Berdasarkan kajian dan analisis data lapangan yang ada, Indonesia Property Watch sejak tahun lalu telah memberikan keyakinan bahwa pasar properti telah mencapai titik balik dan bergerak ke arah tren positif. Meskipun demikian tren ini agaknya harus tertahan sebagai akibat tidak langsung dari kebijakan Bank Indonesia (BI) terhadap perubahan suku bunga.
Tekanan terhadap stabilitas khususnya nilai tukar Rupiah lebih karena perubahan kebijakan di AS yang berdampak ke seluruh negara, termasuk Indonesia. Semakin membaiknya perekonomian dan meningkatnya inflasi di AS akan mendorong peningkatan suku bunga the Fed, yang oleh sebagian pelaku pasar keuangan diperkirakan dapat lebih agresif menjadi empat kali kenaikan dalam tahun ini. Hal ini juga yang akan memengaruhi kebijakan BI untuk menaikkan suku bunga. Tercatat BI telah menaikkan suku bunganya sebanyak dua kali pada 17 Mei dan 30 Mei sehingga suku bunga BI saat ini menjadi 4,75 persen.
baca Juga:
Kenaikan sebesar 50 bps ini relatif belum terlalu memengarui kebijakan perbankan untuk menaikkan suku bunga kreditnya kecuali suku bunga deposito. Namun demikian agaknya kemungkinan besar BI akan kembali menaikkan suku bunganya pada Juni atau Juli 2018 menjadi 5 persen sehingga perubahan telah mencapai 75 bps yang membuat pihak perbankan sedikit demi sedikit akan menaikkan suku bunga kreditnya termasuk KPR. Kenaikan ini menjadi momok bagi pasar properti di tengah tren pasar yang baru mulai bergerak. Momen tren bunga rendah yang harusnya dapat dinikmati lebih lama oleh pasar properti terlambat dilakukan oleh pihak perbankan sehingga suku bunga saat ini akan kembali mengalami kenaikan.
Analisis dari Indonesia Property Watch menyatakan bahwa setiap kenaikan suku bunga KPR 1 persen akan memengaruhi penurunan pangsa pasar KPR sebesar 4 – 5 persen. Yang berarti juga menurunkan daya beli masyarakat untuk membeli properti khususnya di segmen menengah sampai bawah dengan ketergantungan menggunakan KPR mencapai 80 – 85 persen. Kondisi ini membuat pergerakan pasar properti semakin sempit dimana berdasarkan data penjualan unit yang tercatat pada Q1-2018 masih lebih rendah 16,3 persen dibandingkan tahun lalu (yoy). Ketahanan pasar properti akan kembali diuji berbarengan dengan kondisi politik yang memanas bahkan telah terjadi tahun 2018 dan berlanjut sampai semester pertama tahun depan.
Para investor dihadapkan pada pilihan untuk melakukan investasi saat ini atau menunda pembeliannya. Namun dalam kondisi pasar tertekan harusnya para investor yang cerdas dapat memanfaatkan momen ini untuk memerkirakan properti-properti di wilayah-wilayah dengan prospek pasar yang masih bagus ke depan sebelum harga beranjak naik lebih tinggi setelah Pilpres 2019. Karena secara umum seharusnya pasar properti di Indonesia masih sangat berpotensi naik lebih tinggi secara jangka panjang.● [Indonesia Property Watch]