Jumat, Mei 23, 2025

Top 5 This Week

Related Posts

Kembali Hidup, Ini Sederet Harapan Pengembang untuk Kementerian Perumahan

PropertyandTheCity.com, Jakarta – Pembentukan Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah terhadap pengembangan sektor perumahan. Kementerian yang kini beroperasi terpisah dari Kementerian Pekerjaan Umum ini disambut baik oleh DPP Realestat Indonesia (REI)

Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, menilai pembentukan Kementerian PKP sebagai keseriusan dan keberpihakan pemerintah dalam mendorong pembangunan rumah rakyat, baik di kota maupun desa. Ia juga menekankan bahwa kementerian ini memberikan kepastian yang sangat dibutuhkan bagi pelaku usaha di sektor perumahan.

“Adanya kementerian sendiri ini patut kita syukuri, karena berarti ada keseriusan dan perhatian pemerintah terhadap industri perumahan nasional setelah melihat bahwa sektor perumahan ternyata memiliki daya ungkit terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, menyerap banyak tenaga kerja, menekan stunting pada anak dan efektif mendukung pengentasan kemiskinan. Itu semua inline dengan semangat propertinomic REI,” ungkap Joko, dikutip Jumat (25/10).

Joko menyebut, kehadiran kementerian khusus perumahan berarti akan ada kebijakan yang mendorong akselerasi pembiayaan dan perbaikan regulasi menjadi lebih baik. Kebijakan pembiayaan diharapkan semakin memberi kemudahan bagi masyarakat yang belum memiliki rumah, demikian pula kebijakan regulasi yang baik akan positif karena ada kepastian berusaha termasuk prosedur perizinan yang mudah dan cepat.

“Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman diharapkan dapat memperbaiki kekurangan dari cara-cara yang dilakukan sebelumnya agar hasil yang dicapai dapat berbeda. Kita harus sadar ada angka backlog (kekurangan pasokan rumah) sebesar 12,7 juta unit yang dalam satu dekade hanya turun di bawah 10% saja. Jadi, cara tata kelolanya jelas harus diubah,” jelas Joko.

Untuk itu, dibutuhkan pula peran dari anggota Satgas Perumahan untuk mendorong kementerian yang saat ini telah terbentuk, untuk menyiapkan ekosistem pasokan (supply) dan permintaan (demand) perumahan agar bisa berjalan lebih cepat, lebih terukur, dan lebih akomodatif. Ekosistem perizinan yang selama ini masih tersebar di beberapa kementerian/instansi pemerintah juga dapat segera direlaksasi, disimplifikasi dan diharmonisasi.

Kedepan, REI berharap untuk dapat duduk bersama dengan setidaknya 5 kementerian yang berhubungan dengan sektor perumahan. Kelima kementerian itu antara lain Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM sebagai pengelola Online Single Submission (OSS) atau Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

“Perlu ada kesamaan dalam membaca data dan fakta. Karena selama ini untuk mengurus perizinan Amdal saja bisa lebih dari enam bulan, sehingga kalau paralel seluruh perizinan selesainya paling cepat setahun. Kami sudah sering memitigasi problem mendasar terkait perizinan, dan ini harus dituntaskan dulu,” ujar Joko.

Tak hanya itu, REI juga akan memberikan program coaching dan mentoring sebagai bentuk kontribusi dalam mewujudkan program 3 juta rumah. Melalui program ini, diharapkan kelompok komunitas desa dapat meningkatkan kemampuannya dalam membangun rumah yang memenuhi standar pemerintah.

Sebelumnya, Satgas Perumahan mengungkapkan, pembangunan rumah di daerah pedesaan akan diprioritaskan bagi masyarakat yang telah memiliki tanah namun belum mampu membangun. Pemerintah juga akan menyediakan mekanisme subsidi angsuran, termasuk untuk masyarakat yang bekerja di sektor informal dengan pendapatan tidak tetap. Selain itu, program ini akan fokus pada pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH), yang tercatat mencapai 26 juta unit.

REI juga akan mendukung pembangunan 1 juta rumah di perkotaan yang diarahkan ke hunian vertikal (high rise). Rencana pembangunan apartemen ini akan memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh pemerintah, BUMN, serta BUMD yang telah melalui proses inventarisasi.

“Data Satgas Perumahan, di DKI Jakarta saja ada 140-an pasar yang di atas lahan tersebut bisa didorong untuk lahan pembangunan hunian. Tanah sitaan dari Kejaksaan Agung pun memungkinkan, namun legalitasnya harus sudah clear and clean dulu,” kata Joko.

Permintaan hunian di kawasan perkotaan diperkirakan akan terus meningkat. Sebab, hampir 70% masyarakat Indonesia diprediksi akan tinggal di kota-kota, sementara lahan yang tersedia semakin terbatas. Oleh karena itu, arah pembangunan hunian perlu ditegaskan untuk menyediakan apartemen terjangkau, sehingga masyarakat dapat tinggal lebih dekat dengan lokasi kerja mereka

Solusi Pengembang Menjawab Tantangan Backlog Perumahan

CEO Vista Land Group, Alexander Tirta mengatakan persoalan backlog bukan hanya sekadar soal kuota rumah, melainkan lebih dari itu, yakni dari sisi rantai pasok juga menghadapi tantangan yang tidak kalah berat. Misalnya soal harga lahan yang semakin melambung, perizinan yang semakin banyak, rumit dan panjang proses pengurusannya, serta keterbatasan tenaga kerja terampil menjadi kendala serius.

Di samping itu, ketersediaan dan kecepatan penyediaan infrastruktur pendukung seperti jaringan listrik dan air bersih (PAM) yang saat ini masih perlu ditingkatkan.

Sejalan dengan harapan Joko untuk bisa duduk bersama dengan kementerian-kementerian terkait, Alexander juga menegaskan bahwa masalah backlog tidak dapat diatasi oleh pemerintah saja. Solusi untuk berbagai kendala ini perlu diambil secara menyeluruh, dengan komitmen yang jelas dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan sebagai langkah awal yang baik. Selanjutnya, semua pihak, mulai dari pelaku usaha hingga stakeholder, harus berkolaborasi untuk mencari solusi terbaik agar permasalahan yang ada dapat segera teratasi.

Namun, tak cukup dengan itu, Alexander juga menekankan pentingnya adanya jaminan kepastian usaha dalam jangka panjang.

“Jika pelaku bisnis yakin akan stabilitas iklim usaha dan peraturan yang ada, mereka akan lebih percaya diri untuk berinvestasi dalam proyek jangka panjang, bukan hanya yang bersifat jangka pendek,” ujarnya.

Di samping itu, iklim ekonomi nasional juga sangat berpengaruh pada kemampuan masyarakat untuk membeli rumah. Sebab, bagaimanapun pertumbuhan ekonomi yang positif akan menciptakan lapangan kerja baru dan akan mendorong masyarakat untuk berinvestasi di sektor perumahan, yang merupakan kebutuhan primernya.

Sebaliknya, jika ekonomi tak menentu, apalagi disertai peristiwa seperti PHK massal dan ketidakpastian pekerjaan, keinginan masyarakat untuk membeli rumah akan terus merosot.

Sebab itu, dengan adanya tantangan yang begitu kompleks, penyelesaian backlog perumahan tidak bisa dilakukan dengan langkah-langkah sporadis, melainkan dibutuhkan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan berbagai pihak terkait yang menjadi kunci agar setiap keluarga Indonesia bisa dengan mudah segera memiliki rumah yang layak huni.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles