Sabtu, Juni 21, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

SEKUNDER TERKOREKSI HINGGA 30 PERSEN

Bagaimana kondisi pasar rumah sekunder dibandingkan primer di sepanjang 2020 lalu?

Pasar rumah seken sepanjang 2020 lebih menggeliat dibanding primary. Hal ini juga dikarenakan tidak banyaknya developer yang berani meluncurkan produk baru mereka di saat pandemi seperti ini. Jarang sekali pengembang meluncurkan proyek baru, dan hanya
developer tertentu terutama
developer besar, yang dahulu mereka jual kaveling dalam ukuran yang besar dan jual unit dengan harga yang mahal atau rumah mewah, sekarang mereka reduce. Jadi banyak pengembang yang meluncurkan produk dengan harga yang
lebih terjangkau.

Dengan demikian pasar primary drop cukup banyak, tetapi disini diimbangi dengan produk secondary. Jadi katakanlah saat ini secondary mengambil porsi yang lebih banyak. Artinya terbalik dengan kondisi pasar pada saat normal?

Kalau kita lihat kondisi seperti sekarang ini memang betul posisinya terbalik, dimana pasar sekunder yang justru lebih banyak dibandingkan dengan pasar primer. Perbandingannya sekitar 3 : 1 untuk secondary : primary. Apakah kondisi pasar saat krisis akibat pandemi ini lebih buruk dibandingkan dengan kondisi krisis lainnya?

Untuk pasar primer, krisis akibat Covid-19 saat ini memang menjadi salah satu yang paling buruk. Karena kita lihat bahwa kepercayaan masyarakat terhadap properti khususnya highrise juga sangat-sangat berkurang. Tetapi terhadap developer-developer besar, mereka tetap confident. Cuma kalau developer besar jual properti yang kelas high end atau middle up class, mungkin daya serapnya menjadi berkurang. Sehingga mereka banyak main di kelas yang middle low.

Kalau secondary, kenapa bisa menjadi besar, karena banyak sekali terjadi transaksi-transaksi yang ada koreksi, atau dengan harga yang terkoreksi. Terkoreksi ini, mungkin dalam bahasa masyarakat umum saat ini, mengatakan bahwa “harga Covid”. Ya, kebanyakan yang laku adalah yang terkoreksi harganya dengan range terkoreksi 10 hingga 30 persen.

Dengan harga terkoreksi tersebut, apakah masih menguntungkan bagi pemilik atau penjual properti secondary?

Penjualnya tetap untung, dia tidak jual rugi. Katakanlah di sebuah daerah, sebelumnya dia beli properti tersebut dengan harga Rp1 miliar. Dalam 5 tahun kemudian dijual dengan harga menjadi Rp5 miliar. Jadi harga seharusnya adalah 5 miliar, namun karena adanya
krisis akibat Covid-19 ini, maka terpaksa dia menjualnya dengan harga Rp4 miliar. Jadi masih dibilang dia jual untung. Meskipun dia jual di bawah harga pasar, tetapi secara umum itu masih menguntungkan baginya.

Kecuali memang dalam kondisi kepepet sekali dimana dia baru beli setahun yang lalu, yang mana harga jualnya juga belum begitu bagus, kemudian dia menjualnya. Disini mungkin memang ada sedikit kerugian.

Apakah pasar hunian seken saat ini punya kondisi yang sama dengan komersial seperti ruko?

Kalau bisa dibilang memang kondisinya hampir mirip-mirip. Karena seperti yang kita ketahui bahwa faktor dunia usaha juga banyak yang terdampak pandemi Covid-19. Kemudian kalau kita lihat juga banyak ruko-ruko yang disewakan untuk, misalnya restoran atau tempat makan, usaha perkantoran dan lain-lain. Dan semua bisnis ini kan terkena dampak.

Melihat kondisi saat ini, apakah baiknya konsumen beli properti secondary atau primary?

Sebenarnya kedua-duanya bagus sesuai dengan kebutuhannya saja. Kalau dia mau primer tentu ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Seperti misalnya, kapasitas developernya, kemudian kinerja developer tersebut. Sementara untuk properti secondary, enaknya adalah properti yang dijual dalam kondisi sudah ready, dan memang harganya juga ada koreksi.

Tetapi kalau dia beli primary, biasanya kan mereka dengan sistem cicilan, baik langsung ke developer dengan cicilan yang lebih panjang atau mereka juga bisa menggunakan skema cicilan ke bank seperti kredit pemilikan rumah (KPR).

Tetapi jika digunakan untuk investasi, apakah baiknya beli properti seken atau primer?

Kembali lagi, ini tergantung dengan kebutuhan. Kalau misalkan orangnya ingin langsung menggunakan unit tersebut, itu memang lebih bagus secondary. Tetapi kalau dia punya keterbatasan dana, kemampuan dia hanya bisa untuk cicil, kemudian mungkin dia juga
agak sulit untuk mendapatkan KPR, maka bagusnya adalah dia beli properti primer dengan cicilan langsung ke
developer.

Jadi tergantung kebutuhan dari si investor tersebut. Kalau dia punya uang cash, beli secondary lebih enak karena juga harga terkoreksi dan unit juga sudah ready.

Khusus untuk wilayah Jabodetabek, kawasan mana saja yang punya potensi pasar sekunder yang bagus, begitupun sebaliknya?

Untuk Jabodetabek, pertumbuhan cukup merata. Kalau kita bicara di koridor barat, di sana ada Serpong, di koridor timur ada kawasan Bekasi, Cikarang sampai ke Karawang, kemudian ke selatan juga sudah semakin menggeliat, seperti ke wilayah Bogor termasuk Sentul dan Cibubur. Begitu juga ke wilayah utara, terutama ke area reklamasi, mulai dari
Pantai Indah Kapuk yang juga sudah tersambung ke wilayah Tangerang. Jadi kita lihat semua daerah-daerah tersebut bertumbuh.

Sementara dari sisi koreksi harga, memang ada wilayah dengan koreksi harga yang tinggi ada yang rendah. Seperti contoh di Jakarta Selatan sebagai salah satu kawasan elit. Tetap
saja ada pemilik properti yang menjual dengan harga terkoreksi, karena mungkin kebutuhan untuk usaha.
Tetapi ada juga yang meskipun dengan kondisi saat ini, harganya tidak dia turunkan.

Apakah kebanyakan anggota AREBI sendiri mencapai target pasar secondary di 2020 lalu?

Yang saya ketahui memang lebih banyak yang tidak mencapai target.

Melihat kondisi saat ini, bagaimana prediksi pasar secondary di 2021?

Seharusnya lebih bagus, karena seperti yang kita ketahui bahwa vaksinasi sudah
mulai dilakukan. Dan vaksin juga tidak hanya satu tetapi ada banyak pilihan,
dan semoga semuanya efektif karena vaksin itu bekerjanya tidak instan, tetapi perlu waktu untuk pembuktian. Tapi ini adalah sebuah awal yang baik. Sehingga tahun 2021 akan lebih baik dibandingkan dengan 2020.

Kita juga melihat pemerintah memberikan banyak insentif, seperti keringanan pajak dan suku bunga yang ditekan, dan lain sebagainya.

Apa yang sebaiknya dilakukan para broker sehingga target mereka bisa tercapai di tahun ini?

Kita melihat kondisi sekarang ini bahwa teknologi digital sangat membantu. Saya juga melihat banyak teman-teman yang sudah menerapkan teknologi properti di dalam bidang usahanya. Dan dalam kondisi seperti saat ini, konsumen juga sudah jarang sekali mau berkunjung ke lokasi proyek atau sebuah acara launching. Sehingga dengan property technology, kita bisa banyak membantu konsumen dalam kondisi seperti sekarang ini. Selain itu juga social media, yang punya peran signifikan.

Apakah lebih baik mereka menjual properti secondary atau primary?

Sebenarnya sama saja, tetapi sebagai seorang agen properti kita tetap harus jeli. Kalau mau main di primary, maka kita harus melihat background dari developernya. Kita harus melihat lokasi dan perizinan, apakah developer tersebut bergabung di asosiasi seperti
REI, Himpera, Apersi atau yang lainnya.

Kemudian kalau main di secondary, maka legalitas terutama yang mesti diperhatikan. Jadi baik primer maupun sekunder sama-sama punya kelebihan. Apalagi investasi properti saat ini sangat menguntungkan, it’s time to buy property. Saat ini banyak properti terkoreksi, dan begitu vaksinnya ternyata manjur, maka properti pasti segera melejit.

Apakah AREBI juga menerapkan strategi khusus untuk membantu para broker tersebut?

Tetap ada, termasuk selain webinar, kami juga tetap melakukan training, dan seminar-seminar, pendidikan juga pelatihan. Semua kegiatan tersebut sudah kami lakukan secara online sejak pertengahan tahun lalu. Bahkan pada awal tahun ini kami juga sudah
melakukan training yang dihadiri oleh peserta dari Aceh sampai Papua, padahal di beberapa daerah yang hadir, kami belum memiliki kantor di sana.

Selain itu kami juga ada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang bernama Broker Properti Indonesia (BPI). Pemerintah mewajibkan para broker properti memiliki sertifikat profesi. Dan kami pun sudah menjalankannya secara online. Lembaga kami ini juga sudah diakui dan kami sudah melahirkan hampir 1.000 tenaga pemasar yang bersertifikasi.

Popular Articles