Senin, Mei 12, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Susul Serpong, Inilah Kantung Baru Berpotensi Tumbuh di Barat Jakarta

Propertyandthecity.com, Tangerang – Tidak bisa dipungkiri, Jalan Tol Jakarta-Tangerang-Merak yang terkoneksi dengan semua jalan tol di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) membuat kawasan di sekitarnya makin terbuka karena mudah diakses melalui jalur darat. Tangerang, Banten, adalah kawasan di sebelah barat Jakarta yang paling diuntungkan sejak jalan tol sepanjang 98 kilometer (km) itu beroperasi pada tahun 1984. Perkembangan kawasannya sungguh luar biasa dengan penawaran properti-properti premium di wilayah ini.

Koridor Serpong menjadi kawasan yang paling berkembang sedemikian rupa di wilayah Tangerang. Sebelum tahun 1989, Serpong hanya semak belukar dan hamparan hutan karet yang tidak produktif lagi. Namun ketika Jalan Tol Jakarta-Tangerang-Merak jadi, sejumlah developer mulai mencari-cari lahan untuk dijadikan pemukiman baru sekaligus untuk menyangga beban Jakarta yang makin padat.

Baca: Vasanta Group Luncurkan Kawasan Hunian Baru di Depok

Kota Mandiri Bumi Serpong Damai (BSD) seluas 6.000 hektar menjadi kota baru pertama di ruas Tol Tangerang-Merak yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini yang kala itu menjabat (1989). Pada tahap pertama BSD (1989-1996) dibangun 29.564 rumah terdiri dari 15.000 rumah kecil, 11 rumah menengah dan sisanya rumah besar. Pada tahun itu, hanya ada satu jalan tol, yaitu Tol Jakarta (Kebon Jeruk)-Tangerang-Merak yang menghubungkan BSD melalui Jalan Raya Serpong ke kawasan barat Jakarta.

“Pertama kali dibuka, BSD memasarkan rumah-rumah tipe BTN ukuran 60 m2 harganya masih Rp5 juta saat itu. Tapi saat itu banyak orang tidak percaya Serpong akan maju karena melihat lokasi rumah yang dianggap jauh ke mana-mana. Menuju pusat keramaian seperti ke bank atau rumah sakit saja, pada awal BSD dibangun, warga harus ke Kota Tangerang yang jaraknya hampir 20 kilometer dari BSD. Tapi beberapa tahun setelah akses tol langsung di BSD dibuka, orang mulai melirik,” papar Head of Research & Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus kepada Property and the City, awal Juni lalu melalui sambungan seluler.

Alam Sutera juga begitu, lanjutnya, tahun 2008 saat perumahan belum punya akses langsung ke jalan Tol Jakarta-Merak, rumah tipe 240 m2 harganya Rp1,3 miliar. Tapi tahun 2011 atau dua tahun setelah akses tol langsung di Kunciran menuju Jalan Raya Serpong lewat Alam Sutera itu dibuka, tipe yang sama sudah dipasarkan Rp2 miliaran. Namun Serpong bukan hanya kawasan BSD, melainkan juga Gading Serpong (sejak 1993, 1.600 ha, kini terbelah dua yaitu Summarecon Serpong dan Paramount Land),  Alam Sutera (sejak 1994, 800 ha) dan Lippo Village (sejak 1992, 1.500 ha/sebelumnya Lippo Karawaci) yang dibangun pengembang Paramount Land, Summarecon, Alam Sutera Realty dan Lippo Group.

Gelora kelima pengembang membangun kawasan terpadu di ruas Tol Tangerang-Merak itu makin membuncah. Fasilitas pendukung seperti sekolah, universitas, perkantoran, rumah sakit, pusat perbelanjaan dan hiburan serta pasar modern dibangun dalam kurun waktu 10-15 tahun. Koridor Serpong kini betul-betul menjadi magnet bagi warga seantero Jakarta. Tidak kaget, hidupnya kota-kota baru di ruas Tol Tangerang-Merak ini menjadi fenomena pengembangan township di Indonesia. Bukan hanya areanya yang luas, konsep pengembangannya juga matang dan menarik.

Makin Barat Lagi

Selain inovasi-inovasi baru yang sejalan dengan tren dan kebutuhan masa kini, aksesnya juga semakin mudah karena memiliki akses tol langsung, misal Gading Serpong di KM 18, Alam Sutera di KM 15, Karawaci di KM 21 dan Bitung di KM 26. Sejumlah  ruas tol baru juga tembus menuju kota baru itu, yakni Tol Serpong-JORR W2, JORR2 Serpong-Kunciran-Bandara dan JORR2 Serpong-Balaraja-Bandara. Bergelimang akses dan fasilitas tentu menjadi wajar bila saat ini pengembangan kawasan kian ke arah barat menyusul harga properti di kawasan Serpong yang semakin tidak terjangkau.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, secara alamiah perkembangan wilayah berikut fasilitasnya akan melebar dan menjauh dari pusat kota. “Ini konsekuensi dari semakin sesak dan mahalnya harga tanah di tengah kota. Contoh di Jakarta Barat mula-mula pergeserannya hanya sampai Daan Mogot dan Kosambi. Lalu perkembangannya bergerak ke barat Jakarta di kawasan Serpong, Tangerang, dan kini otomatis akan mengarah ke lebih barat lagi menuju Curug, Bitung, Cikokol sampai Balaraja karena koridor sebelumnya sudah padat,” terang Joga saat dihubungi di Jakarta, awal Juni.

Pergeseran paling masuk akal terjadi di kawasan Bitung mengarah ke Balaraja yang secara lokasi berada di bagian barat Serpong. Memiliki gerbang tol langsung di KM 26 (Tol Jakarta-Tangerang-Merak), wilayah Bitung sudah ramai properti komersial mulai dari pergudangan hingga pabrik meski pilihan hunian komplit berskala luas masih terbatas. Akses tol langsung dan jalan protokol yang terintegrasi dengan kawasan lain itu diplot sebagian besar developer sebagai prasyarat mengembangkan sebuah kota baru.

Baca: Gerbang Tol, CBD hingga Mall Tingkatkan Nilai Properti di Kota Wisata Cibubur

Proyek Jalan Tol JORR2 Serpong-Balaraja yang sempat tertunda pembangunannya dan saat ini menunjukkan perkembangan signifikan, ‘dituding’ akan membuka kawasan-kawasan di ruas jalan Tol Jakarta-Tangerang-Merak yang selama ini masih tertutup lantaran tidak ada akses tol langsung menuju kawasan. Jalan tol sepanjang 39,8 km yang menghubungkan wilayah Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Tangerang ini merupakan sambungan dari ruas Tol Ulujami-Serpong yang dirancang untuk memangkas waktu tempuh dari Serpong menuju Jakarta dan Merak.

“Yang perlu dipertimbangkan adalah selain nyambung ke Jakarta, Tol Serpong-Balaraja ini nantinya akan menjadi akses menuju Merak dan Lampung karena terhubung dengan Balaraja yang menjadi akses masuk ke Tol Tangerang-Merak, konektivitas dan mobilitas warga di sekitarnya bakal sangat mudah, sehingga diharapkan kantung-kantung yang sebelumnya tidak terjamah bisa berkembang menjadi lebih produktif,” kata Joga.

tol serpong-balaraja
Kementerian PUPR terus merampungkan pembangunan Tol Serpong-Balaraja. (dok. PUPR)

Pembangunannya terbagi dalam tiga seksi, yakni  seksi I (BSD-Legok) sejauh 11,3 km, seksi II (Legok-Tigaraksa Selatan) 10,7 km, dan seksi III (Tigaraksa Selatan-Balaraja) 17,8 km. Seksi I yang melewati Rawabuntu (Serpong) membelah BSD City tentu pengembangan kawasannya sudah matang dan telah didukung infrastruktur memadai. Peluang munculnya kota baru diprediksi akan terkonsentrasi di ruas Jalan Tol Legok-Tigaraksa (Seksi II) yang jika dilihat dari sisi infrastruktur, kawasannya akan cepat hidup karena dilengkapi kawasan industri di Tangerang, Serang dan Cilegon.

“Tren ke depan para pengembang semakin agresif mengembangkan kota baru, terutama dengan menambah area komersial yang berhubungan erat dengan faktor ekonomi, serta fokus pada kualitas fasilitas hunian dan gaya hidup. Kondisi perekonomian sesulit apapun, pengembang tidak akan pernah mandeg mencari lahan-lahan strategi dekat akses tol untuk dijadikan perumahan berskala kota. Kuncinya di akses tol tadi,” imbuh Anton.

Jalan tol menuju ke Tangerang
Jalan tol menuju ke Tangerang. (Istimewa)

Kuncinya di Harga

Anton mengatakan di Banten kawasan penyangga Jakarta arah pengembangannya kian ke barat. Serpong padat pilihannya ke Kabupaten Tangerang seperti Curug dan Bitung. Selain itu, kawasan Kabupaten Tangerang juga memiliki potensial lahan yang juga masih cukup besar untuk dikembangkan. Dengan demikian, potensi pengembangan kawasan ini pun dinilai masih sangat panjang.

Harga properti di Jakarta sudah terlampau mahal, sehingga pilihannya adalah ke kota penyangga, seperti di barat Jakarta, khususnya di wilayah Kabupaten Tangerang yang potensi lahannya  cukup untuk dikembangkan. Pun pengembangan kawasan ini dinilai masih sangat panjang. Jadi tergantung developernya. Seberani apa dia meluncurkan sebuah proyek. Meski dalam kondisi pandemi seperti saat ini, tetapi permintaannya tetap ada,” sebut Anton.

Melimpahnya infrastruktur dari dan menuju kawasan Kabupaten Tangerang memudahkan pengembang memasarkan hunian dengan beragam spesifikasi. “Pasarnya masih sangat luas.   Apalagi kalau proyeknya dirancang seperti kota, lengkap dengan fasilitas komersial, maka peminatnya akan banyak karena gengsinya pasti lebih tinggi jika tinggal di komplek hunian yang besar atau lengkap,” katanya.

Baca: Grand Wisata Bekasi, The Next New City di Timur Jakarta

Terbukti, beberapa developer di Tangerang menuai hasil maksimal dari penjualan hunian maupun properti komersial. Sebut saja Ciputra Group melalui proyek Citra Maja Raya, Sinar Mas Land yang gencar memasarkan beberapa cluster terbaru, kemudian Summarecon Serpong melalui produk komersial (ruko), serta Paramount Land yang juga sukses memasarkan cluster hunian dan produk komersial.

“Kuncinya di harga. Pengembang besar pun meluncurkan hunian yang lebih terjangkau, bahkan Rp1 miliar ke bawah. Kalau dulu, rata-rata di atas Rp1-1,5 miliar ke atas. Dan terbukti berhasil,” ungkapnya. Anton menambahkan, potensi kebutuhan akan hunian di kawasan Tangerang masih sangat tinggi. Di sisi lain, supply-nya masih kurang. Dia menggambarkan, kebutuhan hunian setiap tahun di Jabodetabek mencapai 50 ribu unit, sementara supply di pasar masih jauh dari angka tersebut.

Supply-nya tidak banyak, tetapi kembali lagi tergantung developer. Apakah mereka berani meluncurkan produk baru dengan harga yang terjangkau,” tegasnya. Selain dari segi harga, hunian yang telah dilengkapi dengan perabot (fully furnished), kata Anton, juga kini sangat diminati konsumen.

Menutup pembicaraan, Joga menilai konsep kota mandiri itu akan memberikan nilai tambah yang besar pada wilayah lain di barat Jakarta selain Serpong. “Banyak hal baru yang bisa diciptakan untuk kesejahteraan masyarakat dan daerah karena apa-apa self service sehingga mengurangi dampak buruk urbanisasi, yaitu kemacetan lalu lintas dan kepadatan kota,” pungkasnya.

Favorit Penanam Modal

Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang diperoleh dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), dari tahun 2017 hingga 2019 tren investasi di Banten menunjukkan grafik positif, sehingga serapan tenaga kerjanya sampai sebelum masa pandemik, cukup tinggi.

Pada tahun 2017 realisasi Penanaman Modal di Banten mencapai Rp55,8 triliun dan 3.148 proyek dengan serapan tenaga kerja sebanyak 109.291 orang, lalu pada tahun 2018 realisasi investasi naik menjadi Rp56,52 triliun dan 4.159 proyek dengan serapan tenaga kerja sebanyak 44.939 orang, sementara di tahun 2019 realisasi investasi mencapai Rp48,73 triliun dan 4.954 proyek, dengan serapan tenaga kerja sebanyak 48.258 orang.

Terbaru, realisasi Penanaman Modal Banten periode Januari-September 2020 telah mencapai Rp42,02 triliun dari 6.952 proyek dengan serapan tenaga kerja sebanyak 51.316 orang, di periode triwulan III ini Banten menempati urutan ke 2 realisasi penanaman modal tertinggi secara nasional.

Salah satu pertimbangan investor saat memutuskan untuk berinvestasi adalah letak strategis dan didukung oleh infrastruktur yang memadai. Sebagai daerah penyangga ibu kota, Banten bagian Utara salah satunya yakni Kabupaten Tangerang diklaim representatif bagi kegiatan penanaman modal untuk berbagai sektor.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten Mahdani mengatakan, keunggulan Banten diantara daerah lain diantaranya memiliki konektivitas yang strategis, mulai dari jalur laut, darat, hingga udara. Ditambah daerah Tangerang yang menjadi penyangga ibu kota memberi keuntungan tersendiri bagi kegiatan penanaman modal di Banten.

“Letak geografi yang strategis menjadi keuntungan bagi Banten dan investor, terutama di bagian Banten Utara yang berbatasan langsung dengan ibu kota dan aksesibilitas dengan Bandara Soekarno-Hatta sangat dekat,” kata Mahdani dalam satu kesempatan dialog terkait peluang investasi di Banten, Mei lalu.

Di Kabupaten Tangerang, pemerintah daerah setempat membangun pusat pameran hasil industri (exhibition center) terutama untuk hasil industri kecil dan hasil kerajinan rakyat. Tangerang Exhibition Center adalah pusat perdagangan dan bisnis di Tangerang yang dapat berfungsi sebagai lokasi bussines meeting, ruang pertemuan, ruang pesta, ruang perkantoran, dan lain-lain.

Kabupaten Tangerang juga memiliki kawasan industri. Kegiatan industri di Kabupaten Tangerang diarahkan pada suatu kawasan industri dengan mencadangkan lahan seluas 3.000 hektar bagi kawasan industri dan 4.500 hektar bagi zona industri yang tersebar di tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Cikupa, Balaraja, Tigaraksa, Cisoka, Pasar Kemis, Legok dan Serpong. Kawasan Industri Milenium Industrial Estate di Cikupa seluas 1.800 hektare menjadi daya tarik tersendiri bagi investor. Apalagi kawasan ini masuk kedalam Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK).

Baca: Paramount Land Serahkan Bantuan Alat Tes Covid-19 Ke Pemkab Tangerang

Bahkan, Kabupaten Tangerang menjadi daerah dengan capaian investasi tertinggi di Banten pada Januari-September 2020 dengan nilai investasi sebesar Rp14,26 triliun dari 2.700 proyek dengan serapan tenaga kerja Indonesia (TKI) sebanyak 18.970 orang. Adapun sektor dominan di Kabupaten Tangerang meliputi kawasan perumahan, kawasan industri dan perkantoran; Listrik, Gas dan Air; industri makanan dan perdagangan.

Popular Articles