Beranda Liputan Utama 2019 Property Turning Point

2019 Property Turning Point

0
Property Turning Point

Selamat datang di Tahun Politik 2019. Suka tidak suka pada akhirnya kita melangkah masuk ke tahun 2019. Betulkah ada yang galau dengan tahun 2019? Cemas akan terjadi sesuatu di tahun ini. Tahun 2019 adalah tahun politik sekaligus hajatan lima tahun sekali, puncak dari proses demokrasi di Indonesia.

Baca juga :

Seberapa panas pesta demokrasi ini memengaruhi pasar dan bisnis properti di tanah air?

Panasnya tahun politik 2019 bahkan “goro-goronya” sudah dimulai sejak Agustus 2018 ketika dua pasang capres yang bakal bertarung di 2019 resmi diumumkan. Sejak itu setiap hari media masa cetak maupun eletronik menyuguhkan hiruk-pikuk pilpres. Ditambah lagi pertarungan di arena media sosial yang panas dan menjurus kasar mewarnai jagat politik nasional. Energi kita seakan habis menyaksikan pra-pilpres dengan wajah politisi yang setiap hari menghiasi lacar kaca di rumah Anda.

Bisa dimaklumi kalau pilpres, walaupun rutin digelar setiap lima tahun, menjadi perhatian para pelaku bisnis. Selain ada kecemasan khawatir ada kekacauan politik sebelum dan pasca pilpres, tetapi yang tidak kalah penting siapa presiden yang terpilih. Pasalnya, orang nomor satu di republik ini yang akan menentukan kebijakan ekonomi dan politik lima tahun ke depan. Betul, di pelaku bisnis ada yang menganggap pilpres it’s not a problem. Tetapi tetap dengan catatan kaki, berlangsung kondusif, aman, ekonomi kembali membaik pasca pilpers.

Tanpa mengesampikan situasi politik yang kian panas suhunya menjelang pilpres dan pileg pada tanggal 17 April 2019, masalah ekonomi adalah sisi lain yang tidak bisa diabaikan. Orang boleh cemas dengan situasi politik hingga terpilih presiden baru, tetapi yang lebih cemas dengan kondisi ekonomi di 2019 juga punya narasi sendiri. Jangan lupa kita meninggalkan kondisi ekonomi di tahun 2018 dengan kegalauan. Bisnis properti betul-betul tidak friendly buat para pengembang, dan siapa yang bisa menjamin tidak menjalar hingga ke tahun 2019. Apalagi bila situasi politik yang makin tidak kondusif sebelum dan pasca pilpres.

Tidak salah kalau ada yang berpendapat masalah ekonomi lebih dikhawatirkan ketimbang isu politik di tahun 2019. “Kalau yang saya dengar dari para pengembang yang besar-besar, mereka tidak pernah membicarakan politik. Yang ditakutkan bukan kondisi politik di Indonesia tetapi kondisi ekonomi,” ujar Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP REI. (baca Sembilan Tokoh Bicara Properti 2019)

Ketakutan para pengembang soal kondisi ekonomi ketimbang politik di 2019 tidak lepas dari berbagai masalah ekonomi yang muncul di tahun 2018. Sulit menemukan pengembang yang merasa happy di Sekadar mengingatkan kembali nilai rupiah mengalami kejatuhan terburuk yang bahkan diprediksi Indonesia bakal kembali ke jurang krisis ekonomi.

Di awal Bulan Oktober 2018 Dollar AS menembus batas psikologis di atas angka Rp15.000 per dollar AS dan bertahan beberapa pekan. Ini merupakan level tertinggi nilai tukar dollar AS dalam 20 tahun terakhir. Aksi jual Dollar mulai diserukan. Di kalangan pelaku bisnis properti muncul seruan dengan tagar jual Dollar AS, beli properti. Walaupun kita tidak tahu seberapa efektif seruan tersebut dapat mengangkat kapitalisasi pasar properti.

Menengah Masih Berjaya

Suramnya kondisi ekonomi di 2018 berimbas langsung pada daya beli yang makin menurun. Ada pengembang yang mengakui penjualannya stagnan. Kalaupun masih jualan hanya menghabiskan sisa-sisa unit di klaster yang sudah terbangun. Ceremony untuk topping off yang meleset dari target, mengurangi jumlah klaster yang diluncurkan. Mengubah desain bangunan dari tipe besar menjadi tipe kecil agar harganya terjangkau daya beli masyarakat.

Beruntung masih ada segmen yang menjadi penyelamat para pengembang yaitu segmen menengah dan menengah bawah. Inilah segmen yang dicari end user untuk rumah pertama. Untuk segmen menengah atas dan atas, apalagi apartemen bisa dibilang babak belur. Ini adalah pasar para investor, dan investor sepertinya tidak berminat menggelontorkan uangnya untuk membeli properti segmen atas. Mereka lebih memilih wait and see dan sikap ini bisa berlanjut ke tahun 2019. “Segmen menengah dan menengah-atas berat sekali penjualan. Apartemen apalagi beratnya minta ampun. Untuk segmen menengah dan menengah bawah oke lah masih bagus,” ujar Asmat Amin, Managing Director PT Sri Pertiwi Sejati Group.

Hasil riset yang dikeluarkan Indonesia Property Watch, mempertegas segmen menengah menjadi penyelamat bagi pengembang di tahunPeningkatan penjualan untuk segmen harga rumah di atas Rp300 jutaan sampai Rp500 jutaan mulai terlihat pada Q4-2018. Meskipun demikian tingkat penjualan segmen harga rumahRp150 – 300 jutaan masih mendominasi pasar sebesar 35,4 persen, sedangkan segmen harga Rp301 – 500 jutaan sebesar 29,1 persen. Tercatat juga kenaikan yang terjadi di segmen harga di atas Rp 500 juta menjadi sebesar 15,7 persen, sedangkan selebihnya merupakan segmen harga rumah di bawahRp 150 jutaan.

Dengan gambaran situasi pasar properti di 2018, tak salah kalau banyak pengembang optimis segmen menengah dan menengah bawah bakal tetap berjaya di 2019. “Mereka tidak peduli mau ada pilpres atau tidak yang penting bisa beli rumah. Artinya, pengembang yang membangun di segmen menengah ke bawah bisa langsung jalan,” ujar Asmat Amin.

Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch menambahkan bahwa dengan melihat tren pemilu-pemilu sebelumnya, diperlihatkan tingkat pertumbuhan uang beredar menjelang Pemilu umumnya naik 2 sampai 3 kali lipat dan itu akan membuat peningkatan konsumsi khususnya di segmen menengah bawah. Pembelanjaaan yang dilakukan partai politik kali ini tidak hanya sebatas pembuatan kaos dan spanduk dan atribut cetak lainnya, melainkan para konsultan politik beserta dengan para penggiat media sosial yang akan turut diguyur dana-dana politik. Inilah sisi lain tahun politik yang seharusnya dapat ditangkap peluangnya oleh para pengembang.

Jangan lupa pula, tahun 2019 akan banyak proyek infrastruktur yang selesai, MRT, LRT, jalan tol. Infrastruktur ibarat darah yang bisa mempercepat laju properti. Dipastikan selesainya infrastruktur akan menambah daya tarik investor dalam dan luar negeri untuk berinvestasi properti. Para pengembang siap gelar groundbreaking, promo dan buka lahan baru.

Dalam bisnis risiko selalu ada. Ancaman bisa datang karena krisis ekonomi atau politik dalam negeri. Perhelatan politik lima tahunan adalah salah satu risiko bisnis yang selalu dihadapi pengembang. Tinggal pintar-pintar pengembang memilih timing yang tepat untuk membangun. Bagi pengembang yang sudah berkali-kali mengalami masa pilpres, situasi politik tak perlu dicemaskan berlebihan. Begitu pilpres selesai, properti sudah pasti bakal menggeliat kembali.

“Memasuki semester kedua 2019 properti kita langsung melejit karena kita sudah sering mengalami pilpres,” ujar Lukas Bong, Ketua Umum DPP AREBI.

Para pakar telah bicara, saatnya para pelaku pasar mengambil ancang ancang agar jangan sampai terlambat dan salah menilai pasar. ●
[Hendaru, Pius Klobor, Harini Ratna]

Website | + posts

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini