PropertyandTheCity.com, Jakarta – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menilai kewajiban menabung bagi pekerja dalam program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) melanggar hak asasi manusia (HAM).
Hal itu disampaikan Anthony saat memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan oleh salah satu dari tiga pemohon uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Rabu (11/12/2024).
Dalam penjelasannya di hadapan majelis hakim, ahli dari pemohon perkara nomor 134/PUU-XXII/2024 ini mengkritisi ketentuan dalam UU Tapera yang mewajibkan pekerja untuk menabung sebagai bagian dari pembiayaan program perumahan rakyat.
Menurut Anthony, kewajiban menabung yang tertuang di dalam Pasal 7 Ayat 1, Pasal 9 Ayat 1, dan Pasal 18 Ayat 1 UU Tapera tersebut merupakan bentuk pemaksaan kepada para pekerja.
“Tidak ada satu pun di dalam UUD yang bisa dijadikan dasar hukum bagi Pemerintah untuk memaksa (mewajibkan) pekerja untuk menabung. Sehingga UU Tapera khususnya Pasal 7 ayat 1, Pasal 9 ayat 1, dan Pasal 18 ayat 1 yang mengatur kewajiban menabung bagi pekerja untuk pembiayaan perumahan rakyat terbukti cacat hukum dan melanggar hak asasi manusia seperti diatur dalam UUD,” jelas Anthony.
Lebih lanjut, Anthony menyebut ketentuan dalam tiga pasal tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia, khususnya hak atas kebebasan individu untuk memilih antara menabung untuk “konsumsi di masa depan” atau “konsumsi saat ini,” sesuai dengan teori preferensi waktu dalam ilmu ekonomi.
Selain itu, Anthony menjelaskan, ketentuan dalam tiga pasal tersebut juga melanggar Pasal 28C Ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya serta berhak memperoleh pendidikan.
“Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan dasar keluarganya, seperti pendidikan, bisa saja kondisi keuangan pekerja tidak mampu untuk menabung. Oleh karena itu, pemaksaan untuk menabung akan melanggar hak asasi pekerja dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, melanggar Pasal 28 C Ayat 1,” terangnya.
Anthony menegaskan, Pasal 28I UUD 1945, mengamanatkan perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan atas hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.
Oleh karena itu, Anthony menilai bahwa kewajiban menabung sebagaimana diatur dalam UU Tapera menunjukkan bahwa pemerintah tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawab konstitusionalnya. Sebaliknya, kebijakan ini justru membebani masyarakat dalam pengadaan perumahan rakyat.
Tak hanya itu, Anthony menjelaskan bahwa UU Tapera bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi, di mana individu sebagai agen ekonomi memiliki kebebasan penuh untuk menentukan pilihannya guna memaksimalkan kepentingan dan kesejahteraannya.
Ia menegaskan, pemaksaan menabung atau kewajiban menabung bagi pekerja pada dasarnya membatasi dan melanggar kebebasan individu dalam menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya.
“Pekerja tidak bisa lagi memilih antara konsumsi sekarang atau konsumsi nanti, karena dipaksa untuk konsumsi nanti dengan mengorbankan kebutuhan konsumsi saat ini. Pemaksaan ini berpotensi akan menurunkan ekonomi,” jelas Anthony.
Sebagai informasi, permohonan uji materiil terhadap UU Tapera ini diajukan oleh tiga pemohon dengan nomor perkara 86, 96, dan 134/PUU-XXII/2024.
Sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi dan ahli ini dihadiri oleh delapan hakim konstitusi. Namun, Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, tidak tampak hadir dalam persidangan tersebut.