PropertyandtheCity, Jakarta – Keberadaan rayap seringkali kita anggap sepele. Namun, ketika binatang menyerupai semut putih dengan jumlah 2.800 spesies di seluruh dunia inisudah melahap struktur bangunan rumah, furniture dan aset berharga, barulah kita tersadar bahwa rayap sangat menyebalkan karena membawa kerusakan dahsyat, dan tentu merugikan secara finansial.
Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (ASPPHAMI) menaksir kerugian yang diakibatkan oleh hama di Indonesia dapat mencapai Rp2,8 triliun setiap tahunnya. Kerugian itu salah satunya didukung oleh tingginya populasi rayap yang berada di Indonesia. Rayap adalah sejenis serangga satu turunan sari Ordo Blattodea (kecoa). Rayaptidak pernah tidur, menggerogoti material kayu, keetas, selulosa dan barang-barang tertutup seperti box dan toplesselama 24 jam penuh.
Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Dodi Nandika menyebut, inovasi terbaru pengendalian rayap dapat dilakukan dengan metode reticulation system (sistem retikulasi), yaitu meletakkan rangkaian pipa bawah tanah di sekitar bangunan.
“Upaya pencegahan akan jauh lebih baik dibandingkan jika sudah terkena serangan rayap pada saat bangunan sudah didirikan. Dengan retikulasi, kita dapat melakukan perlindungan berkelanjutan terhadap serangan rayap karena memungkinkan berulang kali mengisi termitisida pada pipa yang sudah dibuat,” terangnya saat menyampaikan paparan dalam Webinar Series bertajuk “Dampak Serangan Rayap Pada Bangunan Anda dan Solusi Untuk Mengatasinya”, yang digelar oleh Rentokil Indonesia, Kamis (4/11) lalu.
Kendati ukuran serangga ini hanya 0,6 cm, lanjut Prof Dodi, namun ia hidup dengan berkoloni. Iklim tropis yang hangat sepanjang tahun disertai kelembaban udara yang tinggi sekitar 70-90% dan tanah yang kaya akan bahan organik membuat setiap lahan di negeri ini menjadi tempat tinggal yang sempurna bagi keberadaan koloni rayap.
Umumnya, orang baru akan melakukan tindakan pengendalian rayap setelah properti mereka terserap oleh rayap. “Padahal, penangangan hama rayap dapat dilakukan sedini mungkin, bahkan sebelum bangunan properti itu dibangun,” ujarnya.
Sebagai perusahaan yang core business-nya fokus pada pestcontrol (pengendali hama), Rentokil Indonesia belum lama ini melansir metode Rentokil Termite Drips System (RTDS) dan Rentokil Termite Piping System (RTPS), yaitu kegiatan pengendalian rayap sebelum struktur bangunan didirikandengan mengandalkan pipa yang tertanam dalam struktur tanah.
Sebagai Barikade
Metode RTDS bekerja melalui sistem pipa dengann emitteryang menghasilkan tetesan, distribusi bahan kimia yangdialirkan menjadi merata dan presisi, dikarenakan sistem tersebut sudah menggunakan turbonet. Sementara metode RTPS menggunakan sistem pipa yang memanfaatkan tiga jenis nosel di setiap pipa untuk menyalurkan bahan kimia secara merata ke seluruh area.
National & Sales Operation Manager Rentokil Indonesia, Sulkifly Barata, menjelaskan, pipa di kedua metode tersebut terjamin kekuatannya dan bisa mencapai umur pemakaian lebih dari 20 tahun. Fitur mulsa plastik pada pipa yang diplot sebagai penahan cor-coran dapat mencegah emmiter atau nosel tertutup cor-coran sehingga pipa betul-betul berfungsi baik, awet dan aman.
“Selain bertujuan untuk membuat barikade dalam tanah yang dapat menghalangi serangan jalur rayap, keunggulan metode sistem pipa ini sangat efektif dan efisien dikarenakan sirkulasi penyemprotan termitisida dapat digunakan berulang kali melalui pipa yang sudah tertanam. Metode ini sangat disarankan bagi konsumen yang ingin menjaga properti dan aset terlindungi dari serangan rayap di kemudian hari,” pungkas Sulkifly.