Propertyandthecity.com, Jakarta –Bank Indonesia (BI)menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25% pada April 2024. Suku bunga Deposit Facility naik ke posisi 5,50% dan Lending Facility sebesar 7%.
“Rapat dewan Gubernur memutuskan menaikkan BI rate” ungkap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (24/4/2024).
Sebelumnya, pada RDG BI periode Maret 2024, BI mempertahankan suku bunga di level 6% dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Keputusan tersebut dilakukan karena fokus kebijakan moneter Bank Indonesia saat ini pada stabilitas makro atau pro-stability, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.
Ketika suku bunga naik maka kredit/ pembiayaan dan Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) dapat beresiko meningkat. Hal ini disebabkan ketika naik maka bunga pada bunga pada hutang bank juga akan meningkat dan dapat memunculkan resiko gagal bayar.
Ketika resiko gagal bayar terjadi, hal ini menyebabkan munculnya kredit bermasalah sehingga dapat meningkatkan angka NPL. Semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi rasio NPL maka semakin rendah kinerja suatu bank.
Dari data di atas, sektor konstruksi menempati posisi tertinggi kedua setelah sektor perikanan dengan rasio NPL 3,9%. Ini mengingat terdapat beberapa perusahaan konstruksi milik BUMN yang memiliki hutang-hutang besar.
Sementara sektor real estate ada di urutan ketujuh dengan rasio NPL 2,86%. Semakin tinggi rasio NPL suatu sektor, semakin beresiko terjadinya gagal bayar ketika suku bunga makin tinggi.
Imbas Signifikan
Adapun kaitannya dengan kondisi pasar properti ke depan, Pengamat Properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda menyampaikan, indikasi pasar properti bakal kembali tertekan musabab kenaikan suku bunga di tengah pelemahan Rupiah ditengarai akan menekan daya beli.
“Potensi kenaikan suku bunga akan menurunkan daya beli masyarakat. Perhitungan IPW setiap kenaikan 1 persen suku bunga KPR akan menurunkan permintaan pasar 4-5 persen. Penurunan ini lebih terasa di segmen harga menengah bawah di bawah Rp1 miliar,” ujar Ali kepada Property and The City, melalui sambungan seluler di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Kondisi tersebut diperkeruh dengan suasana politik di Timur Tengah yang turut memanas. Menurut Ali, pasar properti pasca-Pemilu semestinya berpotensi naik di tengah momentum kemungkinan kenaikan harga yang menjadi salah satu pendorong perekonomian dalam negeri.
“Tetapi, tentunya pasar masih akan sedikit tertahan terutama di segmen menengah sampai bawah karena penurunan daya beli akibat naiknya suku bunga. Tahun 2024 akan sangat dipengaruhi kondisi global dan geopolitik dunia,” tandasnya.
Ali juga berpendapat, apabila industri perbankan memutuskan mengerek suku bunga kredit khususnya KPR/KPA dalam waktu dekat, maka hal tersebut diprediksi bakal memberatkan kinerja pasar properti dalam tiga bulan ke depan. “Biasanya dampaknya akan terasa dalam tiga bulan ke depan. Kalau (suku bunga kredit) naik dinMei, pengaruh akan terasa di semester dua,” pungkasnya.