...

Soelaeman Soemawinata: Properti, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Propertyandthecity.com, Jakarta – Soelaeman Soemawinata, Ketua Badan Pertimbangan Organisasi REI, mengaku baru kali ini melihat sepanjang sejarah modern ada musibah yang mendunia dan merusak sendi-sendi kehidupan, sosial dan kehidupan beragama. Wabah Covid-19 menyerang tanpa batas ras, suku, agama, gender, status sosial, kelompok kaya miskin. Tidak ada belahan bumi lain yang tidak terkena serangan wabah.

“Ini dahsyat sekali, baru kali ini kita mengalami desosialisasi. Kalau masalah krisis, saya kira semua negara di dunia sedang mengalami krisis mendasar, bukan hanya ekonomi, tapi juga sosial budaya,” ujar Soelaeman.

Baca: Virtual Show Unit, Inovasi Intiland di Tengah Corona

Menurut Soelaeman, Indonesia seperti juga negara-negara lain di belahan dunia lain akan menghadapi krisis ekonomi karena wabah Covid-19 sudah menyerang semua sendi-sendi ekonomi. Bahkan menurutnya, krisis ekonomi kali ini bisa lebih buruk dari masa-masa sebelumnya. Ketika terjadi krisis moneter tahun 1998 dan krisis ekonomi 2008, kondisi ekonomi Indonesia hancur terutama sektor formal, tetapi sektor informal tidak terpengaruh. Bahkan beberapa komoditi tertentu masih bisa ekspor dengan bagus.

Soelaeman Soemawinata yang juga Presiden Federasi Real Estate International (FIABCI) Regional Asia Pacific, mengatakan khusus sektor properti nasibnya lebih buruk lagi akibat dampak Covid-19. Pasalnya, sudah beberapa tahun pasar properti di dalam negeri belum beranjak baik. Sejak masa pertumbuhan industri properti sampai akhir tahun 2014, pasar properti kembali mengalami penurunan sejak tahun 2015 sampai 2018. Membandingkan sales marketing di tahun 2014, penjualan di tahun 2018 hanya tercapai 60 persen.

“Kita mengalami penurunan jauh sekali. Properti di Indonesia ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula,” ujarnya.

Banyak hal yang menyebabkan pasar properti mengalami penurunan sejak tahun 2015. Di dalam negeri pada tahun 2015 semua orang takut terjadi bubble di industri properti. Akibatnya Bank Indonesia melakukan pengetatan dengan mengeluarkan kebijakan LTV (loan to value) tahun 2015 dan dilanjutkan tahun 2016.

Kemudian kebijakan pengetatan data laporan pajak, yaitu setiap orang harus melaporkan sumber keuangannya. Sementara kondisi ekonomi global juga mengalami penurunan, ditambah perang dagang antara China dengan Amerika.

Baca: Wibowo Muljono: Kita Mau Tiarap Atau Mengambil Opportunity

“Faktor global ditambah beberapa hal psikologis lainnya yang menyebabkan 2015-2018 properti kondisinya menurun,” ujar Soelaeman.

Sebetulnya Soelaeman melihat tahun 2018-2019 sudah mulai ada tanda-tanda optimisme di industri properti. Ini bisa terlihat dari market yang lebih stabil karena ada pelonggaran LTV. Walaupun dari sisi pajak ada isu yang saat itu membuat dunia properti tetap ragu. Tetapi harapan tinggal harapan, tahun 2020 ekonomi dihantam krisis, bahkan lebih buruk dari krisis-krisis sebelumnya. Tahun 2020 ini praktis industri properti seperti sektor real lainnya mati suri.

Atas kondisi ini, Soelaeman termasuk yang cemas dalam tiga bulan ke depan akan ada pengembang yang tidak mampu lagi bertahan. “Betul, karena kekuatan pengembang berbeda-beda kondisinya, bertahan selama 3 bulan pun bisa saja mulai ada pengurangan gaji, pengurangan pegawai,” ujarnya.

Dalam kondisi saat ini penting sekali bagi perusahaan menjaga cashflow yang menjadi darah kehidupan perusahaan dan menjadi kekuatan berapa lama bertahan. Konsentrasi cashflow perusahaan saat ini untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan perusahaan. Gaji karyawan dan overhead lain minimal bisa bertahan paling tidak enam bulan ke depan. Bahkan, mungkin butuh kekuatan setahun karena pemulihan sektor properti tidak serta merta terjadi pada saat pandemi ini selesai.

Menurut Soelaeman Soemawinata, agar perusahaan bisa konsentrasi ke masalah mendasar perusahaan, dibutuhkan kebijakan pemerintah. Beberapa kebijakan yang diperlukan, seperti relaksasi perbankan, misalnya penundaan pembayaran kewajiban pokok dan bunga kredit konstruksi dan modal kerja, selama 6 bulan. Ini tanpa kecuali, termasuk di dalamnya restrukturisasi, penurunan suku bunga selama beberapa tahun, ke depan bisa 2-3 tahun. Stimulus relaksasi pajak, yaitu penundaan pembayaran kewajiban pajak, atau beberapa jenis pajak direduksi.

Baca: Pemerintah Perluas Insentif Pajak, Jadi 18 Sektor Usaha

“Pada saat wabah pandemi ini pulih, pemerintah perlu segera membangun ekonomi, kehidupan sosial. Industri properti adalah industri yang dapat menciptakan lapangan kerja. Ketika industri properti bangkit akan menarik lapangan kerja yang saat ini terkena PHK akibat dampak wabah Covid-19,” ujar Soelaeman yang pernah menjadi Ketua Umum DPP REI periode 2016-2019. (Hendaru)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini