...

Daya Tahan Pengembang Tidak Sampai 3 Bulan

Propertyandthecity.com, Jakarta – Pasar perumahan secara nasional diperkirakan akan memerlihatkan pelemahan yang drastis pada triwulan kedua. Sebagian besar pengembang mulai mengeluhkan merosotnya penjualan mereka khususnya memasuki akhir triwulan pertama tahun 2020. Meskipun pada Q1-2020 tren penjualan relatif belum terlalu terlihat penurunannya namun di Q2-2020 penjualan diperkirakan akan semakin turun. Tingkat penurunannya masih belum dapat diperkirakan.

Dalam kondisi seperti ini terdapat faktor yang tidak bisa dikendalikan terkait pasar yang secara psikologis terganggu dan menahan untuk membeli properti. Konsumen baik end-user maupun investor yang tidak fokus untuk membeli rumah atau properti. Mereka lebih mementingkan bagaimana bertahan ditengah wabah Covid-19.

Baca: Pasar Perumahan Sekunder Q1-2020 Mulai Melambat

Selain itu juga kondisi keuangan perusahaan menjadi fokus bagi pengembang karena kemungkinan anjloknya omset perusahaan membuat beban pengembang menjadi sangat tinggi. Sementara itu harapan dari pencairan akad kredit banyak yang tertunda karena mulai banyak bank yang menangguhkan akad KPR nya yang berdampak pada penerimaan perusahaan. Belum lagi masalah pelayanan BPN dan notaris yang terkendala karena situasi saat ini.

Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch memerkirakan daya tahan cashflow pengembang berkisar 1-3 bulan di skala menengah. Tapi untuk pengembang kecil bisa lebih pendek lagi. Hal ini harus diantisipasi dengan strategi bertahan yang menjadi salah satu cara akan industri ini tidak kolaps.

“Kerja sama dengan pihak perbankan harus segera dilakukan terkait penundaan atau pengurangan bunga jangan menunggu terlalu lama, karena bila berkepanjangan maka dampaknya baru terasa di triwulan kedua,” kata Ali di Jakarta, Senin (6/4/2020).

Senada dikatakan oleh Lukas Bong, Ketua Umum DPP AREBI, dampak Covid-19 akan berimbas negatif pada sektor ekonomi termasuk properti. Khusus untuk properti, Lukas Bong menyarankan kepada para developer untuk tetap maintenance proyek-proyeknya, tetapi tidak perlu jor-joran karena saat ini serba tidak menentu, seperti kapan akan berakhir virus Corona.

Bahkan menurut dia, apabila kondisi penyebaran virus Covid-19 belum kelihatan ujungnya dan memukul ekonomi, bisa menimbulkan krisis ekonomi seperti tahun 1998 yang ketika itu banyak pengembang gulung tikar. Menurutnya, virus Corona hanya gelombang satu. Setelah gelombang satu usai akan ada gelombang kedua yang namanya resesi.

Baca: Hadapi Pandemi Corona, Pengembang Harus Atur Strategi Baru

“Seberapa besar resesi? Tergantung seberapa cepat gelombang satu berlalu,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Walaupun kondisi pasar properti dipastikan akan berat, Lukas melihat ada segmen yang mampu bertahan dari krisis karena masih ada properti yang dicari pembeli yaitu rumah di bawah Rp500 jutaan.

“Rumah di bawah Rp500 juta yang menyasar end user yang bisa bertahan,” katanya. Termasuk apartemen yang harganya di bawah Rp500 jutaan. Sekarang orang tidak melihat lokasi tetapi akses, seperti akses dekat ke stasiun commuter line, LRT.

Alvin Andronicus, Commercial & Business Development Director AKR Land juga sependapat, pasar real saat ini adalah di segmen mid-low. Namun dalam rentang lebih luas, bagi Alvin, kebutuhan properti saat ini berkisar dibawah Rp1 miliar, bahkan Rp2 miliar pun masih bisa dipasarkan.

“Untuk mid-high, properti bagi mereka adalah kebutuhan secondary, bukan primer. Kalau end user yang mid-low ke bawah tentu sebagai kebutuhan primer,” ungkap Alvin dalam kesempatan terpisah.

Oleh karenanya, dalam kondisi seperti ini, lanjut Lukas, yang bisa diharapkan dari pemerintah adalah memberikan kemudahan kepada konsumen yang ingin mengambil rumah lewat KPR/KPA dan stimulus kepada developer. Keringanan kepada konsumen bisa berupa keringanan di KPR.

“Untuk pengembang bisa berupa kemudahan perizinan, keringanan pajak. Yang intinya bisa kembali menggerakkan bisnis properti,” katanya.

Baca: PUPR Gulirkan Stimulus, Pengamat: Lihat Urgensinya!

Lebih rinci Ali menambahkan, pemberian kemudahan atau stimulus properti harus pula melihat urgensinya. “Sekarang dibutuhkan bukan insentif membeli rumah tapi bagaimana konsumen bisa lancar pembayaran yang sudah berjalan dan tidak macet sehingga tidak membuat NPL (non-performing loan) bank semakin tinggi,” kata Ali.

Demikian juga untuk pengembang. Menurut Ali, angsuran kredit konstruksi bagi pengembang juga harus diringankan karena akan berdampak pada turunnya omset penjualan. “Bahkan pengembang juga bisa-bisa gak ada omset penjualan. Kalau bertambah lama akan banyak yang kolaps,” tegas Ali.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini