, karena dengan anggaran tersebut belum terlihat adanya tercermin program-program perumahan ke depan yang akan menjadi sektor unggulan. Padahal, harapan para stakeholder terhadap sektor perumahan meningkat dengan dibentuknya Kementerian PKP,” lanjut Ali.
Ia menambahkan bahwa anggaran yang lebih rendah ini mungkin menghambat target pemerintah untuk menyediakan perumahan rakyat secara masif. Ali menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kembali alokasi anggaran, mengingat sektor perumahan dapat menjadi lokomotif perekonomian yang mendorong pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan di masyarakat.