Harga properti yang tidak pernah turun dan wujud fisiknya yang riil membuat properti masih menjadi alternatif yang banyak dipilih pemilik kapital karena merasa aman membelinya. Keuntungan investasi properti bisa diperoleh dari surplus kenaikan harga (capital gain), hasil sewa (yield) atau yang paling bagus dari keduanya. Menurut pengamat properti Ali Tranghanda, capital gain harus di atas laju inflasi. Sedangkan yield sangat
tergantung jenis propertinya. Saat ini banyak yield lebih rendah dari biasanya.
“Kenaikan harga properti sangat tergantung lokasi serta jumlah pasokan dan permintaan (supply and demand). Fasilitas yang diberikan oleh developer juga harus bagus supaya proyek properti yang dikembangkan bisa hidup,” ujar Ali yang juga Direktur Indonesia Property Watch, ini.
Pandemi Covid-19 memberikan dampak pada turunnya permintaan di Indonesia seiring lonjakan suplai rumah baru pada 2020 lalu. Hal itu membuat para pengembang memilih untuk tidak menaikkan harga properti. Semester kedua 2020, suplai properti mengalami peningkatan dengan rata-rata 37% per kuartal. Peningkatan itu jauh lebih tinggi dibanding rerata kuartalan dalam lima tahun terakhir sebesar 11,2% per kuartal.
Terkoreksinya harga properti membuat momentum membeli properti berada pada posisi, “Ayo beli!”. Meski saat ini adalah timing yang tepat untuk berbelanja properti, konsumen wajib mempertimbangkan jenis dan skema investasi. Sejumlah cara investasi properti
ditawarkan banyak lembaga. Mulai dari investasi properti dalam bentuk saham, properti lelang, passive income, dan time sharing. Setiap bentuk investasi tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. “Penentuan mana skema yang lebih menguntungkan tergantung kebutuhan investor. Bahkan sah-sah saja bila pemilihan jenis properti sebagai instrumen investasi ditentukan oleh seberapa bagus fengsui nya,” ungkap Ali.
“Investasi properti harus lebih tinggi dari bunga pinjaman, kalau kredit properti bunganya 8-10 persen per tahun, ya propertinya harus menghasilkan income atau yield di atas 10 persen per tahun. Properti-properti saya, seperti minimarket waralaba rerata menghasilkan
yield 18 persen per tahun,” kata Pipo Hargiyanto, salah satu Investor Properti Passive Income.
Tak kalah meyakinkan, investasi properti “bermasalah” atau kredit-kredit gagal di perbankan juga diklaim menawarkan keuntungan besar bagi investor properti. Umumnya aset properti jenis ini dibanderol dibawah harga pasar sehingga keuntungan akan diperoleh ketika investor menjual kembali. “Harga properti cenderung selalu naik, dengan membeli properti non-performing loan (NPL) maka dapat mendorong masyarakat untuk mendapatkan rumah dengan harga lebih terjangkau. Keuntungan lainnya, rata-rata lokasi properti sudah berkembang dan padat penduduk,” tutur Direktur Utama PT Bangun Properti Nusantara, Ivan Sanggalo, salah satu perusahaan yang fokus mengelola properti NPL.
Pilihan lain adalah investasi di bursa efek sektor properti. Analis Pasar Modal sekaligus Direktur PT Ekuator Swarna Investama Hans Kwee menyebut, sejumlah saham properti seperti BSDE, SMRA, CTRA, PWON dan ASRI mengalami kenaikan sejak awal Februari 2021 seiring dengan rendahnya suku bunga. “Tidak ada salahnya memilih saham properti sebagai instrumen investasi. Tapi pilihlah emiten properti besar yang memiliki fundamental kuat dan landbank masih banyak,” jelas Hans.
Komitmen Membangun
Memilih bentuk properti seperti apa, developernya sekredibel apa tentu menjadi penting bagi investor. Komposisi konsumen juga perlu dipertimbangkan. Perbandingan pembeli investor dengan end user harus lebih banyak end user, supaya proyek tersebut cepat
hidup. “Jangan sampai sudah terlanjur beli tapi proyek propertinya tidak hidup. Kalau sudah begitu, siapa yang mau menyewa. Sehingga harganya sulit untuk cepat naik,” kata Hans.
Sepakat dengan Hans, Ali mengatakan, komitmen developer menghidupkan proyeknya juga amat penting. Ali menyarankan, konsumen jangan hanya terbuai penawaran harga yang murah, tapi kritisi juga semua infrastruktur dan fasilitas yang dijanjikan developer.
“Kenaikan harga baik dari gain maupun yield juga bergantung dari bagaimana konsep pengembangan, aksesibilitas dan infrastruktur di kawasan,” tambahnya.
Komitmen membangun proyek sesuai jadwal tersebut menjadi ‘andalan’ sejumlah developer dalam meyakinkan investor terhadap properti yang sedang dipasarkan. CEO Eazy Property, Rico Tampenawas, yang kini tengah memasarkan sejumlah proyek kondotel
dalam skema pembelian crowdfunding, mengatakan, investor belakangan mencari proyek minim risiko namun tetap menghasilkan return yang baik. “Salah satunya melalui beli properti patungan. Jadi satu unit apartemen bisa dimiliki oleh 10-20 owner. Misal harga unitnya Rp1 miliar, per orang hanya membayar Rp50 juta untuk bisa mendapat hak huni di unit tersebut. Jika tidak ingin dihuni, silahkan disewakan karena ada rental yield sebagai timbal balik keuntungan,” pungkas Rico.
Namun, investasi properti dengan skema semacam itu butuh kehati-hatian. Rico menyarankan investor memastikan betul siapa developer-nya dan lokasinya harus strategis sehingga tingkat okupansinya tinggi ketika bangunan sudah beroperasi. ● [Andrian Saputri]