Beranda Travel and City KAWAH RATU, EKSOTISME VULKANIK DI SELATAN BOGOR

KAWAH RATU, EKSOTISME VULKANIK DI SELATAN BOGOR

0
kawah ratu
Tidak perlu jauh untuk menikmati kawah dengan vulkanisnya yang mendidih meletup-letup. Gunung Salak siap menantang adrenalin Anda.

Tinggal di Indonesia berarti akrab dengan kemungkinan terjadinya gempa bumi, letusan gunung berapi, pergeseran lempeng tektonik bahkan tsunami. Selain dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 13.000 pulau, Indonesia juga menjadi bagian dari Pacific ring of fire. Sebutan ini mengacu pada wilayah di cekungan Samudera Pasifik,
terentang sepanjang 40.000 km dengan bentuk tapal kuda, dari Selandia Baru hingga Amerika Selatan.

Baca juga : 0 METER DARI STASIUN MRT CIPETE

Dari 452 gunung berapi di tapal lingkaran api Pasifik tersebut, sekitar 139 di antaranya berlokasi di Indonesia, walau tidak semuanya aktif. Namun, seperti dua sisi mata uang, bukan hanya bencana alam yang kita hadapi dengan keberadaan gunung berapi, tetapi juga manfaat dan keindahan. Kita dapat menikmati keindahan gunung berapi dengan mengunjunginya dan melihat lebih dekat.

Satu minggu menjelang liburan long weekend di 2017, setiap hari saya rajin memantau prakiraan cuaca kota Bogor di aplikasi telefon genggam saya, juga di situs accuweather. Bagi saya sangat penting untuk mengetahui prakiraan cuaca karena berkaitan dengan perencanaan perjalanan kali ini ke Kawah Ratu yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, berlokasi di dua kabupaten yaitu Bogor dan Sukabumi.

Walau tidak seratus persen signifikan karena curah hujan di Gunung Salak yang tergolong tinggi, setidaknya saya punya gambaran perlu tidaknya membawa ekstra baju di backpack. Karena prakiraan cuaca rupanya bagus selama akhir minggu tersebut, maka saya hanya mengepak satu baju ganti saja, selain tenda, flysheet, tali webbing, kompor portable, logistik, sleeping bag dan tentu jas hujan untuk berjaga-jaga.

Baca Juga : GOLDEN PROPERTY AWARDS 2019 THE WINNERS

Bergerak dari Jakarta menggunakan moda transportasi KRL, saya, suami dan dua orang teman tiba di Bogor pagi sekitar pukul 9 disambut cerahnya langit biru dan hiasan awan putih di sana-sini. Sungguh menjanjikan trekking yang kering! Bahkan dari Stasiun Bogor tampak Gunung Salak berdiri megah seakan mengundang kami untuk segera menapakinya. Rupanya karena hari itu adalah menjelang libur long weekend, kami harus berjibaku bersama driver taksi online melalui kemacetan Kota Bogor menuju Bumi Perkemahan Halimun Salak di kawasan Gunung Bunder. Sebagai catatan, kita bisa menggunakan motor atau mobil pribadi, taksi online dan angkot untuk mencapai lokasi.

Nama Gunung Salak diambil dari bahasa Sanskerta “salaka” yang berarti perak. Gunung yang memiliki tiga kawah ini terakhir meletus pada tahun 1938. Kawah Ratu merupakan kawah termudanya. Puncak tertingginya adalah Salak 1, yaitu di ketinggian 2.211 m di atas permukaan laut (mdpl). Puncak keduanya ada di ketinggian 2.180 mdpl dan disebut Puncak Salak 2.

Sempat tertidur sejenak, akhirnya kami tiba di parkiran kawasan wisata Kawah Ratu-Pasir Reungit sebelum tengah hari. Beberapa warung yang kami lewati di kawasan ini tidak tampak terlalu ramai  oleh pengunjung. Lokasi perkemahan juga tampak lengang waktu itu. Berjalan tak jauh, sampailah kami di pos perizinan. Setelah membayar uang pendaftaran, kami mulai trekking. Tidak jauh dari pos perizinan terdapat sebuah air terjun kecil dan kami memutuskan untuk berhenti sejenak dan menyeduh kopi serta menyantap cake yang dibawa oleh salah satu teman.

Lebih dari setengah jam kemudian barulah kami lanjutkan perjalanan menuju Kawah Ratu. Bisa dikatakan, jalur pendakian Gunung Salak via Pasir Reungit ini cukup variatif. Jalur ini didominasi oleh tanah liat yang becek berlumpur terutama setelah hujan, kadangkala karena becekan tersebut cukup luas, jalurnya menjadi semacam rawa kecil.

Selain itu, kami melalui jalur berbatu dan berair juga menyeberangi jembatan di atas aliran air. Beruntung kami tidak harus trekking di bawah paparan matahari langsung karena seringkali dahan pohon saling menyatu membentuk semacam kanopi memayungi kepala kami. Seperti umumnya gunung hutan di Jawa, berbagai pohon mulai dari bambu, tusam (pinus), rasamala, pandan dan saninten juga dapat ditemukan di kawasan ini. Sesekali kami beristirahat sejenak di tepi jalur air untuk minum air dan makan buah beri kering yang kami bawa sambil iseng membersihkan tapak sepatu gunung kami yang penuh lumpur. 71

Sekitar pukul 2 siang sampailah kami di jalur yang memaksa kami untuk melepas sepatu. Jalur yang tadinya berbatu berubah menjadi semacam sungai setinggi betis. Jujur saja, ini spot favorit saya. Dari beberapa trek gunung yang pernah saya lalui, hanya jalur inilah yang memiliki variasi jalur susur sungai -lepas sepatu- lebih dari 30 meter panjangnya. Sungguh menyenangkan merasakan dinginnya air sementara terik matahari menyinari. Tidak setiap hari bisa saya alami.

Satu jam dari susur sungai, kami sampai di aliran air bercampur belerang berwarna kekuningan. Bau belerang kuat menyerang, serasa tertusuk hidung saya oleh aroma sulfur itu. Cepat-cepat saya kenakan buff yang basah untuk menutupi hidung sambil terus melangkah. Saya melihat sekeliling. Sebuah jalur menanjak terjal menanti kami di depan. Batu berbagai ukuran, pohon tinggi menjulang dan sisa batang pohon yang berserakan melengkapi lansekap ini: Kawah Mati Danau Situ Hiang.

Dari Kawah Mati kami berjalan sekitar 10 menit dan tibalah kami di lokasi Kawah Ratu. Di beberapa lokasi tampak fumarol berupa sumber air berukuran kecil yang tampak mendidih meletup-letup dan menghasilkan uap.

Di depan kami, di antara kepulan asap vulkanik, tampak aliran air cukup lebar di bawah yang dapat berubah menjadi sungai deras jika turun hujan. Beruntung cuaca cerah hari sebelumnya dan hari itu sehingga tali webbing yang saya bawa tidak perlu digunakan. Di kunjungan sebelumnya di tahun 2016 kami menemukan kesulitan untuk menyeberangi sungai yang sangat deras karena hujan baru saja turun dan kami tidak membawa alat bantu apapun. Agak berbahaya menyeberangi sungai yang debit airnya tinggi dan alirannya deras. Bisa-bisa kami hanyut terbawa aliran.

Waktu menunjukkan pukul 16:41 ketika kami sampai di seberang sungai untuk beristirahat sejenak menikmati roti selai kacang- coklat sore itu. Dari lokasi ini masih dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan untuk mencapai pertigaan Bajuri, yang merupakan titik cabangan ke arah puncak Salak 1 dan Cidahu, Sukabumi. Pertigaan tersebut juga biasanya menjadi lokasi berkemah bagi para pendaki sebelum ke puncak Salak 1. Namun karena hari sudah menjelang gelap, maka kami memutuskan untuk berkemah di dekat aliran sungai sekitar 30 menit sebelum Bajuri.

Barang dalam tas kami bongkar dan kami mulai mendirikan tenda. Juga, karena persediaan air menipis, kami mengambil air dari sungai di arah bawah tenda untuk memasak. Sambil menikmati refleksi sunset keemasan di bukit belakang, kami mulai menyeduh minuman coklat panas dan memasak nasi untuk makan malam. Malam itu tidur kami cukup nyaman karena suhu udara tidak terlalu dingin dan tidak turun hujan.eesokan paginya, saya membuka hari dengan ritual menyeduh kopi Bali dengan tetra drip dan menikmati kicauan sekumpulan burung berwarna oranye kemerahan di pohon menjulang tinggi di atas tenda kami. Rupanya jam sarapan kami sama. Sayangnya saya bukan ahli untuk menentukan jenis burung yang kami lihat pagi itu. Jadi apakah mereka adalah Aethopyga mystacalis, satu di antara 232 jenis burung di Gunung Salak, atau jenis lain, saya tidak dapat memastikan.

Setelah kami menghabiskan sarapan masing-masing berupa mie instan dan roti oles selai kacang-cokelat, kami bersiap untuk membongkar tenda dan mengepak tas untuk kemudian memulai perjalanan pulang melalui jalur Cidahu, Sukabumi. Waktu menunjukkan pukul 09:23 ketika kami mulai trekking ke arah ‘helipad’ yang terkenal karena menjadi lokasi evakuasi saat kecelakaan pesawat Sukhoi beberapa tahun silam.

Helipad merupakan sebuah tanah lapang yang luasnya dapat menampung lebih dari 20 tenda, terletak di ketinggian 1.382 mdpl. Jika cuaca sedang cerah, kita dapat melihat puncak Salak 1 dari tempat ini. Tak lama berjalan dari helipad, menyeberangi aliran sungai kecil, kami tiba di percabangan atau pertigaan Bajuri. Ke arah kiri, 5 km perjalanan akan membawa kita sampai ke puncak Salak 1, dan ke arah kanan menuju Cidahu, Sukabumi.

Tentu saja, karena tidak ada rencana untuk ke puncak Salak 1, kami mengambil jalur ke kanan setelah beristirahat sebentar. Satu jam berjalan kaki melewati jalur batu, bertemu pohon tumbang dan aliran sungai kecil, kami sampai di batas vegetasi dan kemudian sebuah jalan aspal mengarahkan kami ke Javana Spa, satu resort yang berada di kawasan ini. Melalui jalan yang membelah hutan pinus, kami berjalan cukup jauh sampai ke pos pendakian Cidahu. Di pos ini biasanya akan ada angkot tapi tentu saja harus menunggu beberapa saat. Jika kurang beruntung, maka kita harus berjalan lebih jauh lagi ke pemukiman di bawah sampai berjumpa angkot. Setelah akhirnya kami menemukan satu angkot, kami melanjutkan perjalanan dari Sukabumi ke stasiun Bogor untuk kemudian kembali ke ibukota menggunakan KRL.

Jika Anda berhasrat untuk menikmati indahnya Kawah Ratu tapi tak memiliki banyak waktu, sebenarnya ia dapat dikunjungi dalam satu hari, tanpa perlu bermalam menggunakan tenda. Mulailah trekking di pagi hari agar menjelang sore bisa turun kembali. Biasanya juga tersedia guide lokal di pos pendakian yang siap memandu Anda jika belum pernah ke sana.

Setiap gunung berapi memiliki karakteristik alam masing-masing, namun yang pasti mereka memiliki pesona vulkanik yang khas. Sungguh sayang jika tinggal di negara yang kaya akan pesona alam tapi tidak mengunjunginya. (Fifi Andriasih)

Website | + posts

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini