Top 5 This Week

Related Posts

SNOW BALL EFFECT

Sebuah proyek perumahan sukses diluncurkan. Pembukaan setiap Hal ini membuat pengembang perumahan cluster terus menuai sukses. tersebut dengan percaya diri terus menaikkan harganya, mumpung pasar merespon positif – demikian mungkin pikir si pengembang.

baca juga, Tips Mendesain Kamar Mandi Ramah Lansia dan Disabilitas

Dalam bisnis properti, kenaikan harga tersebut sah-sah saja, malah ini merupakan momen bagi pengembang untuk meningkatkan profitnya. Ibaratnya bila masih ada yang membeli rumah Rp 2 miliar, mengapa harus dijual Rp 1,5 miliar. Harga ini terus bertambah tinggi lagi seakan-akan efek bola salju yang semakin besar dan semakin besar lagi. Gambarannya mungkin tidak seperti bola salju yang menuruni bukit, namun analogi harga yang semakin tinggi seperti besaran bola salju yang semakin besar. Namun pada saat tertentu bola salju ini akan menghantam pembatas dan saljunya hancur berserakan. Kapan bola salju ini tertahan lajunya?

Harga akan tertahan setelah mencapai batas psikologis konsumen. Namun batas ini menjadi bias karena setiap konsumen memiliki latar belakang dan motif yang berbeda dalam membeli properti. Sebagian mengharapkan kenaikan harga akan tinggi dalam jangka pendek dan kemudian mereka akan menjualnya bak bermain saham. Sebagian lagi mungkin disimpan sebagai investasi jangka panjang. Bahkan ada konsumen yang tidak terlalu peduli apakah harga propertinya naik atau tidak. Namun secara investasi kita akan melihat bagaimana siklus harga harusnya menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli properti.

Sebagai ilustrasi, saya membeli properti seharga Rp 2,3 miliar pada tahun 2010. Pengembang terus menaikkan harga propertinya sampai pada tahun 2012 mencapai Rp 3,7 miliar di lokasi yang sama. Di saat yang sama masih terdapat konsumen yang membeli properti tersebut dengan harga Rp 3,7 miliar dengan melihat kenaikan harga yang luar biasa sebelumnya dan berharap harga akan terus naik lagi. Promosi yang gencar juga memengaruhi konsumen untuk membeli properti tersebut.

Namun dia lupa untuk mencari tahu berapa harga pasar properti seken untuk unit tipikal yang sama. Ternyata di pasar seken properti tersebut hanya ditawarkan Rp 3,2 miliar. Artinya ketika dia membeli properti seharga Rp 3,7 miliar, harganya langsung jatuh menjadi Rp 3,2 miliar jika dia ingin langsung menjualnya saat itu di pasar seken. Tanpa disadari konsumen masuk dalam perangkap pasar properti. Kenaikan harga yang terlalu tinggi dapat menjadi sesuatu hal yang baik dalam batasan tertentu, namun juga dapat menjadi yang berbahaya bila kita tidak mengetahui pergerakan siklus bola saljunya.

Apa dengan demikian harga properti jatuh? Harga properti tidak jatuh, namun momentum membelinya yang kurang tepat karena efek bola saljunya sudah terlalu besar dan menghantam batas psikologis pasar yang menjadikan harga tertahan bahkan menjadi lebih rendah. Pastikan jangan masuk dalam perangkap pasar properti. Selamat berinvestasi!

Ali Tranghanda
C E O Indonesia Property Watch |  + posts

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles