Tax amnesty di Indonesia terbilang sukses bahkan paling sukses di dunia. Periode pertama amnesti pajak telah berakhir pada 30 September 2016 mencapai Rp 3.625 triliun berdasarkan surat pernyataan harta (SPH). Harta tersebut terdiri atas deklarasi dalam negeri senilai Rp 2.536 triliun, deklarasi luar negeri senilai Rp 952 triliun, dan repatriasi Rp 137 triliun.
Uang tebusan yang masuk tercatat sebanyak Rp 89,2 triliun. Uang terdiri atas setoran orang pribadi (OP) non UMKM sebesar Rp 76,63 triliun, OP UMKM Rp 2,65 triliun, badan non-UMKM Rp 9,75 triliun, dan badan UMKM sebesar Rp 0,18 triliun.
Repatriasi terbesar masuk dari Singapura, yaitu mencapai Rp 79,13 triliun atau mencapai 57,71 persen dari total dana repatriasi, diikuti Cayman Island senilai Rp 16,5 triliun atau 12,04 persen dari total repatriasi. Kemudian diikuti Hong Kong sebesar Rp 14,05 triliun atau 10,25 persen, Cina Rp 3,56 triliun atau 2,60 persen, dan Virgin Islands Rp 2,49 triliun atau 1,82 persen.
Deklarasi luar negeri juga didominasi oleh uang dari Singapura. Jumlahnya mencapai Rp 652,03 triliun atau 68,51 persen dari total deklarasi luar negeri. Di urutan kedua ada Virgin Islands yang menyumbang Rp 72,67 triliun atau 7,64 persen. Deklarasi luar negeri terbanyak lainnya datang dari Cayman Islands sebesar Rp 52,53 triliun atau 5,52 persen, Hong Kong sebesar Rp 38,70 triliun atau 4,07 persen, dan Australia sebesar Rp 33,15 triliun atau 3,48 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim setoran uang tebusan peserta Amnesti Pajak di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara-negara lain yang pernah menerapkan kebijakan serupa. “Indonesia dengan jumlah uang tebusan Rp87 triliun per 29 September 2016 pagi atau 0,65 persen dari PDB adalah yang tertinggi setelah Chili 0,62 persen dari PDB,” kata Sri Mulyani. Kebijakan amnesti pajak di banyak negara, antara lain India hanya memberikan kontribusi 0,58 persen terhadap PDB, Italia 0,2 persen PDB, Afrika Selatan 0,17 persen PDB, Belgia 0,15 persen PDB, dan Spanyol 0,12 persen PDB.
Selain itu, lanjutnya, deklarasi harta peserta amnesti pajak Indonesia juga termasuk yang tertinggi, yaitu mencapai 21,1 persen terhadap PDB. Angka itu jauh di atas Chili yang hanya 8,33 persen, Italia 5,2 persen, Spanyol 3,88 persen, Afrika Selatan 3,62 persen, dan India 2,1 persen.
Apakah dampak luar biasa tax amnesty ini akan menyentuh sektor properti. Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch sebelumnya pernah memperkirakan bahwa sebesar Rp 70 triliun dana repatriasi ini akan masuk ke properti. Menurut beliau dengan asumsi sampai akhir masa tax amnesty Maret 2017 diperkirakan dana masuk sebesar Rp 150 triliun. Melihat perkembangan saat ini maka tidak mustahil nilai itu akan tercapai bahkan melebihi perkiraan sebelumnya. Angka Rp 70 triliun atau sebesar 47% dari perkiraan dana repatriasi pun dirasakan tidak terlalu muluk, bahkan dimungkinkan sampai 60%-nya akan masuk ke sektor properti.
Dana repatriasi yang diparkirkan pada instrumen perbankan dapat masuk ke sektor properti melalui beberapa jalur, antara lain pembelian saham properti di bursa saham, penyertaan modal kepada para pengembang, atau pembelian langsung properti. Dengan dikeluarkannya PMK 122 tahun 2016 yang dengan jelas memperbolehkan pembelian langsung ke sektor properti berupa tanah dan atau bangunan. Pembelian langsung properti ini dipercaya menjadi salah satu bentuk investasi yang paling solid dan aman yang seharusnya paling banyak di pilih para investor. Dengan dana yang masuk ke sektor properti sebesar Rp 70 triliun berarti akan terjadi peningkatan 1,5 kali lipat kapitalisasi pasar properti efektif di tahun 2017 dengan rata-rata kapitalisasi pasar properti nasional sekitar Rp 150 triliun per tahun.
“Masuknya aliran dana ke sektor properti tentunya tidak harus selalu dari dana repatriasi, bahkan para obyek pajak yang telah mendeklarasikan hartanya pun tetap memiliki uang yang selalu siap untuk segera diinvestasikan properti,” lanjut Ali. Di tengah eforia aliran dana repatriasi ke sektor properti Ali mengingatkan bahwa dimungkinkan harga properti menengah atas akan meningkat, dan pemerintah harus mempunyai langkah antisipatif karena diperkirakan harga-harga tanah di beberapa wilayah akan ikut terdongkrak naik. Jangan sampai tanah-tanah untuk penyediaan rumah rakyat menjadi semakin terbatas. [AT]
![]() |
![]() |